Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I/2012 PDF Print
Monday, 14 May 2012
Pekan lalu Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data produk domestik
bruto (PDB) untuk kuartal I/2012.
Dalam laporan itu, pertumbuhan ekonomi selama periode tersebut sedikit
mengalami perlambatan, yaitu dari 6,5% pada kuartal 4 tahun sebelumnya
menjadi 6,3%.Menanggapi laporan tersebut, saya membuat beberapa catatan.
Dalam suatu artikel di harian Rakyat,Partai Komunis China, terbitan
tahun 2004 yang berjudul What does that mean to have GDP per capita of
USD3,000? dikatakan bahwa suatu negara yang melampaui PDB per kapita
USD3.000 akan menghadapi gelombang baru berbagai permintaan yang pada
akhirnya akan melahirkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Dalam harian itu kita melihat contoh yang digunakan, yaitu Korea
Selatan. Negara itu mengalami pertumbuhan lebih cepat selama 11 tahun
setelah terlampauinya titik tersebut,yaitu setelah PDB per orangnya
mencapai USD3.000. Kita sendiri sekarang juga melihat proses pertumbuhan
ekonomi di China yang menunjukkan tingkat pertumbuhan tinggi selama
bertahun- tahun.Saya pun menandai Brasil mengalami fenomena seperti itu
selama dua kali,yaitu periode setelah tahun 1994 setelah PDB per
kapitanya melampaui USD3.000 dan terulang lagi di tahun pasca-2004,yaitu
setelah Brasil berhasil keluar dari krisis perekonomian.
Bahkan dalam kasus Brasil tersebut, pada periode yang kedua, pertumbuhan
ekonominya meningkat sangat tajam sehingga pada 2011 Brasil bahkan
berhasil menjadi negara dengan perekonomian keenam di dunia. Dengan
melihat pengalaman itu, saya sejak awal menduga, fenomena serupa akan
terjadi di Indonesia. Namun ternyata pada kuartal I/2012 ini data
berbicara lain.Apakah Indonesia merupakan suatu anomali ataukah ini
hanya merupakan suatu fenomena sesaat sebelum akhirnya terjadi perbaikan
kembali di kuartal mendatang, saya sungguh tidak tahu.
Bukan tidak mungkin terjadi pelaporan yang lebih rendah daripada keadaan
sebenarnya (under reporting). Saya melihat fakta under reporting ini
secara kasatmata pada subsektor perkebunan. Sektor ini menyumbang PDB di
tahun 2011 yang lalu sebesar Rp154 triliun (menurut harga
berlaku).Sementara kalau kita bandingkan dengan ekspor CPO dan karet
saja sudah mencapai lebih dari USD36 miliar. Belum lagi jika
memperhitungkan ekspor kopi, teh, cokelat, tembakau, rempah-rempah, dan
lainnya.
Secara keseluruhan jumlah ekspor hasil perkebunan tersebut melampaui
USD50 miliar.Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
sumbangan sektor perkebunan pada PDB.Kalau kita menghitung produksi CPO
saja, kita akan melihat bahwa kontribusi PDB tersebut ternyata tidak
lebih dari produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang sebagian
hasilnya memang merupakan nilai tambah di sektor perkebunan (mungkin
hanya dikurangi pupuk dan obat hama serta pengeluaran kecil lainnya).
Kalau demikian, bagaimana dengan nilai tambah yang dihasilkan karet,
kopi, teh, cokelat, tembakau, rempah-rempah, dan produk perkebunan
lainnya? Berangkat dari gambaran tersebut, setiap kali saya membaca data
BPS,"alarm"saya selalu berbunyi.Pertanyaan yang sama selalu muncul lagi,
yaitu apakah laporan tersebut mengandung under reporting lagi atau
tidak. Jika data BPS tersebut terlalu low profile,risiko bukannya tidak
ada. Risiko yang paling besar adalah digunakannya data BPS tersebut
dalam perencanaan kapasitas berbagai industri maupun prasarana di Indonesia.
Suatu contoh yang konkret adalah dalam produksi tenaga listrik oleh
PLN.Saya yakin betul dalam perencanaan kapasitas PLN,mereka tentu
menggunakan data pertumbuhan ekonomi sebagai titik awal. Sebagai contoh,
jika pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, tambahan tenaga listrik yang harus
dibangun adalah sebesar 3.000 megawatt (ini sekadar contoh).Jika
pertumbuhan ekonomi ternyata 7%, kebutuhan tambahan tenaga listrik bukan
tidak mungkin menjadi 4.200 megawatt. Oleh karena itu jika terjadi under
reporting, PLN akan mengalami kekurangan produksi listrik dibandingkan
dengan permintaannya.
Pemadaman akan terjadi dengan intensitas yang meningkat dan sebagainya.
Kita beruntung, PLN sejak pemerintahan lalu mulai mengembangkan crash
program pembangunan pembangkit listrik sebesar 10.000 megawatt. Crash
program tersebut awalnya dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan
penghematan, yaitu untuk menggantikan pembangkit listrik yang
menggunakan BBM dengan pembangkit baru yang menggunakan batu bara.
Dengan perubahan bahan bakar tersebut, subsidi kepada PLN akan dapat
dikurangi. Tapi apa yang terjadi? Subsidi listrik terus mengalami
peningkatan.
Hal ini terjadi karena ternyata permintaan listrik sangat meningkat
melampaui rencana produksinya sehingga banyak pembangkit listrik yang
semula akan digantikan akhirnya tetap harus dimanfaatkan karena memang
kebutuhannya meningkat. Cerita yang sama juga terjadi pada kapasitas
Bandara Soekarno-Hatta maupun bandara lain yang mengalami lonjakan
penumpang luar biasa. Saya meyakini jika perencanaan kapasitasnya lebih
akurat, Angkasa Pura pasti sudah bisa memprediksi bahwa kapasitas
bandara mereka pada tahun ini sudah akan tidak mampu lagi menampung
lonjakan penumpang sehingga sejak beberapa tahun yang lalu mereka sudah
harus mempersiapkan penambahan kapasitas.
Hal yang sama juga terjadi pada pelabuhan maupun feri penyeberangan di
Merak.Awalnya dikatakan, kemacetan kendaraan pada jalur menuju feri di
Merak disebabkan gangguan cuaca.Tapi pada perkembangan kemudian saya
mengambil kesimpulan, kemacetan tersebut sudah bersifat struktural
karena terjadinya lonjakan kendaraan yang akan melintasi feri menuju
Sumatera akibat pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi.
Dengan melihat keadaan seperti itu, saya menjadi curiga: pertumbuhan
sektor industri manufaktur, yang semula sudah berada dalam trek
pertumbuhan yang melampaui rata-rata pertumbuhan ekonominya
mengakibatkan fenomena deindustrialisasi sudah tidak terjadi lagi,
tetapi dengan data pertumbuhan yang baru, saya menjadi kebingungan lagi
apakah deindustrialisasi akan kembali terjadi? Sementara pada saat yang
sama ekspansi besar-besaran terjadi pada industri automotif, tekstil,
industri barang konsumsi, dan sebagainya.
Ekspansi besar- besaran ini akhirnya membuat permintaan kawasan industri
menjadi tidak mampu lagi menyediakan lahan bagi perusahaan yang akan
melakukan ekspansi sehingga harga lahan di kawasan industri meningkat
beberapa kali lipat dalam setahun. Tidakkah fakta tersebut berbicara
cukup keras untuk menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor industri adalah
sangat tinggi? Semoga BPS dapat mengatasi permasalahan ini untuk
kemaslahatan kita semua.
CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO
Pengamat Ekonomi
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/494620/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.