Selasa, 08 Mei 2012

[Koran-Digital] Ismatillah A Nu'ad: Kebangkitan Sosialisme Prancis

Kebangkitan Sosialisme Prancis

Ismatillah A Nu'ad Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas

Paramadina, Jakarta



PRANCIS kini memiliki presiden baru dari kubu sosialis. Francois

Hollande menyingkirkan incumbent dari kubu konservatif Nicolas Sarkozy.

Hollande unggul 51,56% suara atas Sarkozy yang hanya memperoleh 48,44%.

Hollande akan menjadi presiden kedua dari kelompok sayap kiri di negara

yang terkenal dengan bangunan Menara Eiffel itu.

Sebelumnya, presiden pertama dari kelompok itu ialah Francois Mitterrand.



Atas kemenangan Hollande, negara-negara yang berbasis sosialis atau

setidaknya dekat dengan sosialisme dari seluruh dunia sudah mulai

ancang-ancang dan membuka hubungan diplomatik dengan Prancis. Seperti

Venezuela dan Iran. Misalnya Iran, yang telah melakukan kontak dengan

kubu Hollande supaya menjalin kerja sama yang lebih intensif, dan

berharap Prancis di bawah Hollande melakukan kebijakan yang jauh berbeda

dari para pemimpin sebelumnya yang berkiblat pada liberalisme.

Sosialisme global Negara berbasis sosialis selama ini banyak bermarkas

di Amerika Latin, seperti Venezuela (Hugo Chavez), Bolivia (Evo

Morales), dan Nikaragua (Daniel Ortega). Mereka bersatu melawan

ketidakadilan global.



Misalnya Hugo Chavez, dalam hal itu menjadi ikon bagi para pemimpin di

negara-negara Latin, yang memberi inspirasi, semangat, dan perlawanan

pada ketidakadilan praktikpraktik kebijakan ekonomi liberal. Venezuela

dipastikan juga akan melakukan kontak intensif mengikuti Iran di bawah

kepemimpinan baru di Prancis.



Chavez selama ini berani melakukan penolakan penandatanganan sejumlah

traktat penting kerja sama ekonomi di antara perusahaan-perusahaan milik

AS di Venezuela.



Alasan yang menjadi prinsip idealnya cukup populis, karena selama ini

perusahaan-perusahaan itu hanya mengeruk natural resource saja, namun

tak memedulikan dampak pada lingkungannya. Selain itu, tak memberi

kesejahteraan pada penduduk lokal.



Tentu sosialisme sekarang berbeda dengan sosialisme yang sebelumnya juga

pernah eksis. Di Cile, misalnya, pada dekade 90-an dipimpin oleh

presiden yang berideologi sosialis. Namun sosialismenya cenderung

bersifat top down. Sosialisme pada tataran itu banyak menimbulkan



pertumpahan darah dan bermunculannya sejumlah fenomena kekerasan, yang

mel libatkan rakyat Cile sendiri, k karena sebuah kebijakan di situ

dipaksakan oleh seorang pemimpin yang belum tentu sesuai dengan

keinginan bersama sehingga menimbulkan huru-hara sosial. huru-hara sosial.



Selain itu, contoh lain sosialisme yang bersifat top down yang cenderung

menggunakan cara-cara k kerasan pernah terjadi di Meksiko. Pada 1994, di

Chiapas, Meksiko, terjadi pemberontakan bersenjata. Setelah gencatan

senjata yang mengakhiri p e r t e m p u ra n 1 2 hari, sebuah gerakan

sosialis lahir. Sebagian besar yang mengorganisasi gerakan itu ialah

kaum petani Maya, baik yang menjadi anggota maupun simpatisan. Mereka

ialah Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (EZLN/Tentara Pembebasan

Nasional Zapatista). (Chris Gilbert dan Gerardo Ote ro, Democratization

in Mexico, The Zapatista Uprising and Civil Society, Latin American

Perspective Journal 2001).



Gerakan sosialis--karena cenderung digerakkan oleh rakyat yang

berdaulat--selama ini memang terstigma negatif, yang disebabkan telah

terjadi sebuah arus gerakan perlawanan perlawanan melawan tirani

penguasa maupun ekonomi yang berbasis demokrasi dan gerakan liberalisme.

Sosialisme identik den g a n cara-cara kekerasan, konservatisme sosial,

antidiplomasi, dan identik tidak pro kepada demokratisasi, atau dengan

kata lain sosialisme antidemokrasi.



N a m u n d a l a m p e r ke m bangan sosialisme kontemporer atau bisa

juga disebut neososialisme, sosialisme mulai ditafsir kembali;

sosialisme yang pro kepada demokratisasi (sosial demokrat), pro kepada

hu manisme, dan mencintai per saudaraan serta perdamaian. Ini nanti yang

mungkin akan terjadi di Prancis di bawah Prancis di bawah Hollande.

Kasus Hugo Chavez, misalnya, yang ber simpati terhadap negara-negara di

kawasan Tim u r Te n g a h , khususnya yang selama ini men jadi incaran

AS seperti Iran, hal itu disan darkan ka rena sikap politik kaum

sosialisme kini yang pro kepada humanisme, keadilan so sial, dan perdamaian.



Memang, terjadinya pertemuan arus neososialis dan `kekuatan Islam'

melawan liberalisme AS kini su liberalisme AS kini su dah mulai tampak.

Per temuan dua pemimpin b e s a r , a n t a ra H u g o Chavez dan

Mahmoud Ahmadinejad di Venezuela, misalnya, merupakan sebuah isyarat

bagi kekuatan baru antiliberalisme. Hugo Chavez anti terhadap AS karena

beroposisi dengan praktikpraktik ekonomi liberal khususnya, dan di sisi

lain Presiden Mahmoud Ahmadinejad anti kepada AS karena arogansi dan

sikap unilateralismenya yang ditonjolkan, misalnya dalam kasus ambisi

perlucutan nuklir di Iran.

Pelajaran bagi Indonesia Di tengah gencarnya gerakan sosialisme baru,

plus yang kini muncul di Prancis, pada saat bersamaan kita melihat

fenomena yang berlainan di negara kita sendiri, Indonesia. Saat ini

pemerintah Indonesia sudah membuka kebijakan deregulasi ekonomi, sebuah

program ekonomi pemerintah yang membuka selebar-lebarnya pasar dan

investor asing.



Padahal kita melihat sendiri, perusahaan-perusahaan asing terutama yang

datang dari AS, seperti Exxon dan Freeport, persis apa yang sudah

ditolak di Venezuela, karena perusahaan-perusahaan itu telah merusak

ekosistem dan pada saat bersamaan perusahaan-perusahaan itu tak banyak

memberi manfaat dan kesejahteraan kepada masyarakat lokal.



Mestinya kini pemerintah mempertimbangkan lagi eksistensi

perusahaan-perusahaan asing itu, bukan malah ingin menambah kuotanya,

seperti dalam kebijakan deregulasi ekonomi dengan cara mem buka

kemungkinan pasar yang seluas-luasnya itu.



Tapi semuanya terlambat.



Jika melihat di jalan-jalan, misalnya, kalau ingin mengisi BBM untuk

kendaraan, kita tak lagi hanya harus mengisinya di pom Pertamina, karena

kini di jalanjalan sudah ada pom Shell atau Petronas. Di sisi lain,

misalnya, arus persaingan ekonomi kini bertambah berat. Persaingan ketat

antara perusahaan milik pemerintah (BUMN) dan milik swasta baik lokal

maupun asing telah terjadi. Bahkan yang ada, banyak perusahaan BUMN yang

kini mulai dijual ke pihak swasta asing dengan jalan privatisasi. Itu

semua sebagai konsekuen si karena pemerintah sudah memberlakukan

kebijakan deregulasi ekonomi.



Menurut tim ekonomi pemerintah, kebijakan itu adalah jalan terbaik

karena selama ini BUMN menjadi sarang korupsi. Jika persoalannya seperti

itu, mengapa pemerintah tak memperbaiki dan mereformasi BUMN dan

departemendepartemen pemerintah saja, dan sebaliknya tidak membuka

praktik kebijakan ekonomi deregulasi.



Kini bangsa Indonesia tinggal menunggu hasil dari kebijakan deregulasi

ekonomi itu, yang jelas akan merugikan baik bagi negara maupun rakyat

sendiri. Karena sebelumnya kebijakan serupa sudah dicoba tim ekonomi

Orde Baru yang terkenal dengan Mafi a Berkeley Sumitro dkk. Ketika itu

kesejahteraan tidak terjadi, justru yang terjadi utang yang menumpuk,

kerusakan ekosistem, dan rakyat tertindas akibat pembangunan. Namun,

mengapa pemerintahan kini mau mengulang kesalahan masa lalu itu?

Bukannya mengambil pelajaran positif dari hal itu untuk masa depan

bangsa Indonesia yang lebih baik lagi.



http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/09/ArticleHtmls/Kebangkitan-Sosialisme-Prancis-09052012020021.shtml?Mode=1





--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.