Sri Sultan yang Makin Panik
OPINI | 11 May 2012 | 09:15 Dibaca: 577
Sultan HB X kemarin siang mengeluarkan "sabdatama" (amanat) sejak
terakhir dikeluarkan oleh ayahnya HB IX di tahun 1945. Kalau ayahnya
mengeluarkan sabdatama untuk menegaskan bergabungnya Keraton Yogyakarta
dengan NKRI, maka HB X kemarin menegaskan kemerdekaan Mataram yang punya
"paugeran" (aturan dalam negeri sendiri).
Yang namanya sabdatama itu hanya dikeluarkan dalam keadaan genting,
darurat, dan tentunya menjadi genting atau darurat itu karena menyangkut
nasib rakyat kebanyakan. HB X mengeluarkan sabdatama tentu seharusnya
menjaga sifat kedaruratan ini sehingga urgent untuk mengeluarkannya.
Tapi terus terang, jujur, "blaka suta", di Yogyakarta sekarang ini SAMA
SEKALI TIDAK ADA KEADAAN GENTING yang menyebabkan nasib rakyat
Yogyakarta dalam keadaan bahaya atau krisis, baik masa sekarang maupun
di masa datang. Semuanya berjalan seperti biasanya di bumi Mataram ini.
Business as usual.
Memang selama beberapa minggu terakhir, terjadi gonjang-ganjing
Kadipaten Pakualaman karena terjadi perang dalam kerajaan tersebut
antara Anglingkusumo dengan Ambarkusumo. Persoalan ini terjadi sejak 12
tahun yang lalu ketika PA VIII mangkat dan suksesi nya pun bermasalah
karena legitimasi Pakualam yang sekarang lemah.
Persoalan ini makin keruh karena kelompok masyarakat yang selama ini
menjadi penggerak gerakan pro-penetapan malah melakukan aksi anarkis dan
fitnah kepada Anglingkusumo dan keluarga besarnya. Anglingkusumo pun
mengajukan gugatan kejahatan terhadap pimpinan gerakan pro-penetapan
tersebut ke POLDA DIY.
Terhadap gonjang-ganjing Pakualaman ini, Sultan HB X selalu punya
komentar yang terus berulang-ulang sama yaitu "itu urusan internal,
biarkan diselesaikan sendiri". Dia tidak mau berkomentar jauh soal ini.
Sultan dan para pendukung penetapan ini selalu menyebar isu bahwa
konflik di Pakualaman ini ada kaitannya dengan RUU Keistimewaan DIY.
Terus terang, yang seperti ini naif, seolah-olah Sultan dan para
pendukungnya tidak tahu bahwa konflik ini sudah ada jauh sebelum ada RUUK.
Tapi bisa jadi Sultan ini memang sedang panik. Suksesi kraton dan
kadipaten di Yogyakarta ini MEMANG TIDAK PERNAH MULUS dan SELALU KONFLIK
sejak HB I. Di Kadipaten Pakualaman sekarang konflik tersebut manifes.
Namun di dalam Kraton sendiri laten sifatnya. Sangat mungkin terjadi
konflik serupa ada di antara Sultan dengan keluarganya (istri, anak) dan
kerabatnya (adik dari ibu yang sama atau yang berbeda ibu). Muaranya
sama yaitu untuk merebut tahta Sultan sebagai raja, apalagi jika RUUK
diketuk dengan isi penetapan sultan sebagai gubernur, maka pasti konflik
itu yang tadinya laten pasti juga akan manifes, muncul ke permukaan,
bahkan bisa jadi tidak lagi mengenal rasa malu. Demi kekuasaan, siapa
sih yang tidak bersyahwat untuk merebutnya?
Maka, dalam keadaan seperti ini, memang tampaknya Sultan merasa ini
adalah keadaan genting, darurat. Bagi siapa? Ya tentu bagi dirinya,
keluarga, dan kerabatnya, termasuk para lingkaran kekuasaannya. Apakah
rakyat Yogyakarta lantas juga merasakan situasi gawat darurat seperti
yang dirasakan rajanya? Tampaknya sama sekali tidak. Rakyat Yogyakarta
relatif tidak peduli dengan nasib Kraton karena memang Sultan, istri,
dan keluarganya tidak begitu peduli dengan warganya. Tugas-tugas publik
seperti kesejahteraan, keamanan, pendidikan bagi warga Jogja lebih
banyak diupayakan oleh pemerintahan daerah di tingkat bawah, bukan oleh
sultan sebagai gubernur.
Memang, Sultan yang sekarang jauh berbeda dari ayahnya, HB IX.
http://politik.kompasiana.com/2012/05/11/sri-sultan-yang-makin-panik/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.