Rabu, 23 Mei 2012

[Koran-Digital] ARIS ANANTA: Ukuran Kekayaan Nasional

Ukuran Kekayaan Nasional PDF Print

Thursday, 24 May 2012

Pasar keuangan dunia, termasuk Asia Tenggara, guncang lagi. Akankah

pasar keuangan dunia jatuh drastis lagi seperti pada 2009? Kita ingat

bahwa krisis global pada 2009 segera secara cepat menjalar ke seluruh

dunia garagara bangkrutnya Lehman Brothers di Amerika Serikat.



Kini ada kemungkinan pemerintah Yunani akan bangkrut, dan diikuti dengan

kebangkrutan negara lain seperti Spanyol, Italia, dan Portugal.

Kebangkrutan empat negara ini dapat mengguncang perekonomian Eropa yang

kemudian berdampak pada perekonomian dunia. Kalau pada 2009 Indonesia

dapat menghindar dari dampak yang luar biasa dari krisis global, akankah

Indonesia mampu mengulangi prestasi ini?



Pada 2009, ketika banyak negara mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi

yang dahsyat, bahkan banyak yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif,

pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya menurun sedikit,masih mencapai

4,5%.Kalau krisis global (yang kedua, setelah yang pertama pada 2009)

benar-benar terjadi tahun ini, bisakah pertumbuhan ekonomi dipertahankan

pada 4,5% atau bahkan lebih?



Namun, tulisan ini tidak akan membahas berapa persen pertumbuhan ekonomi

Indonesia kalau krisis global kedua benar-benar terjadi. Ada hal yang

jauh lebih penting untuk diperhatikan dalam memahami perekonomian

Indonesia: benarkah pertumbuhan ekonomi pengukur utama pembangunan

ekonomi kita? Saat ini sudah makin banyak ekonom di dunia yang merasakan

kekecewaan pada pertumbuhan ekonomi sebagai pengukur utama pembangunan

ekonomi.



Para ekonom dunia seperti Joseph Stiglitz,Amartya Sen, dan Jean-Paui

Fitoussi pada 2009 telah menghasilkan laporan yang menyarankan

alternatif pengukuran pembangunan ekonomi—bukan dengan pertumbuhan

ekonomi. OECD (organisasi ekonomi negara kaya),yang dibentuk pada 1961

dengan tujuan melanggengkan pertumbuhan ekonomi di negara anggota

mereka,pun sejak 2010 telah menggunakan 11 indikator,bukan hanya

pertumbuhan ekonomi, untuk mengukur kemajuan perekonomian mereka.



Bulan depan,Juni 2012,Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan

menyelenggarakan konferensi mengenai Pembangunan yang Berkelanjutan

(Sustainable Development) di Rio de Janeiro, Brasilia. Pada konferensi

yang juga disebut dengan Rio+20 Conference pada 2012 akan disampaikan

hasil penelitian mengenai kekayaan nasional yang inklusif (inclusive

wealth).



Dalam laporan ini diperlihatkan ketidakpuasan para penulis terhadap

indikator konvensional seperti produksi domestik bruto (gross domestic

product) yang hanya melihat sisi produksi. Produk domestik bruto

merupakan pengukuran jangka pendek. Mungkin saja suatu saat pendapatan

tinggi, tetapi tidak berkelanjutan. Karena itu,mereka menyatakan

perlunya mengukur kekayaan suatu negara, bukan sekadar pendapatan.



Mereka memberi contoh, ada negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi,

tetapi sumber daya alamnya habis dengan cepat.Kalau kita mengukur

keberhasilan pembangunan ekonomi dengan kekayaan, negara itu tidak perlu

berbangga dengan pertumbuhan ekonominya yang tinggi karena kekayaan

mereka (dalam hal ini sumber daya alam) habis dengan cepat. Banyak

negara, termasuk Indonesia,yang bangga dengan sumber daya alam mereka.



Mereka "pasarkan" sumber daya alam itu ke pasar dunia agar menarik

investasi di sumber daya alam. Akibatnya, investasi asing meningkat luar

biasa. Ekspor sumber daya alam meningkat dengan amat cepat.Pertumbuhan

ekonomi melaju. Sialnya, suatu saat, sumber daya alam itu habis,dan

masyarakat di negara itu tidak dapat lagi menikmati sumber daya alam

yang berlimpah karena telah habis diekspor.



Di pihak lain, pengukuran kekayaan memperhatikan apa yang terjadi

sekarang dan masa mendatang.Pembangunan ekonomi bukan mempercepat

pertumbuhan ekonomi masa kini tanpa memperhatikan apa yang terjadi di

masa depan, untuk generasi anakcucu- cicit. Dalam laporan yang sedang

disiapkanuntukkonferensiPBB pada Juni itu terdapat empat macam modal

untuk mengukur kekayaan.



Pertama,modal alam, yang mencakup semua sumber daya alam,tanah,dan

lingkungan. Kedua, modal konvensional, yaitu modal yang diproduksi

seperti bangunan dan mesin. Ketiga, modal manusia, yang terdiri atas

berbagai hal seperti pendidikan dan kesehatan.Keempat, modal sosial yang

mencakup berbagai hal seperti kelembagaan dan jaringan kerja.



Empat modal tersebut harus diukur untuk mengetahui kekayaan suatu

daerah/negara. Untuk mengukur keberhasilan pembangunan, statistik

kekayaan per kapita harus digunakan untuk mengganti statistik pendapatan

per kapita; dan kenaikan kekayaan menjadi pengganti pertumbuhan ekonomi.

Laporantersebutakanmenggambarkan jumlah dan perubahan kekayaan 20 negara

di dunia,yang mencakup 72% dari seluruh pendapatan nasional di dunia dan

56% penduduk dunia selama19 tahun.



Brasil dan India, sebagai contoh,mengalami pertumbuhan ekonomi yang

cepat, tetapi dengan biaya yang besar pula selama 1990–2008. Pada masa

itu modal alam menurun dengan 25% di Brasil dan 31% di India. Indonesia

belum termasuk negara yang dibahas dalam laporan tersebut.Ada baiknya,

Indonesia mengambil inisiatif untuk segera menghitung kekayaan Indonesia

pada tingkat nasional, provinsi, dan kota/ kabupaten. Statistik ini

dapat digunakan untuk pengganti pendapatan nasional.



Dengan kata lain,kemajuan pembangunan Indonesia diukur dengan

peningkatan kekayaan dan kekayaan per kapita, bukan pertumbuhan

pendapatan dan pendapatan per kapita. Selanjutnya, dalam usaha

mengurangi dampak negatif krisis global kedua yang mungkin terjadi,

Indonesia tidak perlu berfokus pada pertumbuhan pendapatan nasional.

Sebaliknya, Indonesia sebaiknya menitikberatkan pada peningkatan

kekayaan (yang diukur dengan empat modal tadi).



Krisis keuangan dan ekonomi dunia ini justru dapat digunakan sebagai

momentum yang tepat untuk mengganti pengukuran pembangunan ekonomi di

Indonesia. Pergantian pengukuran ini juga berarti pergantian kebijakan

pembangunan ke arah pembangunan yang berkelanjutan. Kita tidak perlu

kaget dan marah kalau dengan statistik kekayaan ini ternyata pembangunan

Indonesia tidak sehebat yang dibayangkan dengan statistik pendapatan

nasional.



Kita memang sedih, tetapi statistik ini akan lebih mampu memperlihatkan

apa yang telah terjadi sehingga perekonomian Indonesia dapat maju secara

berkelanjutan.● ARIS ANANTA Ekonom-Demografer





http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/497506/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.