Jumat, 18 Mei 2012

[Koran-Digital] Minim, Moral Penyelenggara Negara

Pejabat negara yang korup suka menjadikan asas praduga tak bersalah sebagai tameng supaya tidak mundur dari jabatan.

KETUA Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD kembali mengeluhkan minimnya moralitas pe nyelenggara negara dalam kehi dupan bernegara. Ia merujuk pada masih banyak penyelenggara negara yang menjalankan tugas kenegaraan meski tersangkut kasus korupsi.

Hal itu disampaikannya di Me dan, Sumatra Utara, kemarin, dalam diskusi Sistem Ketatane

garaan Presidensial yang digelar Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

“Padahal, soal moral penyelenggara negara sudah diatur dalam Ketetapan MPR No 6/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa,” kata Mahfud.

Tap MPR No 6/2001, sambungnya, sudah memerintahkan setiap pejabat negara yang sedang mendapat sorotan tentang dugaan korupsi yang dilakukannya harus mundur dari jabatannya tanpa mesti dibuktikan dulu oleh pengadilan.

Namun faktanya, lanjutnya, de ngan alasan praduga tidak ber salah dan belum diputuskan pengadilan, pejabat yang disoroti tersebut, termasuk yang sudah di tetapkan sebagai tersangka ko rupsi, melupakan pesan moral dalam Ketetapan MPR itu.

“Semuanya ramai-ramai bilang ‘saya belum dinyatakan bersalah’,” katanya.

Ironisnya lagi, ujar Mahfud, pejabat tersebut justru mempertontonkan ketidakpeduliannya terhadap moralitas dengan selalu memamerkan diri sebagai orang yang selalu mengajak masyarakat untuk memberantas korupsi.

“Dia tersangka korupsi, tetapi ke mana-ke mana selalu ceramah soal pemberantasan korupsi,” kata Mahfud.

Saat dihubungi di kesempatan berbeda, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan menegas kan perlunya pejabat negara mengedepankan nilai etika dalam menjalankan tugasnya. Ia me nyayangkan perilaku pejabat negara yang gemar mengaburkan makna kebenaran dengan hanya menyandarkan pada Kitab Un dang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Ia merisaukan perilaku pejabat negara yang sudah tidak punya

lagi rasa malu. Asas praduga tak bersalah digunakan sebagai pembenaran untuk tidak mundur dari jabatan publik. Padahal, nilai etika dan moral menjadi standar paling tinggi dalam tatanan nilainilai sosial.

“Dalam konsep benar-salah, hukum formal merupakan standar paling rendah. Kalau hanya KUHP (hukum formal), persoalan benar-salah itu bisa dibeli.

Ha rusnya, kepatutan dan etika yang dikedepankan. Jika seluruh bangsa ini mengedepankan etika, harga diri itu akan hadir,” ujarnya.

Anies mengatakan, persoalan mundur atau tidak seorang pejabat dari jabatannya menjadi ekses dijunjung tingginya etika.

“Mundur atau tidak itu prioritas kedua. Yang penting bagaimana bangsa ini memandang bahwa kebenaran jangan hanya disandarkan pada KUHP,” tuturnya.

Pelajaran moral Kepada keluarga besar alumni HMI, Mahfud mengajak untuk terus memberikan pelajaran moral bagi bangsa guna semakin memperkukuh peranan organisasi tersebut. Dari perjalanan dan pengalaman selama ini, masih kurangnya pengutamaan moralitas tersebut menyebabkan tidak sedikit alumni HMI justru terlibat dalam hal-hal yang mengindikasikan kerusakan moral. Ketika masih berstatus sebagai kader HMI, banyak aktivis yang selalu mendesak pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dapat mengganggu program penyejahteraan masyarakat. “Namun begitu jadi penyelenggara negara, banyak juga alumni HMI yang korupsi. Apa yang salah dengan negara ini?“ tanyanya. (Ant/P-2)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/19/ArticleHtmls/Minim-Moral-Penyelenggara-Negara-19052012003023.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.