Pulihkan wewenang Pertamina, BP Migas & BPH Migas didesak dibubarkan
Agus Pambagio mengingatkan, salah satu penyebab hancurnya kebijakan
migas di Indonesia, karena UU No 22/2001 akibatnya semua peluang
eksplorasi dan bisnis migas dibuka seluas-luasnya kepada swasta.
Sementara Pertamina sering tidak memenangkan tender eksplorasi migas off
shore maupun on shore di Indonesia. Padahal, sejatinya Pertamina punya
peran lebih untuk mengelola minyak dan gas bumi di dalam negeri.
REGULASI energi pada UU Minyak dan Gas Nomor 22/2001 menjadi penyebab
hancurnya pembangunan migas nasional. UU tersebut melanggar konstitusi,
karena memindahkan pengelolaan dari Pertamina kepada badan pengelola
khusus yang disebut BP Migas dan BPH Migas.
Akibat dibentuknya BP Migas dan BPH Migas, kini Pertamina tugasnya hanya
production sharing dimana ketika akan mengolah minyak di dalam negeri,
Pertamina itu harus melakukan tender seperti perusahaan asing.
BP Migas adalah Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang
merupakan Badan Hukum milik Negara yang bertugas mengawasi kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di Indonesia. BP Migas
bertugas menandatangani Kontrak� Kerjasama dengan Kontraktor
Asing/Nasional. Sedangkan BPH Migas adalah Badan Pengatur yang mengatur
dan mengawasi Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan dan niaga). BPH Migas memberikan Hak Khusus
kepada Badan Usaha melalui lelang. Hak Khusus adalah hak yang diberikan
kepada Badan Usaha� untuk melaksanakan kegiatan usaha pengangkutan Gas
Bumi melalui pipa.
Kritik dan kecaman tersebut dilontarkan Anggota Komisi VII DPR, Halim
Kalla; pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen, Agus
Pambagio dan Ketua Departemen Infokom Dewan Harian Nasional (DHN 45)
Iwan Piliang dalam diskusi bertajuk �Minyak Untuk Rakyat� di kantor DPP
Muhammadiyah di Jakarta, Jumat (18/5).
Halim Kalla mengingatkan, seharusnya UU Migas itu fokus di sektor hulu
sedangkan sektor hilir diatur secara terpisah, yakni pada peran BP Migas
dan BPH Migas untuk pembangunan ke depan, jangka menengah dan jangka
panjang.
"Kedudukan BP Migas dan BPH Migas untuk jangka panjang perlu dievaluasi
apakah melalui likuidasi atau digabungkan menjadi satu badan pengelola
dan pengawasan migas," ungkap Halim Kalla, politisi Partai Golkar.
Menurut Halim, mengembalikan wewenang BP Migas kepada Pertamina hanya
akan berpotensi mengulang kesalahan masa lalu. Sifat pragmatis dari UU
Migas Nomor 22/2001 berakibat memberi peluang banyaknya kementerian dan
institusi yang bertanggung jawab mengelola migas dalam bentuk continous
improvement. sehingga pengelolaan migas tidak maksimal.
Petronas tiru Pertamina
Agus Pambagio mengingatkan, salah satu penyebab hancurnya kebijakan
migas di Indonesia, karena UU No 22/2001 akibatnya semua peluang
eksplorasi dan bisnis migas dibuka seluas-luasnya kepada swasta.
Sementara Pertamina sering tidak memenangkan tender eksplorasi migas off
shore maupun on shore di Indonesia. Padahal, sejatinya Pertamina punya
peran lebih untuk mengelola minyak dan gas bumi di dalam negeri.
"Akibatnya, pemain asing yang memilki modal yang mereka punyai berebut
menguasai migas yang ada di Indonesia. Kembalikan lagi dua lembaga ini
ke Pertamina," ungkap aktivis Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
ini lagi.
Senada dengan Halim, Agus menyoroti Pasal 44 sampai 49 UU a quo terkait
pembentukan BP Migas dan BPH Migas merupakan awal penghancuran
kemandirian industri migas dan �pengkebirian� Pertamina. Dalihnya,
wewenang Pertamina �dilucuti� lantaran korupsi di BUMN tersebut sudah
mendarah daging.
"Sebelum adanya UU Migas, peran BP Migas ada di dalam organisasi
Pertamina yang disebut Badan Pembinaan dan Pengusahaan Kontraktor Asing
(BPPKA) Pertamina. Artinya, saat itu Pertamina merupakan pemain
sekaligus wasit," tambah Agus.
Langkah tersebut, tambahnya, kini ditiru Petronas milik Malaysia yang
menempatkan diri sebagai pemain dan wasit seperti Pertamina dahulu
sehingga Petronas pun maju.
"Meskipun di Indonesia sudah dipisahkan antara peran wasit dan pemain
tetap saja korupsinya bertambah mengerikan," ungkap Agus.
Seharusnya, tambahnya lagi, pemerintah tidak perlu membentuk BP Migas
dan BPH Migas dengan alasan untuk memotong korupsi di pertamina.
"Seharusnya berantas saja korupsi di BPPKA Pertamina tapi jangan
dipisahkan menjadi badan sendiri."
�
Judicial Review
Sejak lama regulasi migas nasional ditengarai melanggar ruh dan semangat
pembangunan ekonomi nasional yang tertuang di UUD 1945 dan Pancasila.
Dorongan itu pula yang memaksa dilakukan judicial review (pengujian
materi) di Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai melanggar konstitusi.
"Nilai -nilai yang terkandung dalam UU Migas bertentangan dengan
semangat pasal 33 UUD 1945. Karena UU ini memberikan peluang dan
dominasi asing untuk menguras suber daya alam kita, sehingga
menyengsarakan rakyat," kata Iwan Piliang.
Menurutnya, rencana pemerintah menaikkan harga BBM yang ditentang oleh
rakyat beberapa waktu lalu hanyalah ekses dari UU Migas ini dengan
meminta MK membatalkan lalu menggantinya dengan UU yang berpihak pada
kepentingan rakyat.
UU Migas tersebut, ungkap Iwan, membuat beberapa praktek merugikan
negara terjadi di industri migas mulai dari tranfer pricing (TP) baik
dalam bentuk impor dan ekspor, instrumen yang dipakai, penggelembungan
cost recovery di lifting migas yang terindikasi merugikan negara hingga
Rp70 triliun setahun.
Bahkan menurutnya, saat ini logika dasar penyelenggaraan negara saat ini
sudah melenceng dari pengertian dasar tugas negara mensuplai energi.
"Anehnya, di tengah langkah melenceng itu, kepentingan asing mendapatkan
tempat untuk dipaksa dijalankan di Indonesia dengan logika ngaco
pemaksaan mengikuti harga pasar," tambahnya lagi.
http://gresnews.com/berita/korporat/1913185-pulihkan-wewenang-pertamina-bp-migas-bph-migas-didesak-dibubarkan
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.