Senin, 14 Mei 2012

[Koran-Digital] Hewan Besar Punah, Hutan Miskin

Tapir pun tidak mampu menggantikan peran megaherbivora, seperti gajah dan badak, dalam penyebaran biji tumbuhan di hutan. HINGGA 2.390 BIJI

GAJAH itu tergelim pang kaku di tengah jalan tanah dengan rimbun pohon sawit di kedua sisinya. Begitulah foto yang diambil di perkebunan sawit di Desa Krueng Ayon, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh, oleh kantor berita Antara, awal bulan ini.

Gajah berusia 18 tahun itu diduga diracun. Kejadian menyedihkan tersebut menambah panjang daftar kematian gajah secara tidak wajar di Indonesia. Namun, pengusutan dan penindakan atas kasuskasus itu tidak pernah jelas.
Pemerintah seolah tidak punya kekuatan melindungi mamalia darat terbesar itu.

Padahal, keberadaan gajah bukan sekadar menjadi bukti keberagaman fauna Indonesia.
Gajah sebetulnya juga sangat berperan bagi hutan.

Berdasarkan kajian tentang fauna-fauna besar di hutan hujan tropis di Asia Tenggara yang dipublikasikan dalam jurnal Biotropica baru-baru ini, gajah dan hewan herbivora besar lainnya seperti badak memiliki peran penting untuk menjaga keanekaragaman dan struktur hutan. “Megaherbivora berlaku seperti tukang kebun yang menjaga kesuburan hutan tropis,“ jelas Ahimsa Campos-Arceiz, kepala tim dalam kajian itu yang juga pengajar di University of Nottingham, Malaysia.

Ilmuwan asal Spanyol itu menjelaskan, pada hutan hujan tropis di Asia, rapatnya tumbuhan menyebabkan tidak semua pohon mempunyai ruang yang cukup untuk mendapatkan sinar matahari dan angin. Matahari sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan, sedangkan angin berguna untuk penyebaran biji. Dengan kondisi tersebut, Luis Santamaria, yang juga salah satu penulis kajian itu sekaligus peneliti dari Mediterranean Institute for Advanced Studies (IMEDEA), Spanyol, mengatakan tumbuhan yang memiliki biji cukup besar membutuhkan bantuan hewan berukuran besar yang dapat memakan, mencerna, dan menyebarkan biji itu di dalam hutan.

Di situlah megaherbivora berperan. Gajah dan badak secara otomatis menyebarkan biji tumbuhan, baik ketika mereka memuntahkan sebagian tumbuh-tumbuhan yang dimakan ataupun saat mengeluarkan feses. Sistem pencernaan gajah dan badak yang lambat membuat biji tumbuhan yang termakan dan kemudian dikeluarkan lewat feses tetap tumbuh dan berkembang (berkecambah).

Karena itu, perburuan gajah dan badak sebetulnya membawa kerugian sangat besar.

Produktivitas hutan akan turun jika populasi megaherbivora ini terus menyusut.

Saat ini populasi gajah asia (Elephas maximus) telah menyusut drastis dan telah masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) atau telah dalam status hampir punah. Menurut data yang dikumpulkan tim Campos-Arceiz, populasi badak jawa (Rhinoceros sondaicus) tersisa 50 ekor dan badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) 200 ekor.

Berdasarkan laporan organisasi lingkungan WWF di kawasan Jantung Borneo (Heart of Borneo) yang meliputi tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan Brunei, jumlah gajah di Pulau Kalimantan tersebut hanya berkisar 1.000 ekor.

Populasi yang lebih mempri

hatinkan ialah badak sumatra yang tersisa kurang dari 50 ekor.
Tidak tergantikan oleh tapir Dalam kajian itu pula para ilmuwan mengevaluasi kemampuan binatang besar lainnya sebagai hewan penyebar biji tumbuhan. Hewan yang dianggap memiliki sistem pencernaan mirip gajah atau badak, berbobot sekitar 300 kg, dan keberadaannya masih relatif aman karena tidak diburu adalah tapir, tepatnya spesies Tapirus indicus.

Tim meneliti kemampuan tapir menyebarkan biji dari sembilan jenis tumbuhan yang berbeda. Biji itu mulai pohon yang berukuran besar seperti mangga dan durian hingga yang lebih kecil seperti apel gajah (Dillenia indica).

Di antara yang dikeluarkan dalam feses hewan tersebut hanya ditemukan 8% biji asam jawa dan tidak satu pun yang menjadi kecambah. Bandingkan dengan kemampuan gajah yang diamati dalam penelitian itu. Seekor gajah memakan hingga 2.390 biji dan mengeluarkan kembali sekitar 75%.
Dari jumlah itu, sekitar 65% biji telah berubah menjadi kecambah.

“Tapir asia mengunyah, meludahkan, dan mencerna sebagian besar biji yang dimakan. Itu membuat biji tersebut rusak atau hanya mengeluarkan mereka kembali di lokasi yang sama. Jadi mereka tidak disebarkan,” jelas CamposArceiz.

Dengan begitu, peneliti menyimpulkan bahwa peran penyebaran biji tumbuhan di hutan oleh gajah dan badak

Campos-Arceiz menjelaskan, tanpa keberadaan gajah dan badak, perkembangbiakan beberapa tumbuhan besar sangat mungkin hanya berada di sekitar tumbuhan induk. Mereka tidak mampu mengolonisasi daerah lain di dalam hutan. Dengan begitu, bukan tidak mungkin keberadaan tumbuhtumbuhan ini pun bisa menyusut karena ruang tumbuh mereka makin lama makin padat tanpa ada ruang tumbuh baru. Hal ini bukan hanya berdampak pada semakin sulitnya pemanfaatan oleh manusia, melainkan juga bisa mengubah struktur hutan tersebut.

Pasalnya, ketika tumbuhtumbuhan besar tidak tersebar, populasi tumbuh-tumbuhan lebih kecil yang tidak bergantung pada gajah dan badak akan pesat. “Pada akhirnya komposisi dan struktur hutan akan berubah. Strukturnya tidak akan sekompleks sekarang atau dalam kata lain keberagamannya turun,“ tukas Campos-Arceiz.

Untuk menghindari skenario buruk itu, perburuan megaherbivora harus dihentikan dengan tegas di Asia Tenggara.
Peneliti mengatakan pemerintah negara-negara Asia Tenggara sudah seharusnya sadar bahwa kebutuhan melindungi gajah dan badak bukan sekadar mencegah spesies itu punah, melainkan juga mencegah kerugian ekologi yang lebih besar lagi. (sciencedaily.
com/M-5)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/15/ArticleHtmls/Hewan-Besar-Punah-Hutan-Miskin-15052012011015.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.