Tindak Lanjut Penahanan Angelina Sondakh
Marwan Mas Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar
TERNYATA Angelina Sondakh (Angie) ditahan juga oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sejak Jumat (27/4), setelah hampir tiga bulan publik
dibuat gelisah tentang kelanjutan prosesnya. Sejak Angie diumumkan
menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap Wisma Atlet pada 3 Februari
2012, banyak spekulasi miring ditujukan kepada KPK. Rentang waktu yang
lama Angie tidak diperiksa tak pelak menimbulkan spekulasi bahwa dugaan
korupsi Wisma Atlet tidak akan menyentuh nama-nama elite politik dan
kekuasaan yang pernah disebut Nazaruddin. Jamak diketahui, korupsi kelas
kakap selalu dilakukan bersama-sama.
Karena itu, butuh keberanian dan profesionalitas yang tinggi untuk
mengungkapnya.
Angie ditahan bukan hanya karena terkait dengan kasus Wisma Atlet. Ia
juga diduga terlibat dalam kasus korupsi di Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud). Langkah KPK setidaknya menepis sebagian
tudingan miring sekaligus menunjukkan lembaga tersebut masih punya
taring. Kasus Wisma Atlet tidak akan berhenti pada Nazaruddin.
Malah, indikasi nyanyian Nazaruddin yang selama ini dinilai mimpi di
siang bolong mulai terkuak laksana membuka kotak pandora yang biasnya
merambah ke mana-mana.
Tanpa bermaksud mengabaikan asas praduga tak bersalah, kita berharap
agar peran sederet nama elite politik dan pimpinan Badan Anggaran Dewan
Perwakilan Rakyat yang juga diduga terlibat bisa ditelusuri. KPK harus
membuktikan tidak terpengaruh tekanan politik dan tidak menjadikan
Nazaruddin dan Angie sebagai tumbal.
Dalam kasus pembangunan kompleks olahraga terpadu di Hambalang, Bogor,
aroma korupsi pun sudah mulai diendus KPK. Sejumlah pemberitaan media
massa menyebut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (Suara Karya, 1/5)
telah mengantongi bukti pengakuan anggota Komisi II DPR dari Fraksi
Partai Demokrat Ignatius Mulyono, yang menyebutkan Anas-lah yang
memerintahkan dirinya untuk mengurus sertifikat tanah terkait dengan
proyek Hambalang.
Fakta tersebut ditemukan dalam berita acara pemeriksaan Nazaruddin yang
mengungkapkan bahwa Ignatius yang mengurus sertifikat tanah untuk proyek
Hambalang di Badan Pertanahan Nasional. Malah, Nazaruddin juga
menyebutkan ada uang yang mengalir dari PT Adhi Karya kepada Anas, yang
kemudian digunakan untuk pemenangan pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat
dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung.
Apakah alat bukti ini bisa dipadukan dengan alat bukti lain? Publik
menanti keseriusan dan keberanian KPK.
Justice collaborator Publik berharap KPK lebih agresif menggunakan
kewenangan besarnya untuk membongkar dugaan persekongkolan kasus Wisma
Atlet dan proyek Hambalang.
KPK harus bergerak cepat, sistematis, dan terukur sesuai dengan
ketentuan yang berlaku agar semuanya menjadi terang benderang.
Bongkar semuanya, jangan ada dusta atau ditutupi untuk menyelamatkan
orang tertentu. Negeri ini butuh pemimpin yang bersih, jujur, punya
integritas, dan berhati nurani untuk dipilih pada Pemilihan Umum
(Pemilu) 2014. Membongkar dugaan korupsi yang dilakukan bersama-sama
amatlah penting. Bukan sekadar untuk mengembalikan uang negara atau
memenjarakan orang, itu sekaligus bisa membersihkan partai politik dari
perilaku korupsi dalam menghadapi Pemilu 2014.
Wacana yang berkembang belakangan ini ialah tawaran agar Angie mau
menjadi justice collaborator (kerja sama membongkar kasus hukum). Angie
di min ta menunjukkan siapa saja yang menikmati suap dari kasus Wisma
Atlet dan Kemendikbud, apa modusnya, dan ke mana saja dana itu mengalir.
Apalagi Angie pernah menjadi ikon Partai Demokrat melalui semboyan
'katakan tidak pada korupsi'.
Saatnya membuktikan itu semua untuk lebih memperkuat informasi yang
telah dimiliki KPK, meskipun agak terlambat.
Namun, peran Angie sebagai justice collaborator harus dilakukan secara
sadar, yang berarti Angie harus terlebih dahulu mengakui
keterlibatannya. Bukan hanya karena imingiming keringanan tuntutan
pidana, apalagi karena tekanan.
Tanpa itu, dipastikan timbul hal yang kontraproduktif dalam pemeriksaan
sidang pengadilan, sebab tatanan hukum pidana Indonesia belum mengatur
secara tegas bagaimana peran seseorang yang mau bekerja sama untuk
mengungkap siapa saja yang terlibat.
Jika Angie secara sadar bek kerja sama dengan penyidik, selain bisa
meringankan dirinya, itu sekaligus mengembalikan muruah partai politik
sebagai tempat pengaderan calon pemimpin bangsa. Kooperatif dan secara
suka rela mau mengungkapkan misteri `bos besar' dan `ketua besar' ialah
kunci bagi Angie jika betul mau bekerja sama dengan KPK. Jangan terbuai
oleh janji keringanan tuntutan dari penuntut umum KPK yang belum tentu
juga diapresiasi majelis hakim. Jangan jadi pahlawan dengan cara
memfitnah dan mengorbankan orang lain.
Akan lebih baik jika penyidik KPK mencari sendiri alat bukti yang cukup
sebagai dasar untuk menjatuhkan putusan.
Vonis progresif Korupsi yang diyakini sebagai kejahatan luar biasa
seharusnya diperangi secara progresif. Rasa keadilan rakyat yang
dirampas para koruptor bisa sedikit terobati sekiranya vonis hakim mampu
berdimensi penyadaran dan membuat gentar calon koruptor yang antre di
berbagai institusi. Tanpa bermaksud menilai negatif putusan hakim, aspek
progresivitas yang diharapkan menjadi salah satu bentuk perang total
terhadap perilaku korupsi patut dicatat.
Harapan ini bukan tanpa ala san, sebab begitu banyak kepala daerah,
politisi, dan birokrat yang terjerat korupsi.
Timbulnya sikap skeptis pada putusan hakim disebabkan realitas selalu
menunjukkan ada celah untuk disiasati, yang tentu saja merusak citra
peradilan kita. Saat berbagai serangan balik dilancarkan untuk
memandulkan peradilan, itu justru tidak dilawan dengan cara yang elegan
untuk membangun atmosfer bahwa hakim memiliki kebebasan dan tidak akan
mempan diintervensi.
Akibatnya orang tidak takut melakukan korupsi lantaran hukum selalu
memberi toleransi dan ada peluang untuk 'selamat' dari jerat hukum.
Vonis hakim yang ringan tidak memberi bobot progresivitas. Itu malah
menimbulkan prasangka buruk bahwa penegak hukum belum secara total
menyikapi korupsi sebagai kejahatan luar biasa. KPK harus lebih giat
mengasah taringnya agar tidak ada yang lolos dari kasus Wisma Atlet dan
proyek Hambalang. Akan pahit rasanya jika pada akhirnya hanya menyentuh
pelaku kelas teri, sedangkan politik dibiarkan terus untuk menghegemoni
penegakan hukum.
Untuk mengungkap ke mana saja aliran dana dari kedua proyek itu, KPK
berencana menggunakan pasal-pasal pencucian uang selain undang-undang
korupsi. Pola ini akan memudahkan KPK, apalagi pengenaan pasal-pasal
tindak pidana pencucian uang sudah diterapkan kepada tersangka Wa Ode
Nurhayati. KPK akan melacak bukti adanya dugaan Angie menyamarkan uang
hasil korupsi melalui berbagai transaksi, siapa saja pelaku aktif dan
pelaku pasif dalam upaya membersihkan uang hasil korupsi dari kedua
proyek itu.
http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/11/ArticleHtmls/Tindak-Lanjut-Penahanan-Angelina-Sondakh-11052012020022.shtml?Mode=1
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.