Rabu, 23 Mei 2012

[Koran-Digital] Budaya Hukum kian Merosot

Saat ini yang berdaulat ialah budaya dan ekspansi kekuasaan asing. Pancasila tinggal yatim piatu.

BANGSA dan negara ini menghadapi per soalan serius akibat merosotnya budaya hukum yang luar biasa. Itu bukan karena materi hukum yang bermasalah, melainkan akibat rendahnya komitmen aparat penegak hukum pada semua level.

Hal itu disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD saat menjadi narasumber pada Sarasehan Budaya Nasional di Gedung Nusantara V, Kompleks MPR/DPR/ DPD, Jakarta, kemarin.

“Dulu tidak ada cerita hakim bertemu dengan pihak yang beperkara atau polisi yang mungkin melakukan jual beli kasus. Tetapi sekarang semuanya seperti biasa,“ tukasnya.

Akibat selanjutnya dari krisis hukum itu, kata Mahfud, muncul gejala pembangkangan publik kepada institusi hukum.
Hal itu ditandai dengan semakin maraknya protes masyarakat terhadap hukum.

“Sudah jadi gejala umum, yakni ada ketidaktaatan pada putusan hukum. Ada jaksa diserang, kantor pengadilan dibakar, itu seperti sudah biasa. Ini sangat serius,“ ujarnya.

Lebih lanjut Mahfud menyatakan secara substansi hukum, negara ini sudah cukup baik.
Materi hukum apa pun, menurutnya, sudah tersedia lengkap dan berkualitas. “Ini sesungguhnya soal integritas akhlak aparat penegak hukum. Ini yang membuat budaya hukum itu merosot,“ ujarnya.

Untuk memperbaiki kondisi tersebut, aparat penegak hukum di semua level harus ditata dan itu mesti dimulai dari kepemimpinan nasional. “Berhenti bicara soal substansi hukum. Mari kita bicara menata aparatnya. Penataan itu akan memunculkan budaya hukum yang baik,“ tandasnya. Sarasehan budaya nasional itu terselenggara atas kerja sama MPR dan Universitas Trisakti. Selain Mahfud, hadir dalam acara itu di antaranya Syafii Maarif, Ketua MPR Taufiq Kiemas, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari, Slamet Rahardjo Djarot, Putu Sastra Wingarta, dan Ridwan Saidi.
Yatim piatu Syafii Maarif mengatakan kemerosotan bangsa ini bukan saja pada budaya hukum, melainkan juga budaya nasional secara umum. “Kita tidak lagi berdaulat. Yang berdaulat sekarang ialah budaya dan ekspansi kekuasaan asing.
Pancasila tinggal yatim piatu,“ tukasnya.

Ia menambahkan, sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki tantangan besar, yakni menjadikan kemajemukan tersebut justru sebagai kekuatan. Kuncinya, katanya, terletak pada kearifan seluruh elemen bangsa untuk merawat keanekaragaman yang ada secara arif.

Menurut Syafii, keteledoran merawat mozaik yang indah ini bisa menjadi ancaman yang dapat melemahkan pilar-pilar bangunan bangsa dan negara yang masih belum mencapai proses final.

Pendapat senada disampaikan Tenaga Profesional Bidang Kewaspadaan Nasional (Padnas) Lemhannas, Putu Sastra Wingarta. Menurutnya, merosotnya budaya bangsa akan merongrong ketahanan nasional.

“Kondisinya berada pada fase warning atau waspada. Ini harus jadi peringatan bagi kita semua,“ ucapnya.

Ia mencontohkan pupusnya budaya bangsa yang merongrong ketahanan nasional terutama berasal dari dalam negeri sendiri, yakni tumbuhnya konsumerisme, egoisme, hilangnya kesetiakawanan sosial, tidak ada rasa malu, dan ketidakpedulian terhadap etika. (X-5)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/24/ArticleHtmls/Budaya-Hukum-kian-Merosot-24052012002013.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.