Selasa, 22 Mei 2012

[Koran-Digital] THOMAS KOTEN: Kontroversi Konser Lady Gaga

Kontroversi Konser Lady Gaga

THOMAS KOTEN Direktur Social Development Center



Lady Gaga tengah menjadi pusat pembicaraan ha ngat di Indonesia. Ini ter

kait dengan penolakan Polda Metro Jaya atas rencana konser perempuan

yang bernama asli Stefani Joanne Angelina Germanotta itu di Stadion

Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 3 Juni nanti.



Persoalan yang diperdebatkan adalah mengapa polisi bersikukuh menolak

konser yang disebut akan menjadi terbesar di Asia tersebut? Dan, mengapa

hanya konser Lady Gaga yang dilarang, sedangkan konser lain seperti Katy

Perry diperbolehkan? Juga mengapa banyak pihak beserta sejumlah ormas,

seperti Front Pembela Islam (FPI) dan beberapa fraksi di DPR ikut

melarangnya?

Polda Metro Jaya, secara spesifik membeberkan alasan penolakan konser

bertajuk `The Born This Way Ball' ini didasarkan pada pertimbangan

keamanan dan pertentangan dengan budaya Indonesia, karena sang penyanyi

kerap mempertontonkan erotisme dan menunjukkan simbol pemujaan terhadap

setan.



Pertanyaan pihak yang kurang setuju dengan pelarangan itu, apakah

sedemikian gawatnya sehingga berpotensi menimbulkan gangguan keamanan

atau kesusilaan? Atau, benarkah Lady Gaga sedemikian tidak bermoral

sehingga bertentangan dengan nilai agama dan budaya ketimuran yang

menjunjung moralitas, etika, dan sopan santun?

Ancaman budaya dan darurat moral Mempersoalkan konser Lady Gaga di Tanah

Air, seperti penolakan pihak keamanan, sungguh bisa dimengerti.

Itu sejauh kita mengerti mengapa penolakan itu harus dilancarkan karena

di satu sisi, pementasan seperti itu sungguh menohok budaya ketimuran

nan luhur, serta norma-norma agama yang kita pelihara dengan susah payah.



Okelah, pelarangan konser Lady Gaga dianggap kontras dengan peradaban

modern di era globalisasi yang mengagungkan kebebasan berekspresi dan

melabrak hak asasi manusia secara pribadi dan kelompok dalam

beraktivitas. Apala gi, tidak menyebut analisis persoalan potensial yang

memaksa polisi mengambil sikap supertegas di luar kebiasaan.



Lebih jauh, pelarangan itu dinilai kelewatan, mengingat belum ada

batasanbatasan yang jelas menyangkut ketidaksesuaian dengan budaya luhur

atau norma-norma moral dan agama. Karena polisi terkesan masih memilah

antara peraga yang satu dan peraga yang lain. Karena jika Lady Gaga

dianggap mengumbar erotisme yang tidak sesuai dengan budaya luhur

bangsa, harus ada ukuran yang jelas ketidaksesuaian itu. Maka, rumusan

itu berlaku untuk setiap peraga baik lokal, nasional, maupun internasional.



Mengingat, jika yang dipersoalkan adalah menyangkut penampilan

erotismenya, di Indonesia banyak penyanyi dangdut yang biasa pentas di

daerah dan ruang-ruang terbuka yang penampilannya jauh lebih erotis dan

mengundang syahwat. Kalaupun yang dipersoalkan adalah sisi lirik yang

bertentangan dengan nilai-nilai agama, bukankah banyak lirik lagu musisi

cadas dunia yang pernah tampil di Tanan Air punya lirik yang lebih

parah? Jadi, pelarangan konser Lady Gaga dinilai subjektif dan hanya

tunduk pada tekanan sejumlah pihak.



Tetapi, sesungguhnya pelarangan itu dapat dibenarkan jika dilihat dari

sisi perbaikan moral bangsa, dan dalam usaha untuk tetap mempertahankan

nilai-nilai budaya luhur dan norma-norma agama yang kini sudah

benar-benar terkikis. Okelah, banyak lirik lagu yang jauh lebih parah

daripada lirik lagu milik Lady Gaga. Juga banyak konser dangdut dan

konser-konser lain yang banyak mengumbar erotisme.



Namun, itu tidak berarti kita tetap membiarkan konser-konser seperti itu

terus tumbuh subur di negeri ini kalau itu memang benar-benar

bertentangan dengan budaya luhur dan nilai-nilai agama kita? Harus

diingat bahwa sudah terlalu banyak budaya luhur kita dirusak oleh

masuknya budaya asing yang kurang terkontrol dan disikapi dengan baik.



Jika konser ala Lady Gaga dibiarkan terjadi, bukan tidak mungkin muncul

lagi konser-konser lain yang lebih berani mengumbar erotisme di hadapan

publik bangsa ini, dengan lirik-lirik lagu yang lebih tidak patut. Itu

tidak boleh terjadi karena membuat kesan pemerintah melegalisasi dan

melegitimasi berbagai aksi erotisme di negeri ini. Bisa dibayangkan apa

jadinya jika pemerintah yang bertanggung jawab menjaga moral bangsa,

kemudian malah semakin longgar dengan merestui konser-konser yang

nyata-nyata mengancam budaya luhur kita.



Jika moral bangsa kita semakin hancur. Korupsi, suap, pornografi,

pornoaksi, seks bebas yang mencederai lembaga perkawinan, sungguh telah

merajalela dan semakin tak terbendung. Lalu, apakah dengan demikian,

kita semakin longgar dan terus membuka pintu untuk membiarkan moral

bangsa bertambah hancur di negeri ini, tanpa upaya sekecil apa pun untuk

mencegahnya?

Secara komersial, benar bahwa konser Lady Gaga menyajikan keuntungan

besar. Tetapi, bisa tanpa disadari daya rusaknya terhadap moral bangsa

untuk jangka panjang jauh lebih besar. Khususnya, bagi generasi muda,

tentu sangat riskan jika segala konser yang bertentangan dengan budaya

luhur dan norma-norma agama dibiarkan terus beraksi di ruang-ruang

publik bangsa ini.

Ujian bagi pemerintah Karena itu, meski pelarangan pihak keamanan itu

mengandung sisi negatifnya, ada nilai positif yang mesti dijunjung

tinggi dan dihormati. Lebih dari sekadar perdebatan soal moralitas, dan

nilai-nilai agama dan budaya yang luhur negeri ini, apa yang ada di

balik kontroversi konser Lady Gaga adalah batu ujian bagi pemerintah

tentang sikapnya sebagai penanggung jawab langgengnya moral bangsa dan

lahirnya generasi muda, yang tidak kebablasan dalam berperilaku.



Mungkin pengaruh negatif konser Lady Gaga tidaklah banyak untuk saat

ini, tetapi itu tidak bisa dianggap sepele.

Perlu dicatat bahwa kerusakan moral bangsa ini sudah sangat parah dan

jangan diperparah lagi, dengan membiarkan pintu-pintu kerusakan moral

bangsa dan budaya terbuka lebar, sehingga kebobrokan kian tidak

terkendalikan.



http://republika.pressmart.com/PUBLICATIONS/RP/RP/2012/05/23/ArticleHtmls/Kontroversi-Konser-Lady-Gaga-23052012004021.shtml?Mode=1



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.