TEUNGKU Abdul Hamid, atau yang dikenal sebagai Ayah Hamid, adalah tokoh
pembaru pendidikan di Aceh. Ayah Hamid merupakan orangtua Ahmad Humam
Hamid (Bang Humam) dan Farhan Hamid, yang sekarang menjadi salah satu
Wakil Ketua MPR. Menyebut Ayah Hamid sebagai salah satu tokoh pembaru
pendidikan di Aceh tentu bukan tanpa alasan. Di zamannya, Ayah Hamid
seorang ilmuwan yang memiliki pengaruh begitu kuat terhadap perjalanan
hidup tokoh Aceh lainnya, yaitu Daud Beureueh.
Dalam buku Pemberontakan Kaum Republik (1990), Nazaruddin Syamsuddin
menyebutkan bahwa Ayah Hamid merupakan salah seorang yang paling
berpengaruh terhadap pemikiran Daud Beureueh. Menurut Nazaruddin, "Ayah
Hamid ini yang membisiki Daud Beureueh untuk melakukan reformasi
pendidikan dari pesantren ke sistem kelas (madrasah)." Dari pelariannya
di Arab Saudi, Ayah Hamid mengirim tulisan dan pemikiran-pemikirannya
kepada Daud Beureuh. Surat dan pemikiran Ayah Hamid kepada Daud Beureueh
dimaknai seba
gai isyarat dan saran untuk mulai memodernisasi sistem pendidikan di
Aceh, yang bagi Daud Beureueh, hal itu kemudian menimbulkan inspirasi
untuk mendirikan Sekolah Adabiyah-setingkat SD--di Sigli, sekolah modern
pertama di Aceh.
Ketika cerita tentang Ayah Hamid ini saya sampaikan kepada salah seorang
utusan dari Autonomous Region of Moslem Mindanao (ARMM) minggu lalu yang
kebetulan bernama Abdul Hamid Ladjakahal, serta-merta dia begitu
semangat untuk mengetahui sejarah perjuangan rakyat Aceh hingga
menikmati kebebasannya saat ini. Beserta tiga rekannya, Abdul Hamid
sengaja melakukan kunjungan ke Sekolah Sukma Bangsa di Bireuen dan Pidie
dalam rangka memperoleh gambaran tentang peran penting pendidikan dalam
menjaga perdamaian di Aceh.
Secara struktural, Abdul Hamid Ladjakahal ialah seorang direktur di
Bureau of Secondary Education, Department of Education ARMM. Karena itu,
ketika memiliki kesempatan untuk berkunjung ke Aceh, Abdul Hamid
memanfaatkan benar beragam cerita di balik berdi
rinya sekolah, termasuk lebih dekat memahami budaya Aceh melalui
interaksi dengan para siswa Sekolah Sukma Bangsa (SSB). Kesungguhan
itulah yang amat terlihat ketika terjadi dialog antara para siswa dengan
para tamu asal Mindanao. Dia terlihat begitu excited ketika berada di
sekolah, apalagi setelah mendengar bahwa di antara para siswa merupakan
korban konfl ik dan korban tsunami.
Pada salah satu dialog dengan para siswa di SSB Pidie, Hamid bertanya,
mengapa guru-guru di sana muda, cantik, dan ganteng? Dengan nada serius,
seorang siswa bernama Nailus Sa'adah menjawab bahwa itulah salah satu
kelebihan SSB, gurunya muda-muda. Bagi Nailus, jiwa muda para guru SSB
secara psikologis membawa dampak positif. Menurut pengalaman Nailus,
guru di sana sering bertindak sebagai teman, fasilitator, dan kakak
sekaligus. Hubungan mereka tak memiliki kendala
jarak usia, sehingga suasana belajar mengajar menjadi lebih cair dan
menyenangkan.
Setelah mendengar jawaban itu, kontan Abdul Hamid berdiri dan
menghampiri Nailus serta menyalaminya.
Ketika waktu asar tiba, seluruh siswa berkesempatan salat berjemaah
dengan para tamu dari Mindanao. Seusai salat, Prof Sattar, teman Abdul
Hamid, berjalan keliling sekolah serta melihat siswa dan guru yang
sedang memanen sawi hasil
kerja kebun sekolah mereka.
Di tengah jalan, Abdul Hamid bertemu lagi dengan Nailus Sa'adah, siswa
yang menjawab pertanyaannya tadi. Seketika terjadi dialog laksana ayah
dan anak, dan suasananya begitu mengharukan. Mengapa? Tibatiba saja
Abdul Hamid bertanya kepada Nailus, apakah dia termasuk korban konflik
atau korban tsunami sehingga bisa masuk ke SSB.
Nailus dengan datar menjawab dirinya salah satu korban tsunami. "Abi
(Ayah) Hamid," begitu Nailus menyapa, "buat Nailus, tsunami pertama yang
Nailus alami adalah ketika bapak dan ibu bercerai. Nailus sempat kabur
dari rumah mengajak adik, dan tinggal dengan nenek," begitu ceritanya.
"Tetapi ketika tsunami sungguhan terjadi, Nailus kehilangan ibu kandung
dan paman serta sepupu. Pedih rasanya. Tapi, akibat tsunami, masih lebih
mudah bebannya ketimbang
teman-teman Nailus yang menjadi korban konflik. Konflik lebih berbahaya
daripada tsunami." Di akhir dialog, kelihatan sekali Abdul Hamid terharu
dengan cerita Nailus dan menitikkan air mata, sambil memegangi dan
mengusap-usap kepala Nailus. Abdul Hamid seolah tak percaya, ketika di
akhir percakapan itu Nailus berkata, "Tsunami dan konfl ik adalah masa
lalu, dan Nailus tak ingin mengingatnya lagi. Masa depan Nailus sekarang
terbuka lebar, karena di Sekolah Sukma Bangsa, Nailus sadar bahwa nasib
suatu kaum hanya bisa ditentukan oleh mereka sendiri. Nailus ingin terus
belajar mengejar mimpi dan cita-cita yang lebih baik bagi Nailus sendiri
dan adik-adik." Di akhir percakapan, Hamid, yang begitu terkesan dengan
keteguhan dan ketabahan Nailus, sontak mengeluarkan dompet dan memberi
Nailus beberapa ratus ribu rupiah untuk membeli buku. Nailus malu,
mengucapkan terima kasih sambil mencium tangan Abdul Hamid, lalu berlari
kecil ke arah asramanya.
Cerita belum berhenti. Malam
harinya, Nailus membalas kebaikan `Ayah Hamid barunya' dengan sepucuk
surat dan selembar kain sarung milik bapak Nailus. Dalam suratnya,
Nailus menulis, `Ayah Hamid, sarung ini adalah satu dari tiga sarung
pemberian bapak Nailus sebagai bentuk perlindungan bapak terhadap
Nailus. Nailus harap Ayah Hamid memperoleh perlindungan dari Allah dalam
perjalanan pulang ke Mindanao dan berjuang menegakkan Mindanao yang
damai dan bermartabat.' Ketika acara makan malam dihelat sebelum
keesokan harinya kembali ke Mindanao, Abi Hamid Ladjakahal membuat saya
terkagum. Sambil bergetar dan menitikkan air mata, dia mengatakan,
"Dalam perjalanan karier saya sebagai pendidik selama 23 tahun,
kunjungan ke Aceh ialah momen terbaik yang pernah saya peroleh daripada
kunjungan ke negara-negara lain. Saya menyimpan hati saya untuk Aceh dan
masa depan Nailus dan teman-temannya di Sekolah Sukma. Saya berkeinginan
membuat prototyping Sekolah Sukma untuk masa depan anak-anak muslim
Mindanao."
http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/21/ArticleHtmls/CALAK-EDU-Ayah-Hamid-21052012014021.shtml?Mode=1
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.