Secangkir Kopi di Kampoeng Aer PDF Print
Monday, 21 May 2012
Hari menjelang petang saat matahari secara pelan beranjak ke peraduan.
Warnanya yang jingga memenuhi langit di ufuk barat. Angin semilir
menerpa dedaunan di pinggir Sungai Cisadane.
Pada saat itu,beberapa orang dewasa dan anak-anak menekuni pancing di
depan mereka menunggu ikan memakan umpan. Saat itu, secangkir kopi Illy
menjadi pelengkap yang sungguh nikmat. Secangkir kopi tersebut bisa
menjadi pembuka maupun penutup makan yang pilihannya pun cukup banyak di
restoran Kampoeng Aer itu. Jadilah "wisata kuliner" tersebut menjadi
piknik yang sungguh menyegarkan dan memberikan keseimbangan hidup
setelah penat bekerja seharian.
Suasana seperti itu layaknya kita peroleh di suatu resor yang jauh dari
kebisingan kota. Suasana seperti itulah yang dewasa ini dikejar orang.
Mereka siap bersusah payah menembus kemacetan Jakarta– Puncak maupun
padatnya kendaraan Ciawi–Sukabumi demi menikmati suasana semacam itu di
Pancawati atau Cimande. Suasana seperti itu pulalah yang banyak dikejar
orang di Ubud, Gili Terawangan, dan Pantai Senggigi, Lombok maupun di
Pondok Mang Engking di Yogyakarta.
Namun suasana yang saya gambarkan pada awal cerita ini bukanlah suasana
yang harus dikejar jauh-jauh dan berlelah- lelah keluar kota
metropolitan Jakarta. Suasana seperti ini dewasa ini mulai banyak
ditawarkan di daerahdaerah permukiman baru seperti Bintaro dan Serpong.
Kampoeng Aer yang menjadi latar belakang tulisan ini adalah sebuah
restoran yang terletak di kawasan Serpong, di sisi timur dari Sungai
Cisadane yang melewati kawasan tersebut.
Restoran tersebut terletak tidak lebih dari setengah kilometer dari
Jalan Raya Serpong yang sering kali sangat padat. Terletak di sisi jalan
Gading Golf Boulevard yang menghubungkan Jalan Raya Serpong dengan
kawasan Summarecon, sangat dekat dengan area permukiman baru BSD, Alam
Sutera maupun kawasan Summarecon Serpong sendiri. Terletak di hamparan
yang cukup luas, sekitar 5 hektare, Kampoeng Aer sungguh menjadi oase
bagi keluarga, dari anak yang masih belajar berjalan sampai dengan orang
tua di kursi roda.
Sungguh suasana itulah yang saat ini bisa kita saksikan sehari-hari,
tetapi terutama di hari Sabtu atau Minggu. Kampoeng Aer,yang belum genap
setahun berdiri di tempat itu, merupakan penerus dari restoran Kampoeng
Aer yang dulunya terletak di belakang restoran Bandar Jakarta di kawasan
Flavor Bliss, Alam Sutera. Kawasan Flavor Bliss yang dewasa ini sangat
penuh dengan restoran dan menjadi daerah ramai tersebut tampaknya
menjadi semakin tidak cocok dengan suasana yang ingin digambarkan dengan
nama Kampoeng Aer.
Oleh karena itu di tempat yang baru, Kampoeng Aer sungguh ingin
ditampilkan agar mencerminkan secara penuh suasana kampung semacam itu.
Dewasa ini para pelanggan Kampoeng Aer memiliki pilihan untuk menikmati
makan mereka di banyak saung yang sudah dibangun di tempat tersebut
dengan mengandalkan udara segar yang memang cukup kaya di tempat itu, di
bawah kerindangan pohon jati di pinggir kolam atau di ruang yang
tertutup tetapi masih tetap menyisakan pemandangan dari jendela, bahkan
juga dengan kemungkinan untuk berkaraoke.
Para tamu juga dapat duduk di beranda utama yang menghadap ke kolam ikan
dengan latar belakang kerimbunan pohon-pohon pisang di pinggir Sungai
Cisadane. Di semua tempat tersebut kita tetap dapat menikmati secangkir
kopi Illy, yang banyak disajikan di hotel maupun daerah wisata Italia,
Swiss maupun daerah Eropa lainnya. Dengan mengamati banyak tamu yang
datang di tempat tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan yang cepat
bahwa tampaknya keberadaan Kampoeng Aer sungguh melengkapi kebutuhan
gaya hidup dari kelas menengah dewasa ini.
Kelas menengah tersebut memiliki pendapatan yang cukup tinggi dan bahkan
mengalami peningkatan terus- menerus setiap tahunnya. Jadilah kelompok
ini memiliki kemampuan untuk menikmatinya sebagai upaya untuk mencari
keseimbangan hidup. Itulah sebabnya kita bisa melihat tempat-tempat
minum kopi seperti Starbucks dewasa ini menjadi tempat yang begitu
banyak dikunjungi masyarakat kelas menengah.
Itulah pula mengapa jumlah gerai Starbucks saat ini sudah mencapai lebih
dari 125 toko di seluruh Indonesia dengan kecepatan pertumbuhan sangat
tinggi. Kita juga melihat berkembangnya Coffee Beans maupun Kopitiam
yang menjadi pesaing utama Starbucks di berbagai tempat di Indonesia.
Namun peluang ini pun mulai dimanfaatkan oleh jaringan tempat kopi lokal
seperti Exelso,Kopi Luwak,Kafe Bangawan Solo, dan Bale Kopi di Kampoeng
Aer tersebut.
Jika tempat-tempat minum kopi tersebut umumnya berada di tempat
keramaian seperti mal,kompleks pertokoan maupun di jalan raya utama,maka
suasana yang lebih hening mulai dicari orang. Itulah sebabnya kita
melihat berkembangnya restoran yang berbau resor seperti Rumah Kayu di
daerah Serpong maupun juga Telaga Sampireun di daerah Bintaro. Dengan
munculnya Kampoeng Aer dengan kawasan yang sangat luas di dalamnya,
pilihan masyarakat untuk mencari makanan dengan suasana hening semacam
itu menjadi semakin lengkap.
Di Kampoeng Aer tersebut saya menyaksikan satu keluarga besar berkumpul
di mana kakek nenek berkumpul dengan anak-anak yang telah melahirkan
cucu-cucu menikmati suasana saung di tempat tersebut. Bahkan karena
terdapatnya kursi santai di tiap saung, banyak keluarga tersebut
berleyeh-leyeh sambil menikmati anak-anak dan cucu mereka bermain di
lapangan, main ayunan,bermain mobil-mobilan yang sungguh kampungan
sebagaimana layaknya kita dapati di tempo dulu maupun bermain egrang
yang mulai banyak dilakukan oleh anak-anak dan kaum dewasa.
Hari Sabtu pekan lalu, saya menyaksikan kehadiran dua bus pariwisata di
Kampoeng Aer yang ternyata membawa rombongan penerima beasiswa Djarum
Foundation.Para siswa terbaik dari seluruh Indonesia tersebut pada
akhirnya memiliki pengalaman langsung untuk menikmati sisi lain dari
Jakarta, yang bahkan mungkin juga tidak dapat mereka dapatkan di tempat
mereka sendiri.
Saya juga menyaksikan di saung yang besar suatu reuni dari anak-anak SMA
Nusantara Tangerang yang dewasa ini mulai beranak cucu pula. Pada
akhirnya kita sungguh beruntung bahwa di tengah hiruk-pikuk kemacetan di
Kota Jakarta, kita masih memiliki kesempatan untuk melepaskan lelah di
daerah yang ternyata berada tidak jauh dari tempat kita bermukim.
CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO Pengamat Ekonomi
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/496583/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.