Kawan Penasihat dan Pelawak
Awalnya hanya sebagai penasihat tokoh utama, panakawan kemudian diberi
peran lain sebagai pelawak.
OLEH: HENDARU TRI HANGGORO
SUARA gamelan berhenti. Bagong masuk ke panggung menemui Petruk. "Truk,
Gareng kini punya penyakit aneh. Suka menggigit pantat orang," kata
Bagong. Petruk percaya. Setelah itu, Bagong bertemu dengan Gareng.
"Petruk kini berekor," ujar Bagong mencoba membohongi. Seperti Petruk,
Gareng percaya. Keduanya kemudian bertemu. Petruk waspada. Dia menutupi
pantatnya dengan tangan. Penasaran, Gareng berusaha melihat pantat petruk.
Keduanya berkejaran, hampir berkelahi. Beruntung, Semar datang
menengahi. Mereka akhirnya tahu bahwa Bagonglah dalang keonaran ini.
Semar berkata, "Membuat isu atau sas-sus itu tidak baik. Cuma bikin
celaka orang dan kisruh." Adegan-adegan ini terdapat dalam acara Ria
Jenaka di TVRI pada 1980-an. Sebuah acara yang menjadi corong penguasa
untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan melalui tokoh panakawan atau
biasa disebut juga punakawan. Tokoh-tokoh wayang yang lekat dengan
lawakan dan keanehan bentuk tubuh. Tak seperti awal kemunculannya.
Kemunculan panakawan dalam tradisi seni pertunjukan di Indonesia dapat
dilacak pada relief-relief candi dan naskah-naskah kuno Nusantara.
Beberapa relief di Candi Prambanan dari abad ke-9, menggambarkan
panakawan. Gambar-gambar dalam relief Prambanan mengisahkan tokoh-tokoh
utama yang didampingi oleh seorang pengiring. "Para pengiring itu
berpenampilan tampan dan cantik," tulis Edy Sedyawati, guru besar
arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dalam "Panakawan di
Masa Majapahit", makalah pada Seminar Naskah Nusantara tahun 2009.
Para pengiring itu menemani tokoh utama dengan pakaian yang berbeda.
Bentuk tubuh mereka normal seperti tokoh utama. Mereka menemani tokoh
utama hingga ke hutan. Menurut Edy, inilah arti dasar panakawan, kawan
yang diharapkan siap membantu tokoh utama, baik jahat maupun baik,
dimanapun. Kawan yang mampu memberikan nasihat kepada tokoh utama.
Tetapi istilah panakawan kala itu belum dikenal.
Panakawan berasal dari dua kata, pana dan kawan. "Pana berarti mumpuni,
sedangkan kawan dapat berarti seseorang yang cukup dikenal," tulis Trias
Yusuf, staf pengajar Fakultas Sastra Universitas Diponegoro dalam
"Panakawan Dalam Tradisi Kesenian Pesisir Jawa", makalah pada Seminar
Naskah Nusantara. Menurutnya, istilah ini baru muncul pada masa
Yasadipura abad ke-18 di Surakarta. Istilah yang sepadan dengan
panakawan tersua dalam Kakawin Gathotkacasraya yang ditulis pada masa
Raja Warsajaya dari Kediri (1104-1135).
Kakawin tersebut memuat istilah Jurudyah Punta Prasanta untuk
menerangkan pengiring tokoh utama, Abhimanyu. Penyebutan itu merujuk
pada satu orang. Kata "Juru" menunjukkan pekerjaan sang pengiring,
mengurus atau mengasuh. Kata "Dyah" dapat berarti orang muda keturunan
raja-raja. Sementara kata "Punta" merupakan nama depan sang pengiring,
dan "Prasanta" nama panggilannya. Tokoh-tokoh dalam kakawin tersebut
bersifat historis-mitologis. Artinya, mereka ada walaupun kisah mereka
berbalut dengan simbol-simbol dan mitos.
Profesor Soetjipto Wirjosoeparto, mantan dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia, menyatakan bentuk tubuh pengiring dalam
Gathotkacasraya digambarkan layaknya manusia. "Dalam deskripsinya tidak
disebutkan bahwa tampilannya serba aneh dan kocak," tulis Soetjipto
sebagaimana dikutip Edy Sedyawati. Gambaran Ini masih sesuai dengan
relief Prambanan. Tugas mereka pun masih jauh dari melawak.
Ketika kemasyhuran Kerajaan Kediri meredup, Kerajaan Majapahit perlahan
bersinar. Candi-candi Majapahit segera berdiri di wilayah bekas Kerajaan
Kediri. Candi-candi itu memiliki relief yang menggambarkan para
pengiring yang agak berbeda dengan masa sebelumnya. Edy Sedyawati
menambahkan bahwa beberapa candi yang dibangun pada abad ke-14 seperti
Tegawangi, Kedaton, dan Surawarna mulai menampilkan relief adegan
pengiring berbadan gemuk.
Dalam relief Candi Tegawangi misalnya, terdapat gambar dua pengiring
berbadan gemuk. Pengiring itu masuk dalam relief cerita Sudamala, yaitu
cerita ruwatan yang melibatkan Sadewa, salah satu tokoh Pandawa. Kedua
pengiring sedang berpacaran dalam posisi yang menggelikan. Seorang
pengiring keluarga Pandawa, Semar, mulai dikenal melalui cerita Sudamala
dalam relief candi Sukuh tahun 1439 dan Kakawin Sudamala.
Berbadan serba bulat, berbibir maju, dan bermata besar, Semar tak melulu
memberikan nasihat, melainkan juga humor untuk tuannya. Dengan demikian,
Sedyawati berkesimpulan bahwa tokoh panakawan yang berbentuk tidak
lazim, namun bersifat lucu mulai muncul kala Majapahit.
Memasuki masa kesultanan Islam, para wali mengenalkan para pengiring
dengan bentuk dan fungsi yang berbeda itu ke dalam wayang. Menurut Ronit
Ricci, peneliti pada Universitas Michigan, dalam "Conversion to Islam on
Java", Jurnal KITLV, Vol. 195 No. 1 (2009), "Sunan Bonang dan Sunan
Kalijaga sering dianggap perekacipta pengiring tersebut dalam
pertunjukan wayang." Kedua sunan di tanah Jawa ini membalut kisah
Ramayana, Mahabarata, dan Sudamala dengan ajaran Islam. Padahal, kisah
Ramayana dan Mahabarata versi India sama sekali tidak menyertakan
pengiring untuk tokoh utamanya. Apalagi sampai yang berbentuk aneh.
Selain Semar, pada masa itu muncul pula nama-nama pengiring lain seperti
Petruk, Gareng, dan Bagong. Mereka tidak hanya sekadar penasihat
tokoh-tokoh utama, tapi juga berlakon sebagai pelawak-cum-kritikus.
Sebab, lawakan mereka hanyalah alat penyampai kritik sang pujangga atau
dalang. Gambaran tokoh ini semakin banyak ditemukan dalam karya-karya
sastra masa Yasadipura seperti Wedatama. Mereka kemudian dikenal dengan
nama panakawan.
Memasuki abad ke-20, panakawan populer dalam pertunjukan wayang,
ketoprak, dan seni pertunjukan lainnya. Penonton selalu menunggu
kehadiran mereka. Tak heran, penguasa Orde Baru menggunakannya sebagai
corong propaganda dalam acara Ria Jenaka.
http://historia.co.id/artikel/1/1014/Majalah-Historia/Kawan_Penasihat_dan_Pelawak
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.