Menguji Materi UU Pemilu PDF Print
Thursday, 17 May 2012
Persetujuan bersama pemerintah dan DPR atas Undang-Undang Pemilu Anggota
DPR,DPD,dan DPRD telah mendekatkan bangsa Indonesia kepada perbaikan
kualitas sistem, pelaku, dan perilaku politik kita.
Meskipun substansi danrumusannya tidak sempurna,
UUPemiluinilebihbaikdaripada undang-undang sebelumnya sehingga diyakini
pelaksanaan Pemilu 2014 pun akan lebih baik. Sebagian orang menilai
sebaliknya. UU Pemilu dianggap tidak mampu mendorong penyederhanaan
parpol seperti ditulis Jeffrie Geovanie di harian ini
(SINDO,17/4).Alasannya ambang batas parlemen sebesar 3,5% dinilai
terlalu rendah sehingga akan terlalu banyak parpol yang mampu
mengumpulkan suara dan duduk di parlemen. Sebaliknya, pemimpin beberapa
partai dan pengamat politik justru berpendapat lain.
Mereka menilai ambang batas 3,5% yang tercantum dalam Pasal 208 UU
Pemilu adalah terlalu tinggi. Selain itu, karena diterapkan secara
nasional,itu dianggap mematikan potensi lokal dan keragaman pendapat
antardaerah. Materi lain yang diuji masyarakat adalah soal status partai
politik sebagai peserta pemilu. Dalam Pasal 8 ayat 1 UU Pemilu
dinyatakan: "Partai politik peserta pemilu pada pemilu terakhir yang
memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara
nasional ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu pada pemilu
berikutnya".
Sejujurnya ambang batas parlemen yang idealadalah nol persen. Sebab
tidak boleh ada suara rakyat (pemilih) yang tidak dapat dikonversi
menjadi kursi DPR/DPRD hanya karena jumlah total perolehan suara sah
secara nasional suatu peserta pemilu tidak mencapai besaran tertentu.
Apalagi, pemilu kita menganut sistem proporsional terbuka. Jika ada
ambang batas, akan terdapat sejumlah suara pemilih yang tidak dapat
dikonversi menjadi kursi DPR/ DPRD sehingga kesamaan kedudukan setiap
warga negara menjadi terabaikan.
Semakin tinggi angka ambang batas, semakin banyak warga negara yang
terdiskriminasi. Selain itu, ambang batas parlemen juga akan
mengakibatkan ada selisih persentase perolehan suara dengan persentase
perolehan kursi DPR/DPRD. Jumlahnya akan semakin besar dengan
meningkatnya angka ambang batas. Halini berarti akan meningkatkan
disproporsionalitas atau ketidaksesuaian dan ketidaksamaan antarpeserta
pemilu dan antarwarga negara. Ambang batas nol persen juga dapat
dimaknai sebagai upaya menjaga prinsip Bhinneka Tunggal Ika: walau
berbeda-beda, bersatu jua.
Semua golongan, suku, dan latar belakang diwadahi dalam pemilu secara
setara dan adil. N a mu n , bagaimanapun penetapan ambang batas parlemen
berada di ruang politik, bukan akademis-ilmiahnormatif. Ada kompromi dan
akomodasi terhadap semuaperbedaan pendapat.Apalagi dapat dipahami ambang
batas parlemen 3,5% dinilai sebagai ikhtiar mencegah terbentuknya
pemerintahan yang tidak didukung oleh parlemen terkait syarat pengajuan
bakal calon presiden/ wapres oleh partai atau gabungan partai. Namun,
Mahkamah Konstitusi kiranya dapat mengambil putusan terbaik ketika ada
warga negara yang menguji materi ambang batas parlemen.
Pemberlakuannya secara nasional hingga ke tingkat DPRD adalah wujud
sebagai negara kesatuan hukum. Prinsip negara hukum dalam negara
kesatuan itu pula yang mendasari pilihan untuk memakai satu aturan
ambang batas parlemen yang berlaku nasional. Pilihan pemberlakuan ambang
batas berjenjang seperti PT nasional 3,5%, PT untuk DPRD provinsi 4%,
dan seterusnya, akan menghadirkan ketidakseragaman yang tidak dikenal
dalam prinsip negara kesatuan.
Efektivitas
Namun, saya sependapat dengan Jeffrie bahwa efektivitas kerja di
parlemen dan pemerintahan harus ditingkatkan. Namun, caranya tidaklah
dengan menetapkan angka PT yang sangat tinggi. Itu sama saja dengan
menghanguskan jutaan suara rakyat, padahal PT 2,5% saja telah
menghanguskan sekitar 19 juta suara pemilih. Upaya penguatan parlemen
yang lebih baik adalah dengan perubahan syarat pembentukan fraksi.
Saat ini setiap partai yang lolos ke parlemen dapat membentuk fraksi (UU
No 27/2009 Pasal 80 ayat 4).Ide saya adalah meningkatkanpersyaratan
jumlah kursi minimal semisal 150 kursi.Saya rasa bukan ide yang buruk
jika DPR nanti hanya terdiri atas tiga fraksi yakni fraksi pendukung
pemerintah, fraksi oposisi,dan fraksi poros tengah (swing faction).
Sudah tentu akan terjadi prokontra, namun kehendak untuk mengurangi
jumlah fraksi dan menambah anggota tiap fraksi adalah
keniscayaanuntukmengefektifkan kerja parlemen. Dengan demikian, pada
satu sisi tujuan representasi rakyat tetap terpenuhi karena mereka yang
terpilih dapat duduk di DPR/DPRD, namun pada sisi lain tujuan penguatan
parlemen dan nanti pemerintahan juga dapat tercapai karena keputusan
diambil secara lebih mudah dan didukung fraksi-fraksi beranggota banyak.
Aspirasi rakyat dan partai juga tidak hilang karena dapat disampaikan
dalam rapat- rapat pleno fraksi masingmasing. Namun, begitu fraksi telah
memutuskan, seluruh anggota fraksi yang bisa jadi dari beberapa partai
tersebut harus kompak. Di samping itu, perlu pula restrukturisasi komisi
dan alat kelengkapan DPR. Jumlah komisi cukup tiga yang disesuaikan
dengan fungsi-fungsi parlemen yakni komisi legislasi, komisi anggaran,
dan komisi pengawasan. Pada tiap-tiap komisi dibentuk subkomisi sesuai
bidang pembangunan seperti subkomisi pertahanan, subkomisi keamanan,
subkomisi hukum, dan sebagainya.
Untuk itu, semua perlu dilakukan perubahan UU No 27/2009. Namun,upaya
pembentukan pemerintahan yang kuat juga harus dilengkapi dengan
perbaikan UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Kita bahkan perlu
mempertimbangkan ada UU Lembaga Kepresidenan karena presiden adalah
satu-satunya lembaga negara yang belum diatur dengan undang-undang
tersendiri. Di samping itu, kapabilitas, integritas, visi misi, program
kerja, dan determinasi seorang presiden menentukan pencapaian suatu
pemerintahan.
Mengenai Pasal 8 ayat 1 soal lolosnya partai peserta pemilu yang
mencapai ambang batas parlemen pada Pemilu 2009 sebagai peserta pemilu
2014 adalah karena kenyataan mereka telah dipilih oleh sekurangkurangnya
2,5% suara sah secara nasional. Jumlah sebesar itu tidak mungkin
diperoleh jika partai-partai tersebut tidak mengakar, memiliki
kepengurusan dan simpatisan di seluruh wilayah Indonesia.
Demi menghormati suara rakyat dan kedaulatan pemilih serta
efisiensianggarannegara, sembilan partai tersebut diloloskan.Andai pun
diverifikasi ulang,mereka tetap lolos. Lebih baik biaya triliunan rupiah
dialokasikan bagi rakyat miskin,pembangunan infrastruktur perdesaan,dan
pengembangan ekonomi umat. (bersambung) ●
AHMAD YANI SH MH
Wakil Ketua FPPP DPR RI/Mantan Anggota Pansus RUU Pemilu
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/495349/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.