Rabu, 23 Mei 2012

[Koran-Digital] EDITORIAL Grasi untuk Corby

Grasi untuk Corby merupakan angin segar bagi para bandar untuk terus menjadikan Indonesia sebagai surga narkoba."

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono membuat keputusan aneh.

Ketika narkoba semakin merajalela menjerat anak bangsa, ketika serbuan barang laknat itu dari luar negeri kian menggila, ia justru memberikan grasi kepada Schapelle Leigh Corby, terpidana narkotika asal Australia.

Tidak hanya untuk Corby, Presiden juga memberikan pengurangan hukuman kepada dua warga negara asing lainnya. Menurut Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, grasi tersebut diteken Yudhoyono pada Minggu (20/5).

Hadiah SBY untuk Corby terbilang mencengangkan.
Corby, yang divonis 20 tahun penjara di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, pada 27 Mei 2005 dan dikuatkan Mahkamah Agung lewat putusan kasasi, mendapat pemotongan hukuman lima tahun. Itulah grasi pertama yang dikeluarkan Presiden untuk terpidana narkoba.

Dengan begitu, Corby yang dibekuk di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, saat menyelundupkan 4,1 kg mariyuana pada 8 Oktober 2004 tinggal menjalani tujuh tahun hidup di bui. Itu pun jika tak ada lagi remisi.

Grasi memang hak prerogatif presiden. Namun, penerapannya tidak bisa serampangan.
Seandainya Corby divonis mati kemudian SBY memberikan grasi menjadi hukuman seumur hidup dengan pertimbangan hak asasi manusia, itu masih bisa diterima nalar.

Akan tetapi, pemberian grasi untuk Corby dengan argumentasi bahwa pemerintah Australia juga banyak memberikan pengampunan terhadap WNI yang melakukan kejahatan di `Negeri Kanguru' pantas digugat. Apalagi, Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr membantah adanya kesepakatan barter tersebut.

Grasi untuk Corby memperlihatkan secara telanjang inkonsistensi pemerintah dalam memerangi narkoba yang semakin ganas merasuki seluruh lapisan masyarakat. Tahun ini bahkan tercatat 5 juta orang Indonesia menjadi pecandu barang haram itu.

Berkali-kali pula SBY menegaskan negara tidak boleh kalah berperang melawan infiltrasi jahat bernama narkoba.
Pemerintah bahkan berketetapan untuk tidak memberikan remisi bagi narapidana narkoba, korupsi, dan terorisme. Namun, pemerintah pula yang menodai tekad mulia dan komitmen suci itu dengan memberikan grasi kepada Corby.

Kita tidak ingin bersyak wasangka buruk bahwa Presiden tak punya nyali menghadapi penetrasi Australia yang sejak awal memang amat gigih membela Corby. Apa iya SBY yang dua kali dipilih lebih dari 60% rakyat untuk memimpin Republik ini tak berdaya meredam tekanan Australia?
Namun dengan pemberian grasi untuk Corby, terpaksa atau tidak, publik harus mengecap pemerintah memang penakut. Kita pun patut iri dengan pemimpin Malaysia atau Singapura yang luar biasa berani melawan tekanan negara mana pun ketika menyangkut perkara narkoba.

Di mata publik Australia, nama Yudhoyono kini harum semerbak. Ia kebanjiran puja-puji, dianggap sebagai teman yang hebat karena bermurah hati mengurangi hukuman Corby. Namun, di lain sisi, SBY telah menggoreskan luka teramat perih bagi rasa keadilan rakyatnya sendiri.

Grasi untuk Corby merupakan angin segar bagi para bandar untuk terus menjadikan Indonesia sebagai surga narkoba. Sungguh menyakitkan!


http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/24/ArticleHtmls/EDITORIAL-Grasi-untuk-Corby-24052012001022.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.