Madrasah dalam Bingkai Pendidikan Nasional
Chumaedi Hasan dan Agus Maulana Pengamat madrasah, tinggal di Tangerang
MADRASAH, yang berarti sekolah, adalah lembaga pendidikan agama Islam
yang cukup tua dalam konteks pendidikan di Indonesia. Keberadaan
madrasah merupakan pertanda dari keberadaan masyarakat muslim Indonesia.
Hampir tidak mungkin memisahkan dan mencerabut madrasah dari masyarakat
karena secara historis, pendidikan Islam di Indonesia menempatkan
masyarakat sebagai basis dan pendukung utama penyelenggaraannya.
Selain kuatnya misi profetik para pemuka muslim untuk menyelenggarakan
suatu jenis pendidikan berbasis agama bagi masyarakat, kondisi itu juga
diakibatkan kebijakan kolonial yang cenderung diskriminatif dan bahkan
antipati terhadap pendidikan Islam. Pemerintah kolonial beralasan
pendidikan Islam tidak kompatibel dengan kebijakan modernisasi
HindiaBelanda dan, di atas segalanya, memainkan peran yang besar dalam
mendorong maraknya gerakan nasionalisme dan kemerdekaan Indonesia.
Madrasah dengan sistem pendidikan Islamnya sudah mengalami perkembangan
yang sangat pesat dari aspek kelembagaan dan komposisi kurikulum sejak
dekade 1970-an, dan berujung dengan penegasan eksistensinya sebagai
salah satu subsistem Sistem Pendidikan Nasional sejak diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Integrasi pendidikan Islam ke Sistem Pendidikan Nasional secara umum
telah berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan Islam jika
dibandingkan dengan masa awal sejarahnya.
Bagaimanapun, integrasi itu telah membuka peluang yang luas bagi
pendidikan Islam
untuk berkembang dan lebih meningkatkan kontribusinya dalam proses
pencerdasan dan pembangunan bangsa.
Peta pendidikan Islam Pendidikan Islam diselenggarakan mulai pendidikan
anak usia dini, jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga
pendidikan tinggi pada jalur formal maupun nonformal/informal. Bila
ditinjau dari aspek muatannya (konten), pendidikan Islam dapat
diklasifikasikan ke tiga jenis: pertama, pendidikan agama,
diselenggarakan dalam bentuk pendidikan agama Islam di satuan pendidikan
pada semua jenjang dan jalur pendidikan; kedua, pendidikan umum berciri
Islam pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendi
dikan menengah, dan pendidikan tinggi pada jalur formal dan nonformal/
informal; ketiga, pendi informal; ketiga, pendidikan keagamaan Islam
pada berbagai satuan pendidikan diniah dan pondok pesantren yang
diselenggarakan pada jalur formal dan nonformal/ informal.
Secara keseluruhan, pendidikan Islam pada berbagai jenis, jenjang, dan
jalur pendidikan yang diselenggara yang diselenggarakan memiliki tingkat
aksesibilitas yang cukup baik, sebagaimana tecermin pada angka
partisipasi kasar (APK) pada tiap jenis, jenjang, dan jalur pendidikan
yang signifikan dengan rerata sekitar 12%.
Angka itu secara jernih dapat menyimpulkan kontribusi madrasah dalam
peta pendidikan nasional cukup besar, terutama terkait dengan
distribusinya yang merata bahkan hingga ke wilayah terpencil, biaya
pendidikan yang relatif terjangkau oleh peserta didik, dan besarnya
animo masyarakat terhadap pendidikan Islam.
Meski pada aspek aksesibilitas cukup baik, pada aspek mutu dan daya
saing, pendidikan Islam dapat dikatakan masih tertinggal khususnya dalam
hal ilmu-ilmu umum dan
vokasional. Secara kuanti tatif, angka kelulusan pada satuan-satuan
pendidikan Islam memang sangat tinggi. Secara umum, lulusan
satuan-satuan pendidikan Islam juga memiliki pemahaman agama dan
perilaku yang baik sejalan dengan nilai-nilai agama. Hal itu
mencerminkan keunggulan kompetitif pendidikan Islam jika dibandingkan
dengan pendidikan konvensional.
Namun, lulusan satuan pendi dikan Islam masih tertinggal dalam hal
penguasaan ilmu-ilmu umum dan keterampilan, terkait baik dengan muatan
kurikulum yang kurang memenuhi bobot relevansi baik dengan dinamika
ekonomi dan industrialisasi dalam lingkungan strategisnya maupun dengan
kualifikasi dan kompetensi pendidiknya.
Akibatnya, baik untuk melanjut
kan pendidikan maupun dalam dunia industri, keluaran pendidikan Islam
memiliki daya saing yang lebih rendah daripada pendidikan konvensional.
Pada aspek tata kelola, telah terbit Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor
3 Tahun 2006 yang memberikan landasan yuridis bagi reorganisasi tugas
dan fungsi satuan kerja Departemen (kini Kementerian) Agama yang
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan dan pemba
ngunan pendidikan Islam.
PMA Nomor 3 Tahun 2006 tersebut memberi ketetapan hukum bagi perubahan
Direktorat Jenderal (Ditjen) Kelembagaan Islam menjadi Ditjen Pendidikan
Islam, yang mengemban tugas pokok menyelenggarakan perumusan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pendidikan
Islam berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Menteri Agama dan
perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi yang dijalankan Ditjen Pendidikan Islam mencakup: pertama,
penyiapan perumusan dan penetapan visi, misi, dan kebijakan teknis di
bidang pendidikan Islam; kedua, perumusan standar, norma, pedoman,
kriteria, dan prosedur di bidang pendidikan Islam; ketiga, pelaksanaan
kebijakan bidang pendidikan Islam; keempat, pembinaan teknis dan
evaluasi pelaksanaan tugas; dan kelima pelaksanaan administrasi
pendidikan Islam.
Secara substansial, PMA Nomor 3 Tahun 2006 memberikan fokus yang lebih
terarah bagi kebijakan pembangunan pendidikan Islam yang berorientasi
pada pengembangan potensi peserta didik, mencakup pengembangan keilmuan,
keterampilan, dan karakter peserta didik yang mencerminkan nilai-nilai
Islami, didukung kelembagaan dan tata kelola pendidikan yang kuat,
sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas dan
berkompetensi, dan berdasarkan perspektif keilmuan Islam.
Perubahan organisasi yang sudah dilakukan dan dibarengi dengan
pengembangan kapasitas institusi dan peningkatan profesionalisme
birokrasi diharapkan dapat mewujudkan tata kelola pendidikan Islam yang
efektif, efi sien, dan akuntabel.
Kekuatan dan kelemahan Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 55
Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan semakin
menegaskan eksistensi pendidikan Islam sebagai bagian integral dari
Sistem Pendidikan Nasional. Dengan begitu, secara yuridis sudah tidak
ada lagi dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan agama.
Selain itu, kekuatan pendidikan Islam mencakup semua jenis, jenjang, dan
jalur pendidikan karena didukung distribusi satuan pendidikan yang luas
hingga ke pelosok Tanah Air sehingga pendidikan Islam memiliki potensi
daya serap yang besar dalam mendorong peningkatan aksesibilitas dan
partisipasi masyarakat terhadap pelayanan pendidikan.
Hal lain yang juga tak boleh dilupakan ialah besarnya kontribusi
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan Islam.
Berbagai upaya pembangunan pendidikan Islam pada masa sebelumnya telah
menghasilkan dampak positif terhadap peningkatan performa, yang
merupakan modal awal bagi pembangunan pendidikan Islam pada masa yang
akan datang.
Selain kekuatan, kelemahan pendidikan Islam yang masih tampak perlu
diberi perhatian sangat serius. Misalnya, meskipun anggaran dari tahun
ke tahun terus meningkat, anggaran pembangunan Ditjen Pendidikan Islam
jika dihitung berdasarkan kontribusi terhadap pendidikan nasional
tergolong belum besar di tengah keterbatasan kemampuan fiskal masyarakat
menyelenggarakan proses pendidikan Islam. Akibatnya pembangunan
pendidikan Islam tidak dapat dilaksanakan secara optimal.
Kebijakan ke depan Dalam rangka menyoroti arah dan kebijakan Kementerian
Agama dalam melihat peran dan posisi pendidikan Islam ke depan,
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Bahrul Hayat dalam beberapa
kesempatan pernah menyampaikan pentingnya pilihan strategis kebijakan
pengembangan pendidikan Islam. Menurutnya, setidaknya ada tiga strategi
dasar yang perlu diketahui masyarakat saat ini. Pertama ialah kebijakan
soal regulasi.
Posisi madrasah saat ini secara legal telah sama dan sederajat dengan
sekolah umum sebagaimana dijelaskan.
Kedua, sebagai konsekuensi kejelasan posisi madrasah secara regulatif,
secara cerdas Kementerian Agama akan membuat rancangan program yang
berpihak pada kebutuhan dan kondisi aktual madrasah di lapangan.
Meskipun prinsip equal treatment pasti akan diperhatikan pemerintah,
terutama menyangkut kebutuhan sarana dan prasarana serta kebutuhan guru
yang berkualitas, secara khusus Kementerian Agama akan merancang program
yang spesifik dan khas untuk dan dalam rangka menanggulangi
ketertinggalan madrasah, misalnya pada aspek kualitas guru.
Jika persoalan regulasi sudah tak ada masalah lagi, program juga bisa
kita siapkan dan rencanakan dengan strategi yang baik, persoalan ketiga
ialah pembiayaannya yang hingga saat ini terus meningkat. Momen itu
sangat baik untuk digunakan sebagai pemenuhan janji pemerintah untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia masa depan
http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/14/ArticleHtmls/Madrasah-dalam-Bingkai-Pendidikan-Nasional-14052012012029.shtml?Mode=1
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.