Minggu, 13 Mei 2012

[Koran-Digital] Chumaedi Hasan : Madrasah dalam Bingkai Pendidikan Nasional

Madrasah dalam Bingkai Pendidikan Nasional

Chumaedi Hasan dan Agus Maulana Pengamat madrasah, tinggal di Tangerang



MADRASAH, yang berarti sekolah, adalah lembaga pendidikan agama Islam

yang cukup tua dalam konteks pendidikan di Indonesia. Keberadaan

madrasah merupakan pertanda dari keberadaan masyarakat muslim Indonesia.

Hampir tidak mungkin memisahkan dan mencerabut madrasah dari masyarakat

karena secara historis, pendidikan Islam di Indonesia menempatkan

masyarakat sebagai basis dan pendukung utama penyelenggaraannya.



Selain kuatnya misi profetik para pemuka muslim untuk menyelenggarakan

suatu jenis pendidikan berbasis agama bagi masyarakat, kondisi itu juga

diakibatkan kebijakan kolonial yang cenderung diskriminatif dan bahkan

antipati terhadap pendidikan Islam. Pemerintah kolonial beralasan

pendidikan Islam tidak kompatibel dengan kebijakan modernisasi

HindiaBelanda dan, di atas segalanya, memainkan peran yang besar dalam

mendorong maraknya gerakan nasionalisme dan kemerdekaan Indonesia.



Madrasah dengan sistem pendidikan Islamnya sudah mengalami perkembangan

yang sangat pesat dari aspek kelembagaan dan komposisi kurikulum sejak

dekade 1970-an, dan berujung dengan penegasan eksistensinya sebagai

salah satu subsistem Sistem Pendidikan Nasional sejak diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.



Integrasi pendidikan Islam ke Sistem Pendidikan Nasional secara umum

telah berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan Islam jika

dibandingkan dengan masa awal sejarahnya.



Bagaimanapun, integrasi itu telah membuka peluang yang luas bagi

pendidikan Islam



untuk berkembang dan lebih meningkatkan kontribusinya dalam proses

pencerdasan dan pembangunan bangsa.

Peta pendidikan Islam Pendidikan Islam diselenggarakan mulai pendidikan

anak usia dini, jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga

pendidikan tinggi pada jalur formal maupun nonformal/informal. Bila

ditinjau dari aspek muatannya (konten), pendidikan Islam dapat

diklasifikasikan ke tiga jenis: pertama, pendidikan agama,

diselenggarakan dalam bentuk pendidikan agama Islam di satuan pendidikan

pada semua jenjang dan jalur pendidikan; kedua, pendidikan umum berciri

Islam pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendi

dikan menengah, dan pendidikan tinggi pada jalur formal dan nonformal/

informal; ketiga, pendi informal; ketiga, pendidikan keagamaan Islam

pada berbagai satuan pendidikan diniah dan pondok pesantren yang

diselenggarakan pada jalur formal dan nonformal/ informal.



Secara keseluruhan, pendidikan Islam pada berbagai jenis, jenjang, dan

jalur pendidikan yang diselenggara yang diselenggarakan memiliki tingkat

aksesibilitas yang cukup baik, sebagaimana tecermin pada angka

partisipasi kasar (APK) pada tiap jenis, jenjang, dan jalur pendidikan

yang signifikan dengan rerata sekitar 12%.

Angka itu secara jernih dapat menyimpulkan kontribusi madrasah dalam

peta pendidikan nasional cukup besar, terutama terkait dengan

distribusinya yang merata bahkan hingga ke wilayah terpencil, biaya

pendidikan yang relatif terjangkau oleh peserta didik, dan besarnya

animo masyarakat terhadap pendidikan Islam.



Meski pada aspek aksesibilitas cukup baik, pada aspek mutu dan daya

saing, pendidikan Islam dapat dikatakan masih tertinggal khususnya dalam

hal ilmu-ilmu umum dan



vokasional. Secara kuanti tatif, angka kelulusan pada satuan-satuan

pendidikan Islam memang sangat tinggi. Secara umum, lulusan

satuan-satuan pendidikan Islam juga memiliki pemahaman agama dan

perilaku yang baik sejalan dengan nilai-nilai agama. Hal itu

mencerminkan keunggulan kompetitif pendidikan Islam jika dibandingkan

dengan pendidikan konvensional.



Namun, lulusan satuan pendi dikan Islam masih tertinggal dalam hal

penguasaan ilmu-ilmu umum dan keterampilan, terkait baik dengan muatan

kurikulum yang kurang memenuhi bobot relevansi baik dengan dinamika

ekonomi dan industrialisasi dalam lingkungan strategisnya maupun dengan

kualifikasi dan kompetensi pendidiknya.



Akibatnya, baik untuk melanjut



kan pendidikan maupun dalam dunia industri, keluaran pendidikan Islam

memiliki daya saing yang lebih rendah daripada pendidikan konvensional.



Pada aspek tata kelola, telah terbit Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor

3 Tahun 2006 yang memberikan landasan yuridis bagi reorganisasi tugas

dan fungsi satuan kerja Departemen (kini Kementerian) Agama yang

bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan dan pemba



ngunan pendidikan Islam.



PMA Nomor 3 Tahun 2006 tersebut memberi ketetapan hukum bagi perubahan

Direktorat Jenderal (Ditjen) Kelembagaan Islam menjadi Ditjen Pendidikan

Islam, yang mengemban tugas pokok menyelenggarakan perumusan serta

melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pendidikan

Islam berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Menteri Agama dan

perundang-undangan yang berlaku.



Fungsi yang dijalankan Ditjen Pendidikan Islam mencakup: pertama,

penyiapan perumusan dan penetapan visi, misi, dan kebijakan teknis di

bidang pendidikan Islam; kedua, perumusan standar, norma, pedoman,

kriteria, dan prosedur di bidang pendidikan Islam; ketiga, pelaksanaan

kebijakan bidang pendidikan Islam; keempat, pembinaan teknis dan

evaluasi pelaksanaan tugas; dan kelima pelaksanaan administrasi

pendidikan Islam.



Secara substansial, PMA Nomor 3 Tahun 2006 memberikan fokus yang lebih

terarah bagi kebijakan pembangunan pendidikan Islam yang berorientasi

pada pengembangan potensi peserta didik, mencakup pengembangan keilmuan,

keterampilan, dan karakter peserta didik yang mencerminkan nilai-nilai

Islami, didukung kelembagaan dan tata kelola pendidikan yang kuat,

sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas dan

berkompetensi, dan berdasarkan perspektif keilmuan Islam.



Perubahan organisasi yang sudah dilakukan dan dibarengi dengan

pengembangan kapasitas institusi dan peningkatan profesionalisme

birokrasi diharapkan dapat mewujudkan tata kelola pendidikan Islam yang

efektif, efi sien, dan akuntabel.



Kekuatan dan kelemahan Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 55

Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan semakin

menegaskan eksistensi pendidikan Islam sebagai bagian integral dari

Sistem Pendidikan Nasional. Dengan begitu, secara yuridis sudah tidak

ada lagi dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan agama.



Selain itu, kekuatan pendidikan Islam mencakup semua jenis, jenjang, dan

jalur pendidikan karena didukung distribusi satuan pendidikan yang luas

hingga ke pelosok Tanah Air sehingga pendidikan Islam memiliki potensi

daya serap yang besar dalam mendorong peningkatan aksesibilitas dan

partisipasi masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.

Hal lain yang juga tak boleh dilupakan ialah besarnya kontribusi

masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan Islam.



Berbagai upaya pembangunan pendidikan Islam pada masa sebelumnya telah

menghasilkan dampak positif terhadap peningkatan performa, yang

merupakan modal awal bagi pembangunan pendidikan Islam pada masa yang

akan datang.



Selain kekuatan, kelemahan pendidikan Islam yang masih tampak perlu

diberi perhatian sangat serius. Misalnya, meskipun anggaran dari tahun

ke tahun terus meningkat, anggaran pembangunan Ditjen Pendidikan Islam

jika dihitung berdasarkan kontribusi terhadap pendidikan nasional

tergolong belum besar di tengah keterbatasan kemampuan fiskal masyarakat

menyelenggarakan proses pendidikan Islam. Akibatnya pembangunan

pendidikan Islam tidak dapat dilaksanakan secara optimal.

Kebijakan ke depan Dalam rangka menyoroti arah dan kebijakan Kementerian

Agama dalam melihat peran dan posisi pendidikan Islam ke depan,

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Bahrul Hayat dalam beberapa

kesempatan pernah menyampaikan pentingnya pilihan strategis kebijakan

pengembangan pendidikan Islam. Menurutnya, setidaknya ada tiga strategi

dasar yang perlu diketahui masyarakat saat ini. Pertama ialah kebijakan

soal regulasi.

Posisi madrasah saat ini secara legal telah sama dan sederajat dengan

sekolah umum sebagaimana dijelaskan.



Kedua, sebagai konsekuensi kejelasan posisi madrasah secara regulatif,

secara cerdas Kementerian Agama akan membuat rancangan program yang

berpihak pada kebutuhan dan kondisi aktual madrasah di lapangan.

Meskipun prinsip equal treatment pasti akan diperhatikan pemerintah,

terutama menyangkut kebutuhan sarana dan prasarana serta kebutuhan guru

yang berkualitas, secara khusus Kementerian Agama akan merancang program

yang spesifik dan khas untuk dan dalam rangka menanggulangi

ketertinggalan madrasah, misalnya pada aspek kualitas guru.



Jika persoalan regulasi sudah tak ada masalah lagi, program juga bisa

kita siapkan dan rencanakan dengan strategi yang baik, persoalan ketiga

ialah pembiayaannya yang hingga saat ini terus meningkat. Momen itu

sangat baik untuk digunakan sebagai pemenuhan janji pemerintah untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia masa depan





http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/14/ArticleHtmls/Madrasah-dalam-Bingkai-Pendidikan-Nasional-14052012012029.shtml?Mode=1





--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.