Kamis, 17 Mei 2012

[Koran-Digital] MARWAN MAS: Negara Gamang Atasi Kekerasan

Negara Gamang Atasi Kekerasan PDF Print

Friday, 18 May 2012

Aksi kekerasan yang berlangsung di depan hidung aparat negara terus saja

terjadi. Negara gamang mengatasinya meskipun Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono (SBY) berulang kali menekankan agar negara tidak boleh takluk

pada aksi kekerasan yang meresahkan rakyat.





Lebih celaka karena aparat negara hanya menonton tindakan itu, terkesan

takut bertindak tegas. Bentrok antardesa bertetangga atau antarkelompok

masyarakat terus terjadi yang mengakibatkan korban luka, meninggal

dunia,dan rusaknya rumah penduduk. Rentetan peristiwa kekerasan kian

menunjukkan negara tak berdaya. Misalnya, bentrok warga di Dusun Lamuk,

Desa Kalimanggis,Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah,

Sabtu (12/5).



Puluhan orang merusak panggung yang sedianya dipakai untuk tempat

perayaan Waisak.Kemudian Selasa (15/5) rusuh massa lagilagi terjadi di

Kota Ambon dalam perayaan Hari Pattimura yang menyebabkan 50 orang

luka-luka. Eskalasi kekerasan massa dapat memicu aksi yang lebih besar

jika polisi tidak segera meredam pemicunya. Data yang dicatat Setara

Institute berkaitan dengan kekerasan terhadap kebebasan beragama dua

tahun terakhir cukup mengagetkan.Pada 2011 terdapat 244 kasus dan pada

2010 sebanyak 117 kasus.



Belum termasuk aksi kekerasan geng motor, organisasi masyarakat

tertentu, dan tawuran pelajar. Data tersebut mengindikasikan, hampir

semua ruang publik tidak ada yang steril dari kekerasan. Rasa aman

masyarakat laksana barang mahal yang tidak mampu dibeli. Padahal, negara

memiliki aparat yang diberi tugas untuk melindungi masyarakat dari

keterancaman kekerasan.Juga ada instrumen hukum seperti KUHP (Pidana)

yang bisa dipakai polisi untuk menindak tegas pelaku kekerasan dengan

membawanya ke ruang pengadilan.



Terkesan polisi tidak berani menempuh risiko jika yang melakukan

kekerasan berbentuk "massa" atau organisasi masyarakat tertentu. Beda

jika rakyat kecil mencuri sandal, mencuri kakao, atau aksi

teroris.Polisi begitu sigap dan cekatan menangkap dan membawanya ke

pengadilan untuk dihukum.



Jaga Pluralisme



Kasus anarkisme massa,termasuk yang menekan aparat negara untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sudah masuk pada tahap

membahayakan. Eskalasinya begitu memprihatinkan dan mengancam kebinekaan

Indonesia. Kalau tidak menimbulkan kerusakan fisik bangunan atau

barang,aksi-aksi tersebut juga menimbulkan korban luka dan meninggal

dunia.Apa pun alasan dan motif yang memicunya, aksi-aksi kekerasan

tersebut termasuk tindakan barbar yang tidak boleh diberi ruang.



Di alam demokrasi saat ini segala ketidakpuasan atau kekecewaan boleh

saja diungkapkan secara terbuka.Tetapi, tidak boleh dilandasi kekerasan

yang menyebabkan pihak lain terganggu atau dirugikan. Dalih apa

pun,kekecewaan terhadap kebijakan negara tidak boleh berwujud tindakan

anarkistis. Apalagi jika dilakukan oleh sekumpulan orang yang berbentuk

massa yang rawan terprovokasi. Aksi anarkistis tidak boleh menjadi model

untuk menumpahkan segala bentuk kekecewaan ataupun aspirasi.



Tidak boleh dijadikan "model perjuangan" karena akan menghancurkan

sistem nilai dan tatanan bernegara yang selama ini dijaga untuk

merekatkan pluralisme. Memang konstitusi negara menjamin kebebasan bagi

publik untuk berserikat, berhimpun, dan menyampaikan aspirasinya di

ruang publik. Namun, harus mengacu pada norma hukum dan norma sosial

yang berlaku. Saat kekerasan terus mewarnai penyaluran aspirasi, atau

ketika ruang publik mengancam rasa aman masyarakat untuk beraktivitas

tanpa ada tindakan tegas, dipastikan negara akan kehilangan substansinya

sebagai pelindung rakyat.



Negara tidak boleh abai dari kewajibannya melindungi rakyat dari

ancaman, apalagi hanya jadi penonton karena takut berbenturan dengan

massa. Akibat tekanan ekonomi dan ketidakpastian hukum, masyarakat

semakin mudah tersulut marah dan tersinggung meski hanya persoalan

sepele.Amuk massa terjadi di mana-mana,termasuk bentrok antaraparat

keamanan dengan meniru ulah pelajar tingkat SLTP.Tak keliru jika ada

yang menuding SBY gamang menindak aksi kekerasan dengan membiarkan

polisi takluk pada tekanan ormas tertentu atau pada tekanan massa.



Sipil Bersenjata



Salah satu momok yang mengancam rasa aman masyarakat adalah masih

banyaknya warga sipil yang menguasai senjata api (senpi).Polisi gagal

mengawasi Surat Keputusan (SK) Kapolri Nomor: SKEP/ 82/II/2004 yang

memberi izin warga sipil tertentu memiliki senpi untuk kepentingan bela

diri.



Selain banyak senpi berizin yang disalahgunakan,juga memicu warga lain

yang punya watak kriminal membeli senpi secara gelap atau merakit

sendiri lantaran merasa ditoleransi oleh pemberian izin itu. Masih

banyaknya senpi beredar luas di masyarakat memunculkan ketidakpercayaan

rakyat pada kinerja aparat kepolisian.



Dalam negara hukum, seharusnya sipil tidak diizinkan memiliki senjata

api karena rawan disalahgunakan. Maka itu, alasan pemberian izin untuk

bela diri merupakan indikasi kelemahan polisi melindungi masyarakat

meskipun polisi mulai menarik senpi yang telanjur diberi izin.Tanggung

jawab polisi sebagai alat negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban

masyarakat yang ditegaskan dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 terabaikan,

kalau tidak dikatakan gagal. Menolong diri sendiri (self help) bagi

warga masyarakat dengan menggunakan senpi sudah pasti akan menimbulkan

masalah baru.



Jika warga sipil diberi peluang melawan kekerasan dengan cara kekerasan

lewat senpi,itu membiarkan terjadi kejahatan. Pemerintah tidak boleh

berdiam diri, membiarkan pemenuhan rasa aman masyarakat berjalan sendiri

tanpa ada program yang jelas dari pemimpin. Negeri ini harus dikelola

secara sistematis dan terprogram, bukan dibiarkan berjalan secara

autopilot seperti pesawat terbang. Jangan sampai rasa bosan masyarakat

berubah menjadi rasa antipati pada pemimpinnya sendiri.



Untuk menjamin ketenteraman masyarakat, izin pemilikan senpi beralasan

untuk dicabut.Tidak boleh ada warga sipil tertentu yang diberi toleransi

memiliki senpi, apalagi jatuh ke tangan yang berwatak koboi. Negara

tidak boleh gamang, apalagi takut melakukan tindakan tegas terhadap para

pelaku aksi kekerasan.Tegakkan hukum sebagaimana mestinya, tanpa pilih

kasih.



MARWAN MAS

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/495768/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.