Senin, 21 Mei 2012

[Koran-Digital] Wahyu Ichsan : 20 MEI Hari Kebangkitan untuk Siapa?

20 MEI Hari Kebangkitan untuk Siapa?





Tambang Papua yang telah dikeruk untuk negara asing



Senin, 21 Mei 2012



Oleh: Wahyu Ichsan



PERINGATAN hari kebangkitan nasional sudah menjadi rutinitas yang sering

kita lakukan pada 20 Mei setiap tahunnya. Seperti biasa, rutinitas ini

diisi dengan acara yang formalitas tanpa ruh, plus pidato basa-basi

tentang kebangkitan. Kalau dihitung-hitung sejak berdirinya Boedi Oetomo

(20 Mei 1908) hingga saat ini berarti sudah 104 tahun berlalu.

Pertanyaannya, sudahkah kita bangkit?



Alih-alih bangkit, kehidupan dan nasib rakyat malah semakin terpuruk. Di

saat yang sama para pejabat berlaku hidup mewah dan menghambur-hamburkan

uang Negara, sehingga korupsi menjadi aktivitas yang biasa dilakukan

oleh pejabat negeri ini. Karena itu, tidak aneh kalau begitu banyak

julukan 'hitam' untuk negeri.



Ada yang mengatakan the failed state (negara gagal), the vampire state

(negara drakula penghisap darah rakyat), the envelope country (Negara

amplop), negeri sejuta markus dan julukan-julukan menyedihkan lainnya.



Secara emosional kita tentu marah dijuluki demikian, tapi fakta memang

menunjukkan demikian. Kasus terakhir lihatlah kejahatan wisma atlet yang

terus menjadi bola liar dan menyentuh pejabat pejabat teras negeri ini.

Demikian juga kasus Century yang sangat sistematis. Bahkan hampir

melibatkan seluruh penegak hukum; mulai dari kepolisian, kehakiman,

jaksa, hingga pengacara.



Secara ekonomi, Pemerintah boleh saja mengklaim angka pertumbuhan

ekonomi tinggi, neraca perdagangan positif, rupiah menguat, ekspor

meningkat, pengangguran berkurang, dan sejumlah klaim lainnya. Namun,

lihatlah realita sesungguhnya ditengah-tengah masyarakat. Kemiskinan di

mana-mana tumbuh meningkat. Banyak rakyat yang hidup tak layak, bahkan

untuk makanpun susah. Busung lapar terjadi di beberapa tempat. Biaya

kesehatan makin meningkat tidak terjangkau. Rakyat kecil harus bisa

menahan rasa sakit karena tak mampu berobat. Pendidikan pun semakin

mahal sekaligus tidak bermutu dan tidak menjamin seseorang meraih

pekerjaan apalagi gaji yang layak.



Bukti kongkrit kondisi ini, lihatlah di jalan-jalan. Anak-anak jalanan

dan pengemis semakin subur. Jumlah orang gila di jalanan makin bertambah

karena tidak mampu menahan beban hidup yang berat dan kompleks.

Masyarakat kita menjadi masyarakat yang sakit. Tidak sekali dua kali

kita mendengar dan menyaksikan ibu membunuh anaknya, suami membakar

istrinya, anak membunuh orang tuanya. Semuanya berpangkal pada kesulitan

hidup.



Kesenjanganpun semakin menjadi-jadi. Saat orang miskin kesulitan makan

untuk sehari-sehari, pedagang mendapat lima ribu rupiah saja sulit,

pemimpin negeri ini dengan teganya mempertontonkan kekayaannya dengan

acara pernikahan putra bungsunya yang super mewah mencapai miliaran

rupiah; ada yang dengan tega mempertontonkan korupsinya hingga miliaran

rupiah. Para pejabat dan politisi pun memamerkan kerakusannya dengan

biaya anggaran selangit.



Data menyedihkan



Lihat dunia pendidikan kita, hanya 11% siswa SMU yang melanjutkan ke

Perguruan Tinggi (APTISI, 2000). Angka pengangguran bertambah menjadi

113,74 juta orang, dan angka "setengah" menganggur adalah 59% penduduk

Indonesia (Data BPS, 2009). Komnas perlindungan anak pun merilis pada

tahun 2007 sekitar 11,7 juta anak putus sekolah, dan lebih mengejutkan

ketika KPI juga merilis laporan pada tahun 2008 pada anak-anak sekolah

menengah pertama (SMP) bahwa 97% di antaranya mengaku pernah menonton

film porno, dan 93,7% remaja SMP mengaku pernah berciuman serta happy

petting alias bercumbu berat, dan lebih mengejutkan 62,7% remaja SMP

mengaku sudah tidak perawan lagi. Mungkin angka ini bisa bertambah lebih

banyak lagi jika semuanya mengaku.



Lembaga Demografi UI juga menyatakan bahwa 58,36 juta dari 111,47 juta

(52,3%) angkatan kerja Indonesia hanya berpendidikan SD, sekitar 19,91%

pendidikan setingkat SMP, 20,7% setingkat SMA, dan hanya 5,05% Perguruan

Tinggi. Senada denga itu laporan ADB atas pendidikan di Indonesia juga

menunjukkan hal serupa yaitu hanya 46,8% siswa yang mampu menyelesaikan

wajib pendidikan 9 tahun.



Belum lagi fakta miris yang menujukkan bahwa negeri muslim terbesar ini

justru sangat parah dalam hal aborsi, sekitar 2.6 juta balita diaborsi

setiap tahunnya. Selain itu, Indonesia menempati urutan pertama dalam

penularan HIV/AIDS di Asia Tenggara. Data Kementerian Kesehatan per Juni

2011 menunjukkan bahwa pengidap AID 93.000 orang.

Tidak hanya itu, korupsi yang menjadi momok yang tidak pernah selesai

dalam sejarah negeri ini, seakan menjadi bagian yang tidak bisa

dipisahkan. TKI disiksa tidak pernah mendapatkan perlakuan dan pembelaan

yang layak dari pemerintah Indonesia.



Kemiskinan yang merajalela sampai saat ini, sementara negara sibuk

menjual asset kepada pihak swasta dan asing.



Ketika pemerintah dengan berapi-api mengatakan NKRI harga mati! tapi

lihat, faktanya mereka menjual hasil alam Negara. 90% dari total

produksi minyak Indonesia dikuasai asing, yakni Total (30%), ExxonMobil

(17%), Vico (BP-Eni joint venture, 11%), ConociPhilips (11%), BP (6%),

dan Chevron (4%) (kementerian ESDM, 2008). Hutan Indonesia menghasilkan

sekitar 80 triliun setiap tahun tetapi hanya 17% masuk kas Negara dan

sisanya ke kantong HPH (Kompas, 2001). Perusakan Alam menjadi saksinya,

dalam 1 menit perusakan hutan terjadi seluas 5 kali luas lapangan sepak

bola (kompas, 2008).



Di Bumi Papua, kekayaan tambang emasnya setiap tahun menghasilkan uang

sebesar Rp 40 triliun. Sayangnya, kekayaan tersebut 90%-nya dinikmati

perusahaan asing (PT Freeport) yang sudah lebih dari 40 tahun menguasai

tambang ini. Wajarlah jika gaji seorang CEO PT Freeport Indonesia

mencapai sekitar Rp 432 miliar pertahun (=Rp 36 miliar perbulan atau

rata-rata Rp 1.4 miliar perhari). Padahal, rakyat Papua sendiri hingga

saat ini hanya berpenghasilan Rp 2 juta saja pertahun (=Rp 167 ribu

perbulan).



Pemerintah Indonesia pun hanya mendapatkan royalti dan pajak yang tak

seberapa dari penghasilan PT Freeport yang luar biasa itu (Jatam.org,

30/3/07).



Di Kaltim, batubara diproduksi sebanyak 52 juta meter kubik pertahun;

emas 16.8 ton pertahun; perak 14 ton pertahun; gas alam 1.650 miliar

meter kubik pertahun (2005); minyak bumi 79.7 Juta barel pertahun,

dengan sisa cadangan masih sekitar 1.3 miliar barel. Namun, dari sekitar

2.5 juta penduduk Kaltim, sekitar 313.040 orang (12.4 persen) tergolong

miskin. Di Aceh, cadangan gasnya mencapai 17.1 tiliun kaki kubik. Namun,

Aceh menempati urutan ke-4 sebagai daerah termiskin di Indonesia, dengan

Jumlah penduduk miskinnya sekitar 28.5 persen.



Hasil Totalnya, menurut data Bank Dunia 100 Juta atau kurang lebih 50%

penduduk Indonesia hidup di garis kemiskinan dengan standar kemiskinan

US$ 2per hari (MI, 2006).

Akhirnya, kekayaan yang berlimpah ruah di Indonesia hanya dinikmati

segelintir orang.



Semua ini menghantarkan kita pada satu kesimpulan bahwa sepanjang

sejarahnya Indonesia tidak pernah bangkit, lalu hari kebangkitan siapa

yang di peringati setiap tahunnya oleh bangsa ini? Tapi, bukan tidak

mungkin negeri ini dapat bangkit dikemudian hari, hanya saja itu akan

terjadi jika diterapkannya hukum yang Maha Adil, yaitu syariat Islam

secara total insya Allah.*



Penulis adalah mahasiwa Master of Political Science di IIUM, Malaysia





http://www.hidayatullah.com/read/22744/21/05/2012/20-mei-hari-kebangkitan-untuk-siapa?-.html



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.