Akhir dari pengawasan berdasar ras dan agama di Amerika?
oleh Nadia S. Mohammad
18 Mei 2012
New York, New York –Saat publik Amerika membaca satu lagi berita tentang
pengawasan ketat pemerintah terhadap masyarakat Muslim Amerika, menarik
untuk mengetahui bahwa untuk pertama kalinya sejak serangan 11
September, Komite Peradilan Senat AS, bersama berbagai lembaga
legislatif negara bagian dan badan pemerintah pusat, tengah berupaya
mengatasi keresahan publik yang sudah begitu lama terhadap tindakan
pengawasan berdasar ras atau agama tertentu – sebuah praktik aparat
penegak hukum yang semata bersandar pada ras, agama atau etnis seseorang
untuk menentukan kemungkinan munculnya tindak kejahatan. Dengan berbagai
perkembangan baru-baru ini, apakah kita akhirnya melihat awal dari
berakhirnya pengawasan berdasar ras dan agama di Amerika?
Sebuah sesi dengar pendapat Senat tentang pengawasan berdasar ras, yang
diprakarsai oleh Senator Illinois, Richard Durbin, berlangsung bersamaan
dengan rancangan undang-undang yang didukung Durbin, "Undang-Undang
Penghentian Pengawasan Berdasar Ras 2011" (ERPA), pada 17 April.
Pengawasan berdasar ras dan agama telah menjadi isu yang sangat sensitif
bagi orang Amerika Muslim dalam dasawarsa terakhir, meskipun juga
berdampak pada banyak kelompok ras, etnis dan agama minoritas lain di
Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, sebagian orang menganggap bahwa
semua orang keturunan Asia Selatan atau Arab adalah Muslim, dan bahwa
Muslim itu berbahaya – yang membuat orang-orang Muslim diawasi. Praktik
semacam ini melanggar hak konstitusional atas perlakuan setara di bawah
hukum; selain itu, pengawasan berdasar ras dan agama tidak efektif
karena didasarkan pada asumsi yang tak bisa diandalkan tentang kelompok
minoritas, dan bukannya pada riwayat perilaku kejahatan.
ERPA juga akan memberi pelatihan tambahan untuk membantu aparat penegak
hukum, pegawai pemerintah dan kelompok-kelompok pengawasan keamanan
lingkungan untuk menghindari penggunaan taktik semacam itu.
Perdebatan politik tentang keefektifan pengawasan berdasar ras dan agama
oleh penegak hukum sudah berlangsung sejak beberapa dasawarsa lalu.
Menariknya, terakhir kali masalah ini mendapat perhatian politis yang
besar dari masyarakat, adalah ketika Presiden George W. Bush, pada
Februari 2001, menyatakan bahwa pengawasan berdasar ras adalah "salah
dan kita akan menghentikannya di Amerika." Ia bahkan mengatakan bahwa
menghentikan praktik pengawasan berdasar ras tidak akan mengorbankan
keamanan.
Lalu terjadilah serangan 11 September dan apa yang pernah Bush katakan
"salah" menjadi skuatu hal benar yang bisa dimaafkan atas nama keamanan
nasional. "Dalam trauma nasional menyusul 11 September, kebebasan sipil
berhadap-hadapan dengan keamanan nasional," kata Senator Durbin, dan
terlampau sering janji keamanan nasional lebih dipentingkan, dan
mengorbankan orang Amerika Muslim dan orang-orang Amerika lainnya yang
berpenampilan seperti Muslim.
Dengar pendapat ERPA terjadi saat pengawasan ras dan agama tengah secara
aktif ditentang di sepenjuru negeri. Sejumlah pembela hak sipil dan
anggota legislatif telah menyerukan investigasi dan pengawasan
nonpartisan independen terhadap Kepolisian New York (NYPD), setelah
diberitakan bahwa NYPD secara sistematis mengintai orang-orang Amerika
Muslim dan minoritas etnis tertentu di daerah tersebut tanpa sebab yang
jelas.
Setelah beberapa polisi ditahan karena secara ilegal mengawasi dan
melecehkan orang-orang Hispanik di Connecticut, para anggota legislatif
negara bagian mengeluarkan sebuah rancangan undang-undang khusus yang
melarang "pencekalan, penahanan atau pencarian terhadap siapapun" hanya
karena "ras, warna kulit, etnis, usia, gender atau orientasi seksual."
Adanya penggalangan akar rumput selama beberapa dasawarsa juga telah
memungkinkan berbagai kelompok hak sipil untuk memberi berbagai
perangkat dan teknologi yang lebih baik bagi public untuk memberdayakan
diri mereka ketika menghadapi pelecehan oleh penegak hukum. Sikh
Coalition, misalnya, baru-baru ini meluncurkan sebuah aplikasi telepon
genggam yang memungkinkan orang-orang yang bepergian untuk langsung
menyampaikan keluhan ke pemerintah jika mereka merasa diawasi secara
tidak wajar. Selanjutnya, kelompok-kelompok ini telah mampu membantu
organisasi advokasi dan legislator dengan memberikan pada mereka
penilaian yang lebih baik tentang jangkauan dan ketidakefektifan
pengawasan berdasar ras dan agama.
Beberapa badan pemerintah pusat, setelah mendapat tekanan publik, tengah
melakukan langkah-langkah untuk mencegah praktik diskriminatif
organisasional. Baik militer maupun FBI telah memprakarsai
langkah-langkah untuk meninjau ulang bahan-bahan pelatihan, lantaran
berita-berita tentang penggunaan bahan-bahan yang sarat Islamofobia.
Bulan lalu, Panglima Militer AS memerintahkan peninjauan ulang seluruh
bahan pelatihan militer untuk memastikan tidak mengandung konten yang
bernada Islamofobia. Bulan ini, FBI menggelar lokakarya bertajuk
"Memerangi Islamofobia: Kebenaran dan Mitos tentang Islam".
Kendati sulit untuk menuturkan, dalam hal ini, apa yang menjadi standar
baik militer ataupun FBI dalam menentukan apa yang merupakan bahan yang
mengandung Islamofobia, upaya untuk memasukkan standar yang lebih baik
merupakan sebuah langkah kecil untuk maju.
Diloloskannya ERPA akan menjadi sebuah capaian penting di tingkat
nasional, namun memperbaiki kerusakan selama beberapa dasawarsa akibat
pengawasan berdasar rasial dan agama akan menjadi sebuah proses panjang.
Ini hanya permulaan — untuk maju, makin banyak legislator dan badan
penegak hukum yang juga perlu secara kritis membahas praktik dan bahan
acuan yang diskriminatif sembari membuka kemungkinan adanya transparansi
yang lebih baik. Para aparat penegak hukum pusat dan daerah akan
membutuhkan pelatihan untuk lebih memahami dan mengawasi potensi
perilaku kriminal dengan menggunakan praktik-praktik yang lebih efektif
dibanding pengawasan ras.
Dalam mengakhiri pengawasan berdasar ras dan agama serta memastikan
bahwa hak-hak sipil kita dilindungi, penting untuk mengingat bahwa kita
tidak sedang mengorbankan keamanan kita; alih-alih, kita tengah menjamin
keselamatan kita dan membangun hubungan kerja yang lebih kuat antara
penegak hukum dan para warga masyarakat.
###
* Nadia S. Mohammad ialah seorang redaktur rekanan AltMuslimah.com. Anda
bisa mengikutinya lewat Twitter di @nadiasmo. Artikel ini ditulis untuk
Kantor Berita Common Ground (CGNews).
Sumber: Kantor Berita Common Ground (CGNews), 18 Mei 2012,
www.commongroundnews.org
Telah memperoleh izin publikasi.
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.