Minggu, 20 Mei 2012

[Koran-Digital] MOHAMAD SOBARY: Pemihakan Moral

Pemihakan Moral PDF Print

Monday, 21 May 2012

Kajian sejarah sosial tentang gerakan protes kaum tani ditandai

keresahan, gejolak,dan kemarahan yang mencapai klimaks dalam bentuk

kekerasan. Bentrok fisik, dengan menggunakan senjata, ilmu silat, dan

tenaga dalam, dimantapkan dengan mantra-mantra dan jimat dari kiai

terkemuka.



Di pihak lawan, ada bedil,granat,mitraliur dan segenap corak senjata

otomatis yang bisa memuntahkan benda-benda modern yang mematikan.

KaumtanidiperdesaanJawa, sebagaimana dapat ditelusuri melalui

karya-karya penting sejarawan Kartono Kartodirdjo, Protest Movements in

Rural Java dan Banten Revolt of 1888, di abad ke-19 dan menjelang abad

ke-20, hidup dalam keresahan karena tekanan politik dan ekonomi

pemerintah kolonial Belanda makin tak tertahankan.



Pemberontakan mereka,sebagai kelanjutan gerakan protes tadi,berlangsung

amat singkat, yang ditandai kekalahan mutlak dan jiwa yang terpukul

telak, terutama karena kaum tani tersebut kurang mampu berorganisasi dan

kurang pengalaman. Dengan begitu, perjuangan untuk mengembalikan

kejayaan dan zaman keemasan pada masa lampau, dengan berpegang pada

gagasan Ratu Adil, yaitu kerajaan surga yang bakal terwujud di

bumi,berakhir porak-poranda.



Mimpi tentang masa lampau yang bakal kembali hanya tinggal— kata

Ebiet—mimpi di atas mimpi. Belanda lalu mengontrol kehidupan kaum tani

di perdesaan Jawa lebih ketat, lebih kejam, lebih tak

berperikemanusiaan. Dan kaum tani, yang terpukul jiwa dan kekuatan

barisannya yang kurang well organized mundur tak teratur, bersembunyi

dan tak mau bicara apa-apa lagi kecuali kenangan getir,bahwa gagasan

mistis tentang Ratu Adil tak bisa diperjuangkan kecuali dengan ilmu,

yang tak bisa mereka temukan di dalam kitabkitab yang mereka baca.



Ilmu milik yang berkuasa itu ilmu modern, hasil sebuah "ijtihad" modern,

yang tak bisa mereka ikuti. Ini paradoks kebudayaan yang percaya dan

menjunjung tinggi ngelmu kadigdayan, kanuragan,serta ilmu batin,tapi tak

dirumuskan secara terbuka dalam formula dan dalil-dalil objektif,

ilmiah, sebagaimana hukum keilmuan yang dipegang kaum penjajah.



Maka sejarah gerakan protes kaum tani, dilihat dari pihak kaum tadi,

mungkin bisa disebut sejarah gerakan orang-orang yang kalah dan tak akan

pernah mencapai kemenangan dalam bentuk apa pun hingga sesudah abad-abad

lewat, saat kita membaca tragedi gerakan mereka yang membikin kita ikut

merasa pilu.



Gerakan Sosial Baru



Gerakan sosial baru, yang muncul menjelang abad ke-21, berutang pada

sejarah gerakan protes tersebut, tetapi tak mengambil apa pun sebagai

modal gerakan selanjutnya. Gerakan sosial baru berangkat dari luka-luka

jiwa maupun kebudayaan karena intervensi berlebihan negara dan pasar—

dunia bisnis—ke dalam kehidupan pribadi dan keluarga di dalam civil

society kita. Gerakan ini juga membawa rasa kecewa, cemas, takut, dan

frustrasi berkepanjangan karena kekejaman negara dan pasar atau dunia

bisnis tersebut.



Civil society tertindas dan tak berdaya, dengan terpaksa menelan tanpa

mengunyah doktrin politik dan dunia bisnis yang didukung oleh para

ilmuwan sosial konvensional, yang memberi pembenaran teoretis kepada

para penguasa dan dunia bisnis yang menangguki untung besar karena

dukungan keilmuan tadi. Ilmu yang tidak kritis,tidak manusiawi, membuat

pihak lain menderita, tertekan, dan terus berada di lapis terbawah dalam

masyarakat hingga ke titik hilangnya kemanusiaan mereka.



Ini dilawan dengan gigih oleh gerakan sosial baru tadi, tapi gerakan

mereka tak mengakomodasi gagasan mistis tentang Ratu Adil dan kerajaan

surga yang menggiurkan. Mereka pun tak bermimpi kembalinya kejayaan para

penguasa lokal abad lampau. Gerakan ini modern, bersifat global, tetapi

dengan jeli dan sensitif meng-address isuisu lokal: gender, human

rights, environment, poverty, women trafficking,kebijakan pemerintah

yang tak adil,penistaan terhadap minoritas, dan semua jenis tindakan

yang secara kebudayaan tidak sensitif,tidak adil,dan tidak akomodatif.



Gerakan ini memandang ke "depan"dengan pijakan kuat pada problem

kekinian yang harus dirampungkan secara adil dan manusiawi agar kita

bisa melangkah ke depan tanpa dibebani problem-problem lama yang kita

anggap sebagai pending matters yang merupakan beban yang seharusnya tak

perlu ada. Jika diingat ciri pokok gerakan yang selalu bersifat global

tapi tak lupa memfokuskan diri pada isu-isu lokal, seperti disebut di

atas, maka apakah idiom yang tepat untuk gerakan itu selain apa yang di

masa lampau telah dideklarasikan dengan rasa bangga: think globally,act

locally?



Orang bijak berkata,sejarah sering terulang dan kini kita menyaksikan

sendiri terulangnya idiom gerakan seperti tadi. Dengan sendirinya tak

mengherankan bila para pemikir gerakan sosial baru menolak teori Marx

tentang kelas dan perjuangankelas. BagiMarx,semua gerakan dalam sejarah

hingga kini tak bermakna lain kecuali sejarah perjuangan kelas. Orang

gerakan sosial baru meyakinkan kita, gerakan sosial baru ini bersifat

lintas kelas, lintas etnik, lintas bangsa. Jadi perjuangan kelas macam

apa yang muncul di situ.



Dan, sekali lagi,seglobal apa pun ciri orientasi ideologis mereka, fokus

gerakannya diletakkan pada isu-isu lokal tadi. Rajendra Singh,mahaguru

di bidang pekerjaan sosial,yang merumuskan teori-teori gerakan ini,

membuka kesadaran ilmiah kita untuk menyikapi persoalan kekinian dengan

gerakan-gerakan nyata,bukan dengan diskusi. Tapi dia melupakan satu hal:

zaman ini,apa yang global dan apa yang lokal, bukanlah dua entitas yang

secara absolut terpisah.



Pasar dan corak kebijakan negara sudah global sifatnya. Dengan begitu

pengaruhnya juga global. Jadi apa yang terjadi di Trenggalek dan Bintuni

tak pernah lepas dari konsensus yang dirumuskan PBB di New York maupun

kebijakan Amerika Serikat yang global,yang dirumuskan di Gedung

Putih.Global dan lokal itu dua hal yang hakikatnya sama karena

diakibatkan oleh hal yang sama.Memisahkannya merupakan sikap salah yang

berlebihan. Dalam isu global yang meresahkan ini, ada panggilan moral

bagi kaum intelektual.



Mereka tak boleh hanya melakukan penelitian secara objektif,

imparsial,tidak memihak. Tak memihak itu secara moral salah. Intelektual

atau ilmuwan wajib memihak. Ada industri terhimpit kekuatan asing, yang

agresif dan gigih melobi pemerintah, kita harus memihak.



Ada petani tembakau tertindas oleh kebijakan, kita harus

memihak.Terkutuklah siapa pun orangnya yang tak memihak.Apalagi bila

bahkan membantu kekuatan asing.● MOHAMAD SOBARY Esais, Anggota Pengurus

Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan

Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan.



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/496446/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.