Jumat, 11 Mei 2012

[Koran-Digital] Raja Juli Antoni: 'Ideologi Pro-kematian'

Kolom

'Ideologi Pro-kematian'

Raja Juli Antoni - detikNews

Jumat, 11/05/2012 14:04 WIB

Jakarta Petang lalu melalui internet saya menonton berita di saluran

France 24. Saya tercekat. Sebuah tayangan yang tidak terlalu asing

sebenarnya. Seorang pria dengan kedua tangan diborgol memasuki sebuah

ruangan dikawal oleh beberapa polisi. Sebelum duduk di kursi pesakitan,

ia menempelkan tangannya yang terkepal di dada lalu segera

mengacungkannya ke depan. Ia tidak menerikan 'kalimat suci' tertentu,

tapi terlihat gerakan ini merupakan simbol sebuah perjuangan.



Sorot matanya juga terasa tidak asing. Tatapannya yang dingin dan

mengambang tidak benar-benar hinggap pada sebuah objek. Di matanya ada

kebencian yang dingin dan bengis. Sesekali ia tersenyum tipis. Namun

senyumnya lebih terlihat sebagai sebuah seringai yang mengancam dan

menggetarkan. Di bangku sidang, ia terlihat benar-benar confident

sekaligus innocent.



Merasa Benar dalam Kesesatan



22 Juli tahun lalu ia meledakan bom di sebuah kantor pemerintahan di

Oslo. Delapan orang tewas bersamaan dengan luluh lantaknya gedung

tersebut. Belum puas, beberapa jam setalah itu ia memuntahkan peluru ke

kerumunan pemuda Partai Buruh yang sedang berkemping di Utoya Island.

Seketika, enam puluh sembilan orang tewas berlumuran darah.



Dalam sidang yang digelar di pengadilan Oslo, pria berusia 33 tahun ini

dengan lantang mengatakan "My acts are based on goodness not evil; I

would have done it again" (Apa yang saya lakukan kebaikan dan bukan

keburukan. Saya berharap bisa melakukan hal serupa itu lagi).



Tidak sampai di situ ia balik mengumbar ancaman "I am only one of very

many militant nationalists in Norway and Europe... If our demands are

not met this will happen again" (Saya hanya seorang dari banyak para

aktivis nasionalis militan di Norwegia dan Eropa... Bila tuntutan kami

tidak dipenuhi, kejadian serupa akan terulang kembali).



Rasanya, dulu ungkapan serupa dengan dengan konteks yang berbeda pernah

saya dengar dari tayangan TV di Indonesia.



Melawan Akal Sehat



Akal sehat tentu tidak akan pernah dapat mencerna bagaimana seorang yang

membunuh dengan sadis dapat dengan bangga mengatakan tindakannya

merupakan sebuah kebenaran yang bahkan akan diulanginya lagi. Tapi

itulah 'ideologi' yang bila ditanamkan dengan sedemikian rupa membuat

tindakan penganutnya melampaui standar logis dan prinsip dasar kemanusian.



'Ideologi pro kematian', sebut saja demikian, dapat berakar dari apa dan

dari mana saja: Agama, nasionalisme, marxisme, fasisme dan lain

sebagainya. Dari berbagai buku tentang fundamentalsisme, radikalisme,

militanisme dan terorisme yang sempat saya baca, meskipun masing-masing

ideologi berbeda. Yang pasti 'ideologi pro kematian' tersebut memiliki

kesamaan paling tidak dalam tiga hal dalam proses indoktrinasi dan aksinya.



Pertama, klaim absolut kebenaran (absolute truth claims). Klaim

kebenaran menjadi manifesto ideologi yang menunjukan sesuatu yang benar

dan ideal. Klaim kebenaran juga merupakan garis batas antara 'kita' dan

'mereka'.



Klaim kebenaran menumbuhkan kebanggaan (pride and superiority) pada diri

atau kelompok sekaligus melahirkan kebencian dan ketakutan (hatred and

phobia) kepada orang lain: kita adalah orang terpilih (the chosen

people); kita ahli surga dan mereka ahli neraka; kita mulia dan mereka

hina; kita menang dan mereka kalah; mereka jahat dan kita baik dan

seterusnya.



Kedua, ketaatan buta (blind obedience). Sebagai konsekuensi dari klaim

kebenaran adalah perlunya penegakan ideologi. Untuk itu diperlukan

pertemuan-pertemuan rutin indoktrinasi untuk mendisiplinan ideologi.

Disusunlah daftar buku yang halal dan haram dibaca. Ditetapkan pula

'senior' yang hanya kepadanya dapat berguru dan bertanya. Walhasil,

dunia ini dibaca dengan kaca mata kuda. Perspektif hitam-putih

menjadikan pengikutnya taat buta pada ideologi dan gerakan tanpa dapat

ditawar lagi.



Sampai pada tahap ini tindak kekerasan tidak serta-merta terjadi.

Diperlukan satu tahapan lagi untuk benar-benar dapat disebut ideologi

pro kematian yaitu tujuan menghalalkan cara (the end justifies any

means). Ideologi pro kematian memberikan justifkasi bahwa tindakan

kekerasan (pembunuhan, penculikan, teror, peledakan bom dan sebagainya)

adalah halal bahkan diajurkan untuk dilakukan demi mencapai tujuan 'mulia'.



Di sinilah sejarah dunia mencatat nama dan organisasi seperti Hitler,

Osama bin Laden, Mussolini, Yegal Amir (pembunuh Yitzhac Rabin),

Nathuram Godse (pembunuh Mahatma Gandhi), Timothy McVeigh (pengebom

Oklahoma City), Amrozi, Bouyeri (pembunuh Theo van Gogh), Nazi,

Al-Qaeda, Jamaah Islamiyah, Aum Shinrikyho, National Fascist Party dan

lain sebagainya. Ribuan bahkan juta nyawa melayang akibat ideologi

pro-kematian ini.



Anda tentu dengan mudah dapat menerka siapa tokoh yang diceritakan di

awal tulisan ini. Ia adalah Anders Behring Breivik. Melihatnya di TV

mengingatkan saya pada persidangan para 'Bali bomber' beberapa tahun

lalu. Mereka memiliki ideologi yang berbeda tapi kelakuannya sama saja:

mencintai kematian dan membenci kehidupan. Tentu kita berharap dan

berusaha keras agar tanah Indonesia tidak menjadi lahan subur bagi

persemaian ideologi pro-kematian ini. Wallahu a'lam.



*) Raja Juli Antoni adalah kandidat doktor di the University of

Queensland, Australia; mantan direktur eksekutif Maarif Institute,

Jakarta (2005-2009).



http://news.detik.com/read/2012/05/11/140435/1914984/103/ideologi-pro-kematian?n991102605



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.