Negara Gamang Atasi Kekerasan PDF Print
Friday, 18 May 2012
Aksi kekerasan yang berlangsung di depan hidung aparat negara terus saja
terjadi. Negara gamang mengatasinya meskipun Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) berulang kali menekankan agar negara tidak boleh takluk
pada aksi kekerasan yang meresahkan rakyat.
Lebih celaka karena aparat negara hanya menonton tindakan itu, terkesan
takut bertindak tegas. Bentrok antardesa bertetangga atau antarkelompok
masyarakat terus terjadi yang mengakibatkan korban luka, meninggal
dunia,dan rusaknya rumah penduduk. Rentetan peristiwa kekerasan kian
menunjukkan negara tak berdaya. Misalnya, bentrok warga di Dusun Lamuk,
Desa Kalimanggis,Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah,
Sabtu (12/5).
Puluhan orang merusak panggung yang sedianya dipakai untuk tempat
perayaan Waisak.Kemudian Selasa (15/5) rusuh massa lagilagi terjadi di
Kota Ambon dalam perayaan Hari Pattimura yang menyebabkan 50 orang
luka-luka. Eskalasi kekerasan massa dapat memicu aksi yang lebih besar
jika polisi tidak segera meredam pemicunya. Data yang dicatat Setara
Institute berkaitan dengan kekerasan terhadap kebebasan beragama dua
tahun terakhir cukup mengagetkan.Pada 2011 terdapat 244 kasus dan pada
2010 sebanyak 117 kasus.
Belum termasuk aksi kekerasan geng motor, organisasi masyarakat
tertentu, dan tawuran pelajar. Data tersebut mengindikasikan, hampir
semua ruang publik tidak ada yang steril dari kekerasan. Rasa aman
masyarakat laksana barang mahal yang tidak mampu dibeli. Padahal, negara
memiliki aparat yang diberi tugas untuk melindungi masyarakat dari
keterancaman kekerasan.Juga ada instrumen hukum seperti KUHP (Pidana)
yang bisa dipakai polisi untuk menindak tegas pelaku kekerasan dengan
membawanya ke ruang pengadilan.
Terkesan polisi tidak berani menempuh risiko jika yang melakukan
kekerasan berbentuk "massa" atau organisasi masyarakat tertentu. Beda
jika rakyat kecil mencuri sandal, mencuri kakao, atau aksi
teroris.Polisi begitu sigap dan cekatan menangkap dan membawanya ke
pengadilan untuk dihukum.
Jaga Pluralisme
Kasus anarkisme massa,termasuk yang menekan aparat negara untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sudah masuk pada tahap
membahayakan. Eskalasinya begitu memprihatinkan dan mengancam kebinekaan
Indonesia. Kalau tidak menimbulkan kerusakan fisik bangunan atau
barang,aksi-aksi tersebut juga menimbulkan korban luka dan meninggal
dunia.Apa pun alasan dan motif yang memicunya, aksi-aksi kekerasan
tersebut termasuk tindakan barbar yang tidak boleh diberi ruang.
Di alam demokrasi saat ini segala ketidakpuasan atau kekecewaan boleh
saja diungkapkan secara terbuka.Tetapi, tidak boleh dilandasi kekerasan
yang menyebabkan pihak lain terganggu atau dirugikan. Dalih apa
pun,kekecewaan terhadap kebijakan negara tidak boleh berwujud tindakan
anarkistis. Apalagi jika dilakukan oleh sekumpulan orang yang berbentuk
massa yang rawan terprovokasi. Aksi anarkistis tidak boleh menjadi model
untuk menumpahkan segala bentuk kekecewaan ataupun aspirasi.
Tidak boleh dijadikan "model perjuangan" karena akan menghancurkan
sistem nilai dan tatanan bernegara yang selama ini dijaga untuk
merekatkan pluralisme. Memang konstitusi negara menjamin kebebasan bagi
publik untuk berserikat, berhimpun, dan menyampaikan aspirasinya di
ruang publik. Namun, harus mengacu pada norma hukum dan norma sosial
yang berlaku. Saat kekerasan terus mewarnai penyaluran aspirasi, atau
ketika ruang publik mengancam rasa aman masyarakat untuk beraktivitas
tanpa ada tindakan tegas, dipastikan negara akan kehilangan substansinya
sebagai pelindung rakyat.
Negara tidak boleh abai dari kewajibannya melindungi rakyat dari
ancaman, apalagi hanya jadi penonton karena takut berbenturan dengan
massa. Akibat tekanan ekonomi dan ketidakpastian hukum, masyarakat
semakin mudah tersulut marah dan tersinggung meski hanya persoalan
sepele.Amuk massa terjadi di mana-mana,termasuk bentrok antaraparat
keamanan dengan meniru ulah pelajar tingkat SLTP.Tak keliru jika ada
yang menuding SBY gamang menindak aksi kekerasan dengan membiarkan
polisi takluk pada tekanan ormas tertentu atau pada tekanan massa.
Sipil Bersenjata
Salah satu momok yang mengancam rasa aman masyarakat adalah masih
banyaknya warga sipil yang menguasai senjata api (senpi).Polisi gagal
mengawasi Surat Keputusan (SK) Kapolri Nomor: SKEP/ 82/II/2004 yang
memberi izin warga sipil tertentu memiliki senpi untuk kepentingan bela
diri.
Selain banyak senpi berizin yang disalahgunakan,juga memicu warga lain
yang punya watak kriminal membeli senpi secara gelap atau merakit
sendiri lantaran merasa ditoleransi oleh pemberian izin itu. Masih
banyaknya senpi beredar luas di masyarakat memunculkan ketidakpercayaan
rakyat pada kinerja aparat kepolisian.
Dalam negara hukum, seharusnya sipil tidak diizinkan memiliki senjata
api karena rawan disalahgunakan. Maka itu, alasan pemberian izin untuk
bela diri merupakan indikasi kelemahan polisi melindungi masyarakat
meskipun polisi mulai menarik senpi yang telanjur diberi izin.Tanggung
jawab polisi sebagai alat negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban
masyarakat yang ditegaskan dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 terabaikan,
kalau tidak dikatakan gagal. Menolong diri sendiri (self help) bagi
warga masyarakat dengan menggunakan senpi sudah pasti akan menimbulkan
masalah baru.
Jika warga sipil diberi peluang melawan kekerasan dengan cara kekerasan
lewat senpi,itu membiarkan terjadi kejahatan. Pemerintah tidak boleh
berdiam diri, membiarkan pemenuhan rasa aman masyarakat berjalan sendiri
tanpa ada program yang jelas dari pemimpin. Negeri ini harus dikelola
secara sistematis dan terprogram, bukan dibiarkan berjalan secara
autopilot seperti pesawat terbang. Jangan sampai rasa bosan masyarakat
berubah menjadi rasa antipati pada pemimpinnya sendiri.
Untuk menjamin ketenteraman masyarakat, izin pemilikan senpi beralasan
untuk dicabut.Tidak boleh ada warga sipil tertentu yang diberi toleransi
memiliki senpi, apalagi jatuh ke tangan yang berwatak koboi. Negara
tidak boleh gamang, apalagi takut melakukan tindakan tegas terhadap para
pelaku aksi kekerasan.Tegakkan hukum sebagaimana mestinya, tanpa pilih
kasih.
MARWAN MAS
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/495768/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.