Hedonisme dan Kehancuran Negara PDF Print
Saturday, 19 May 2012
Ada dua sifat buruk yang layak disorot dari sebagian pejabat publik
negeri ini,baik eksekutif maupun legislatif,yaitu serakah dan hedonistis.
Sifat serakah ditunjukkan melalui cara mereka mendapatkan kekuasaan dan
mempertahankannya selama mungkin.Coba bayangkan,pejabat publik yang
masih berkuasa sekalipun sudah memikirkan cara mempertahankan kekuasaan
itu untuk periode mendatang. Jadi ibarat makan satu piring belum habis,
sudah berencana mengambil piring yang lain. Yang ada dalam benak pejabat
publik yang serakah jelas hanya kekuasaan. Mereka tidak pernah
memikirkan nasib rakyat yang telah memberikan kepercayaan kepadanya.
Jika terkendala peraturan perundang- undangan sehingga tidak dapat
mencalonkan lagi seperti karena sudah menjabat dua periode, pejabat itu
tidak segan mencalonkan istri,anak, kerabat,atau orang yang dianggap
mampu melindungi dirinya setelah tidak berkuasa. Pendek kata, pejabat
incumbent yang serakah akan menghalalkan segala cara untuk melanggengkan
kekuasaan.Salah satu cara efektif yang umum digunakan adalah meluncurkan
program-program politik untuk menarik hati rakyat.Padahal anggaran
program itu jelas dialokasikan dari APBN/D. Sementara sifat hedonistis
pejabat ditunjukkan melalui pola hidup mewah dan boros dalam
membelanjakan kekayaan.
Pola hidup hedonistis ini pun telah lama menjadi gunjingan. Yang paling
sering disorot adalah kebiasaan pejabat publik memamerkan kekayaan
seperti rumah, perabotan, kendaraan,makanan,dan cara berpakaian.
Sejatinya tidak ada yang salah dengan kekayaan para pejabat,apalagi jika
itu diperoleh dengan cara yang benar.Tetapi dalam sudut pandang
kepatutan,kebiasaan memamerkan kekayaan jelas layak dikritisi.Terasa
sangat tidak elok dilihat jika pejabat publik memamerkan kemewahan dan
kekayaan di tengah kehidupan sebagian rakyat yang serbakekurangan.
Karena itu,kita patut mengimbau pejabat publik untuk lebih berempati
pada kesengsaraan yang dialami sebagian rakyat.Pejabat publik di negeri
ini harus diingatkan agar tidak serakah dan bergaya hidup hedonistis.
Pola hidup serakah dan hedonistis itu dapat menyebabkan kehancuran
negara. Ibnu Khaldun dalam karya monumentalnya,The Muqaddimah an
Introduction to History (1989), mengingatkan bahwa tabiat kekuasaan itu
jika tidak dikelola dengan baik, pasti akan membawa pada kehancuran.
Melalui teori siklus peradaban,Ibnu Khaldun menjelaskan proses
kehancuran negara dalam tiga fase.
Pertama, tabiat kekuasaan itu selalu menghendaki berada di satu tangan
(the royal authority, by its very nature, must claim all glory for it
self). Meski pada awalnya kekuasaan itu diperjuangkan dengan susah payah
bersama seluruh anggota kelompok (ashabiyah),namun secara perlahan akan
dimonopoli oleh segelintir orang.Anggota solidaritas yang lain secara
perlahan akan disingkirkan. Tahap ini adalah awal dari terjadi monopoli
kekuasaan. Kekuasaan dan kekayaan hanya dinikmati segelintir orang.
Dalam kondisi ini kekuatan negara menjadi rapuh karena solidaritas
kelompok mulai berkurang. Kedua,tabiat kekuasaan itu menghendaki
kemewahan (the royal authority,by its very nature, requires
luxury).Kondisi ini merupakan tahapan kedua dari kehancuran sebuah
negara. Para pejabat negara mulai menunjukkan pola hidup mewah dan
bermalas-malasan. Jumlah rakyat miskin dan pengangguran semakin banyak.
Sementara pejabat publik dengan vulgar membelanjakan kekayaannya untuk
memperoleh kemewahan. Ibnu Khaldun mengingatkan bahwa kemewahan itu pada
saatnya dapat merusak akhlak dan menimbulkan kejahatan.
Peringatan tersebut seakan menjelaskan realitas terus meningkatnya
jumlah pejabat publik negeri ini yang tersangkut kasus korupsi. Itu
berarti sejalan dengan data Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) yang
menyebutkan bahwa selama 2004-2012 ada 173 dari 524 kepala daerah yang
terlibat kasus korupsi. Sebanyak 70% di antara mereka bahkan telah
dinyatakan bersalah dan dipenjara.
Sangat mungkin di antara mereka yang melakukan korupsi itu karena sifat
serakah, bermewah-mewahan, dan ingin mengembalikan modal saat turut
running dalam pemilihan kepala daerah. Ketiga, tabiat kekuasaan itu
menghendaki kestabilan dan ketenangan (the royal authority, by its very
nature, requires tranquility and rest).Tabiat ketiga ini menjelaskan
bahwa pola hidup mewah itu dapat menghilangkan keberanian, perjuangan,
kejujuran,dankerjakeras.Yang tersisa hanya kemalasan dan kebiasaan
menghamburkan kekayaan.
Dalam situasi ini pola hidup boros menjadi tren pejabat. Akibatnya,moral
pejabat negara pun terus tergerus. Jika kondisi sudah demikian,
kehancuran negara menjadi tak terelakkan. Ini berarti tidak ada lagi
kekuatan yang dapat menolong negara dari kehancuran. Agar negeri ini
tidak terus tergelincir dan menjadi hancur, pejabat publik perlu juga
berkaca pada kisah terusirnya Adam dan Hawa dari surga.Dikisahkan dalam
Alquran bahwa Adam dan Hawa terusir dari surga yang penuh kenikmatan
karena tergoda bujuk rayu setan. Sejak lama setan memiliki sifat iri
dengki pada Adam.
Setan pun berusaha mencari jalan untuk menggoda Adam. Setan lantas
menemukan jalan dengan merayu Adam dan Hawa untuk makan buah dari
syajarah al-khuldi (pohon keabadian). Menurut bisikan setan, jika
keduanya makan buah khuldi, akan merasakan nikmat surga dalam waktu yang
sangat lama dan memperoleh kekuasaan yang tidak pernah binasa. Singkat
kisah, Adam dan Hawa akhirnya tergoda bujuk rayu setan.Akibatnya,
keduanya harus menerima kenyataan terusir dari surga (QS Thaha: 120-121).
Kisah Adam dan Hawa serta peringatan Ibnu Khaldun terasa penting
dikemukakan agar menjadi pelajaran bagi pejabat publik untuk tidak
berperilaku serakah dan hedonistis. Pola hidup serakah dan hedonistis
bukan hanya bertentangan dengan realitas kehidupan mayoritas
rakyat.Lebih dari itu,pola hidup serakah dan hedonistis juga dapat
mengakibatkan kehancuran sendisendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bukankah beberapa pengamat pernah mensinyalir bahwa Indonesia sangat
berpotensi menjadi negara gagal (the failed state)?
BIYANTO
Dosen IAIN Sunan Ampel dan Ketua Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/496071/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.