Kebangkitan Sosialisme Prancis
Ismatillah A Nu'ad Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas
Paramadina, Jakarta
PRANCIS kini memiliki presiden baru dari kubu sosialis. Francois
Hollande menyingkirkan incumbent dari kubu konservatif Nicolas Sarkozy.
Hollande unggul 51,56% suara atas Sarkozy yang hanya memperoleh 48,44%.
Hollande akan menjadi presiden kedua dari kelompok sayap kiri di negara
yang terkenal dengan bangunan Menara Eiffel itu.
Sebelumnya, presiden pertama dari kelompok itu ialah Francois Mitterrand.
Atas kemenangan Hollande, negara-negara yang berbasis sosialis atau
setidaknya dekat dengan sosialisme dari seluruh dunia sudah mulai
ancang-ancang dan membuka hubungan diplomatik dengan Prancis. Seperti
Venezuela dan Iran. Misalnya Iran, yang telah melakukan kontak dengan
kubu Hollande supaya menjalin kerja sama yang lebih intensif, dan
berharap Prancis di bawah Hollande melakukan kebijakan yang jauh berbeda
dari para pemimpin sebelumnya yang berkiblat pada liberalisme.
Sosialisme global Negara berbasis sosialis selama ini banyak bermarkas
di Amerika Latin, seperti Venezuela (Hugo Chavez), Bolivia (Evo
Morales), dan Nikaragua (Daniel Ortega). Mereka bersatu melawan
ketidakadilan global.
Misalnya Hugo Chavez, dalam hal itu menjadi ikon bagi para pemimpin di
negara-negara Latin, yang memberi inspirasi, semangat, dan perlawanan
pada ketidakadilan praktikpraktik kebijakan ekonomi liberal. Venezuela
dipastikan juga akan melakukan kontak intensif mengikuti Iran di bawah
kepemimpinan baru di Prancis.
Chavez selama ini berani melakukan penolakan penandatanganan sejumlah
traktat penting kerja sama ekonomi di antara perusahaan-perusahaan milik
AS di Venezuela.
Alasan yang menjadi prinsip idealnya cukup populis, karena selama ini
perusahaan-perusahaan itu hanya mengeruk natural resource saja, namun
tak memedulikan dampak pada lingkungannya. Selain itu, tak memberi
kesejahteraan pada penduduk lokal.
Tentu sosialisme sekarang berbeda dengan sosialisme yang sebelumnya juga
pernah eksis. Di Cile, misalnya, pada dekade 90-an dipimpin oleh
presiden yang berideologi sosialis. Namun sosialismenya cenderung
bersifat top down. Sosialisme pada tataran itu banyak menimbulkan
pertumpahan darah dan bermunculannya sejumlah fenomena kekerasan, yang
mel libatkan rakyat Cile sendiri, k karena sebuah kebijakan di situ
dipaksakan oleh seorang pemimpin yang belum tentu sesuai dengan
keinginan bersama sehingga menimbulkan huru-hara sosial. huru-hara sosial.
Selain itu, contoh lain sosialisme yang bersifat top down yang cenderung
menggunakan cara-cara k kerasan pernah terjadi di Meksiko. Pada 1994, di
Chiapas, Meksiko, terjadi pemberontakan bersenjata. Setelah gencatan
senjata yang mengakhiri p e r t e m p u ra n 1 2 hari, sebuah gerakan
sosialis lahir. Sebagian besar yang mengorganisasi gerakan itu ialah
kaum petani Maya, baik yang menjadi anggota maupun simpatisan. Mereka
ialah Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (EZLN/Tentara Pembebasan
Nasional Zapatista). (Chris Gilbert dan Gerardo Ote ro, Democratization
in Mexico, The Zapatista Uprising and Civil Society, Latin American
Perspective Journal 2001).
Gerakan sosialis--karena cenderung digerakkan oleh rakyat yang
berdaulat--selama ini memang terstigma negatif, yang disebabkan telah
terjadi sebuah arus gerakan perlawanan perlawanan melawan tirani
penguasa maupun ekonomi yang berbasis demokrasi dan gerakan liberalisme.
Sosialisme identik den g a n cara-cara kekerasan, konservatisme sosial,
antidiplomasi, dan identik tidak pro kepada demokratisasi, atau dengan
kata lain sosialisme antidemokrasi.
N a m u n d a l a m p e r ke m bangan sosialisme kontemporer atau bisa
juga disebut neososialisme, sosialisme mulai ditafsir kembali;
sosialisme yang pro kepada demokratisasi (sosial demokrat), pro kepada
hu manisme, dan mencintai per saudaraan serta perdamaian. Ini nanti yang
mungkin akan terjadi di Prancis di bawah Prancis di bawah Hollande.
Kasus Hugo Chavez, misalnya, yang ber simpati terhadap negara-negara di
kawasan Tim u r Te n g a h , khususnya yang selama ini men jadi incaran
AS seperti Iran, hal itu disan darkan ka rena sikap politik kaum
sosialisme kini yang pro kepada humanisme, keadilan so sial, dan perdamaian.
Memang, terjadinya pertemuan arus neososialis dan `kekuatan Islam'
melawan liberalisme AS kini su liberalisme AS kini su dah mulai tampak.
Per temuan dua pemimpin b e s a r , a n t a ra H u g o Chavez dan
Mahmoud Ahmadinejad di Venezuela, misalnya, merupakan sebuah isyarat
bagi kekuatan baru antiliberalisme. Hugo Chavez anti terhadap AS karena
beroposisi dengan praktikpraktik ekonomi liberal khususnya, dan di sisi
lain Presiden Mahmoud Ahmadinejad anti kepada AS karena arogansi dan
sikap unilateralismenya yang ditonjolkan, misalnya dalam kasus ambisi
perlucutan nuklir di Iran.
Pelajaran bagi Indonesia Di tengah gencarnya gerakan sosialisme baru,
plus yang kini muncul di Prancis, pada saat bersamaan kita melihat
fenomena yang berlainan di negara kita sendiri, Indonesia. Saat ini
pemerintah Indonesia sudah membuka kebijakan deregulasi ekonomi, sebuah
program ekonomi pemerintah yang membuka selebar-lebarnya pasar dan
investor asing.
Padahal kita melihat sendiri, perusahaan-perusahaan asing terutama yang
datang dari AS, seperti Exxon dan Freeport, persis apa yang sudah
ditolak di Venezuela, karena perusahaan-perusahaan itu telah merusak
ekosistem dan pada saat bersamaan perusahaan-perusahaan itu tak banyak
memberi manfaat dan kesejahteraan kepada masyarakat lokal.
Mestinya kini pemerintah mempertimbangkan lagi eksistensi
perusahaan-perusahaan asing itu, bukan malah ingin menambah kuotanya,
seperti dalam kebijakan deregulasi ekonomi dengan cara mem buka
kemungkinan pasar yang seluas-luasnya itu.
Tapi semuanya terlambat.
Jika melihat di jalan-jalan, misalnya, kalau ingin mengisi BBM untuk
kendaraan, kita tak lagi hanya harus mengisinya di pom Pertamina, karena
kini di jalanjalan sudah ada pom Shell atau Petronas. Di sisi lain,
misalnya, arus persaingan ekonomi kini bertambah berat. Persaingan ketat
antara perusahaan milik pemerintah (BUMN) dan milik swasta baik lokal
maupun asing telah terjadi. Bahkan yang ada, banyak perusahaan BUMN yang
kini mulai dijual ke pihak swasta asing dengan jalan privatisasi. Itu
semua sebagai konsekuen si karena pemerintah sudah memberlakukan
kebijakan deregulasi ekonomi.
Menurut tim ekonomi pemerintah, kebijakan itu adalah jalan terbaik
karena selama ini BUMN menjadi sarang korupsi. Jika persoalannya seperti
itu, mengapa pemerintah tak memperbaiki dan mereformasi BUMN dan
departemendepartemen pemerintah saja, dan sebaliknya tidak membuka
praktik kebijakan ekonomi deregulasi.
Kini bangsa Indonesia tinggal menunggu hasil dari kebijakan deregulasi
ekonomi itu, yang jelas akan merugikan baik bagi negara maupun rakyat
sendiri. Karena sebelumnya kebijakan serupa sudah dicoba tim ekonomi
Orde Baru yang terkenal dengan Mafi a Berkeley Sumitro dkk. Ketika itu
kesejahteraan tidak terjadi, justru yang terjadi utang yang menumpuk,
kerusakan ekosistem, dan rakyat tertindas akibat pembangunan. Namun,
mengapa pemerintahan kini mau mengulang kesalahan masa lalu itu?
Bukannya mengambil pelajaran positif dari hal itu untuk masa depan
bangsa Indonesia yang lebih baik lagi.
http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/09/ArticleHtmls/Kebangkitan-Sosialisme-Prancis-09052012020021.shtml?Mode=1
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.