Senin, 21 Mei 2012

[Koran-Digital] Romli Atmasasmita : Kebangkitan Nasional Pemberantasan Korupsi

Kebangkitan Nasional Pemberantasan Korupsi

Romli Atmasasmita Guru Besar Emeritus Hukum Pidana Internasional Unpad



HARI Kebangkitan Nasional 20 Mei 2012 ditandai perkembangan dan kemajuan

Indonesia dalam menggagas, menyusun, dan memproduksi undang-undang

pemberantasan korupsi yang telah 'go international'. Namun,

implementasinya masih belum sejalan dengan prinsipprinsip hukum umum

yang diakui masyarakat internasional sebagaimana dicantumkan dalam

konvensi internasional, antara lain Konvensi PBB Antikorupsi 2003.



Semangat dan komitmen tinggi, bahkan sering berlebihan, dalam

memberantas korupsi telah menegaskan prinsip-prinsip hukum umum

tersebut, seperti asas praduga tak bersalah, asas perlakuan yang sama di

muka hukum termasuk bagi terpidana, asas non-self incriminating

evidence, dan hak asasi lain yang seharusnya dimiliki tersangka atau

terdakwa. Komitmen dan semangat reformasi dalam pemberantasan KKN sejak

1998 telah dicederai langkah kebijakan hukum pemerintah dan aparatur

penegak hukum yang



sekuat tenaga membatasi hakhak asasi tersangka, terdakwa, dan terpidana.

Keseimbangan hak dan kewajiban pemerintah dan penegak hukum, di satu

sisi, seharusnya dapat dipelihara dan dijaga. Begitu pula hak dan

kewajiban tersangka, terdakwa, dan terpidana, di sisi lain.



Proses peradilan yang 'fair and impartial' dalam pemberantasan korupsi

saat ini telah mengalami degradasi etika, kesusilaan, dan

intelektualitas serta profesionalitas karena semata-mata demi

mengakomodasi aspirasi keadilan dalam masyarakat yang sering juga bias

dan tidak lepas dari politik kepentingan. Yang terjadi ialah orang tidak

bersalah telah masuk penjara dan orang yang bersalah justru berkeliaran

di luar penjara; bahkan ada terpidana korupsi yang dipenjara 'mewakili

koruptor' hanya untuk mempertahankan periuk nasi keluarganya atau karena

membela atasannya yang korup.



Silang sekarut penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi bukan karena

UU yang



tidak benar, melainkan karena penegakannya tidak disertai s sikap amanah

dan profesion nalitas yang benar; hanya karena mencari popularitas dan

bangga dengan cap `populis' sekalipun disertai sikap yang tidak logis

dan antago nis. Satu-satunya kemaj u a n pemberantasan korupsi di

Indonesia secara statistik ialah semakin banyaknya korupsi yang

ditangani penegak hukum sehingga menurunkan peringkat Indonesia dalam

pandangan TI dan lembaga pe ring kat lainnya.



Adagium bahwa semakin banyak perkara korupsi yang masuk peradilan

berarti penegakan hukum semakin baik adalah keliru, justru sebaliknya

yang benar. Dengan merujuk pada kekeliruan adagium tersebut, sistem

target penanganan perkara korupsi telah menjadi tujuan dan landasan

operasional bagi ketersediaan anggaran biaya penegakan hukum di seluruh

instansi penegakan hukum.



Makna kebangkitan nasional dalam pemberantasan korupsi seharusnya

ditujukan untuk menemukan jati diri bangsa dan mempertahankan persatuan

dan kesatuan bangsa Indonesia. Bukan sebaliknya, pemberantasan korupsi

di jadikan sarana dan ajang balas dendam politik atau mencari

popularitas di mata rakyat; yang sa ngat memprihatinkan itu telah

dijadikan sarana untuk mem peroleh dana hibah jutaan dolar dan pujian

serta decak kagum orang asing yang bercokol pada lembaga inter nasional.



Peranan alim ulama seharusnya memberikan keteduhan dan menguatkan

keimanan pemeluk agama masing-masing.

Bukan sebaliknya, memunculkan eksklusivisme kelompok antikorupsi dan

kelompok koruptor sehingga menimbulkan `konflik sosial' di antara

keduanya; bahkan mengharamkan untuk menyalati koruptor yang telah

dicabut nyawanya oleh Allah SWT.



Kebangkitan nasional saat ini momentum penting dalam pemberantasan

korupsi untuk selalu menuju nilai kesusilaan yang dimuat dalam

Pancasila, yaitu Ketuhanan YME, Kemanusiaan yang adil dan beradab,

Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan

suatu Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.



Pertanyaan yang memerlukan renungan kita semua ialah apakah nilai-nilai

tersebut telah menjiwai pemberantasan korupsi? Yang pasti, jawabannya

belum! Bahkan yang terjadi, korupsi sema kin semarak di negeri ini dan

semakin penuh sesak penjara oleh koruptor, se makin tidak tampak efek

jera pada koruptor, dan se makin mengecil pemasukan keuangan negara

melalui pemberantasan korupsi berbanding terbalik de ngan anggaran

negara yang telah dikeluarkan untuk tujuan terse but, serta semakin

hilang uang negara dibawa kabur ke ne gara lain. Keberhasilan yang

tampak ialah proses stigmatisasi terhadap koruptor dan keluarganya yang

semakin meningkat dan intens sehingga di masa yang akan datang akan

terjadi generasi koruptor dan keluarga koruptor dengan berbagai cap

jahatnya, tidak beda dengan yang telah terjadi pasca-G-30S–PKI.



Gagasan pemiskinan koruptor sampai pada anak-anak dan istrinya bahkan

dimunculkan. Itu merupakan salah satu contoh proses stigmatisasi sangat

kontraproduktif karena akan terjadi dampak pelanggaran HAM. Referensi

tentang korupsi yang terjadi di berbagai negara, termasuk di negara

maju, menunjukkan bahwa virus korupsi tidak mengenal batas waktu dan

tempat serta imun terhadap berbagai jenis obat secanggih apa pun

kualitasnya.



Virus korupsi tidak dapat ditangkal hanya dengan jargon dan stigmatisasi

berbagai bentuk. Itu hanya dapat dicegah melalui perubahan sistem

ekonomi liberalisme dan kapitalisme kepada sistem ekonomi kerakyatan dan

sistem jaminan sosial yang sistematis dan berkesinambungan. Untuk

mencapai tujuan tersebut, diperlukan pemimpin yang telah sejahtera lahir

dan batin, memiliki integritas, nasionalisme yang kuat berdiri di atas

segala kelompok atau golong an, bersikap amanah dan ikhlas menjalankan

tugas dan tanggung jawab negara, serta tidak surut untuk selalu

memuliakan hukum dan tegaknya hukum sekalipun harus ber hadapan dengan

istri, anak, dan sanak keluarganya.



http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/22/ArticleHtmls/Kebangkitan-Nasional-Pemberantasan-Korupsi-22052012020004.shtml?Mode=1





--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.