Minggu, 13 Mei 2012

[Koran-Digital] CYRILLUS HARINOWO: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I/2012

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I/2012 PDF Print

Monday, 14 May 2012

Pekan lalu Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data produk domestik

bruto (PDB) untuk kuartal I/2012.





Dalam laporan itu, pertumbuhan ekonomi selama periode tersebut sedikit

mengalami perlambatan, yaitu dari 6,5% pada kuartal 4 tahun sebelumnya

menjadi 6,3%.Menanggapi laporan tersebut, saya membuat beberapa catatan.

Dalam suatu artikel di harian Rakyat,Partai Komunis China, terbitan

tahun 2004 yang berjudul What does that mean to have GDP per capita of

USD3,000? dikatakan bahwa suatu negara yang melampaui PDB per kapita

USD3.000 akan menghadapi gelombang baru berbagai permintaan yang pada

akhirnya akan melahirkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.



Dalam harian itu kita melihat contoh yang digunakan, yaitu Korea

Selatan. Negara itu mengalami pertumbuhan lebih cepat selama 11 tahun

setelah terlampauinya titik tersebut,yaitu setelah PDB per orangnya

mencapai USD3.000. Kita sendiri sekarang juga melihat proses pertumbuhan

ekonomi di China yang menunjukkan tingkat pertumbuhan tinggi selama

bertahun- tahun.Saya pun menandai Brasil mengalami fenomena seperti itu

selama dua kali,yaitu periode setelah tahun 1994 setelah PDB per

kapitanya melampaui USD3.000 dan terulang lagi di tahun pasca-2004,yaitu

setelah Brasil berhasil keluar dari krisis perekonomian.



Bahkan dalam kasus Brasil tersebut, pada periode yang kedua, pertumbuhan

ekonominya meningkat sangat tajam sehingga pada 2011 Brasil bahkan

berhasil menjadi negara dengan perekonomian keenam di dunia. Dengan

melihat pengalaman itu, saya sejak awal menduga, fenomena serupa akan

terjadi di Indonesia. Namun ternyata pada kuartal I/2012 ini data

berbicara lain.Apakah Indonesia merupakan suatu anomali ataukah ini

hanya merupakan suatu fenomena sesaat sebelum akhirnya terjadi perbaikan

kembali di kuartal mendatang, saya sungguh tidak tahu.



Bukan tidak mungkin terjadi pelaporan yang lebih rendah daripada keadaan

sebenarnya (under reporting). Saya melihat fakta under reporting ini

secara kasatmata pada subsektor perkebunan. Sektor ini menyumbang PDB di

tahun 2011 yang lalu sebesar Rp154 triliun (menurut harga

berlaku).Sementara kalau kita bandingkan dengan ekspor CPO dan karet

saja sudah mencapai lebih dari USD36 miliar. Belum lagi jika

memperhitungkan ekspor kopi, teh, cokelat, tembakau, rempah-rempah, dan

lainnya.



Secara keseluruhan jumlah ekspor hasil perkebunan tersebut melampaui

USD50 miliar.Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

sumbangan sektor perkebunan pada PDB.Kalau kita menghitung produksi CPO

saja, kita akan melihat bahwa kontribusi PDB tersebut ternyata tidak

lebih dari produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang sebagian

hasilnya memang merupakan nilai tambah di sektor perkebunan (mungkin

hanya dikurangi pupuk dan obat hama serta pengeluaran kecil lainnya).



Kalau demikian, bagaimana dengan nilai tambah yang dihasilkan karet,

kopi, teh, cokelat, tembakau, rempah-rempah, dan produk perkebunan

lainnya? Berangkat dari gambaran tersebut, setiap kali saya membaca data

BPS,"alarm"saya selalu berbunyi.Pertanyaan yang sama selalu muncul lagi,

yaitu apakah laporan tersebut mengandung under reporting lagi atau

tidak. Jika data BPS tersebut terlalu low profile,risiko bukannya tidak

ada. Risiko yang paling besar adalah digunakannya data BPS tersebut

dalam perencanaan kapasitas berbagai industri maupun prasarana di Indonesia.



Suatu contoh yang konkret adalah dalam produksi tenaga listrik oleh

PLN.Saya yakin betul dalam perencanaan kapasitas PLN,mereka tentu

menggunakan data pertumbuhan ekonomi sebagai titik awal. Sebagai contoh,

jika pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, tambahan tenaga listrik yang harus

dibangun adalah sebesar 3.000 megawatt (ini sekadar contoh).Jika

pertumbuhan ekonomi ternyata 7%, kebutuhan tambahan tenaga listrik bukan

tidak mungkin menjadi 4.200 megawatt. Oleh karena itu jika terjadi under

reporting, PLN akan mengalami kekurangan produksi listrik dibandingkan

dengan permintaannya.



Pemadaman akan terjadi dengan intensitas yang meningkat dan sebagainya.

Kita beruntung, PLN sejak pemerintahan lalu mulai mengembangkan crash

program pembangunan pembangkit listrik sebesar 10.000 megawatt. Crash

program tersebut awalnya dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan

penghematan, yaitu untuk menggantikan pembangkit listrik yang

menggunakan BBM dengan pembangkit baru yang menggunakan batu bara.

Dengan perubahan bahan bakar tersebut, subsidi kepada PLN akan dapat

dikurangi. Tapi apa yang terjadi? Subsidi listrik terus mengalami

peningkatan.



Hal ini terjadi karena ternyata permintaan listrik sangat meningkat

melampaui rencana produksinya sehingga banyak pembangkit listrik yang

semula akan digantikan akhirnya tetap harus dimanfaatkan karena memang

kebutuhannya meningkat. Cerita yang sama juga terjadi pada kapasitas

Bandara Soekarno-Hatta maupun bandara lain yang mengalami lonjakan

penumpang luar biasa. Saya meyakini jika perencanaan kapasitasnya lebih

akurat, Angkasa Pura pasti sudah bisa memprediksi bahwa kapasitas

bandara mereka pada tahun ini sudah akan tidak mampu lagi menampung

lonjakan penumpang sehingga sejak beberapa tahun yang lalu mereka sudah

harus mempersiapkan penambahan kapasitas.



Hal yang sama juga terjadi pada pelabuhan maupun feri penyeberangan di

Merak.Awalnya dikatakan, kemacetan kendaraan pada jalur menuju feri di

Merak disebabkan gangguan cuaca.Tapi pada perkembangan kemudian saya

mengambil kesimpulan, kemacetan tersebut sudah bersifat struktural

karena terjadinya lonjakan kendaraan yang akan melintasi feri menuju

Sumatera akibat pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi.



Dengan melihat keadaan seperti itu, saya menjadi curiga: pertumbuhan

sektor industri manufaktur, yang semula sudah berada dalam trek

pertumbuhan yang melampaui rata-rata pertumbuhan ekonominya

mengakibatkan fenomena deindustrialisasi sudah tidak terjadi lagi,

tetapi dengan data pertumbuhan yang baru, saya menjadi kebingungan lagi

apakah deindustrialisasi akan kembali terjadi? Sementara pada saat yang

sama ekspansi besar-besaran terjadi pada industri automotif, tekstil,

industri barang konsumsi, dan sebagainya.



Ekspansi besar- besaran ini akhirnya membuat permintaan kawasan industri

menjadi tidak mampu lagi menyediakan lahan bagi perusahaan yang akan

melakukan ekspansi sehingga harga lahan di kawasan industri meningkat

beberapa kali lipat dalam setahun. Tidakkah fakta tersebut berbicara

cukup keras untuk menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor industri adalah

sangat tinggi? Semoga BPS dapat mengatasi permasalahan ini untuk

kemaslahatan kita semua. 



CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO

Pengamat Ekonomi

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/494620/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.