Musyafak, ANGGOTA STAF BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AGAMA SEMARANG
Wacana gerakan kultural magrib mengaji sekaligus merupakan kritik
korektif terhadap pendidikan agama di lembaga formal, seperti sekolah
dan madrasah, yang cenderung memprioritaskan aspek kognitif, sedangkan
aspek afektif dan psikomotorik yang mendasari sikap ataupun perilaku
cenderung tersisihkan.
Pendidikan agama tidak cukup dibebankan kepada lembaga pendidikan
seperti sekolah atau madrasah semata. Perlu gerakan kultural menanamkan
nilai-nilai keagamaan sejak dini bagi anakanak dan remaja. Gerakan
kultural yang sekaligus mengandaikan peneguhan kembali peran masjid
sebagai arena sosialkultural, di samping sebagai "ruang suci"yang
mementingkan ritus peribadatan.
Strategi kultural dalam pengajaran agama Islam sebenarnya telah berlaku
sejak dulu. Taruhlah mengaji bersama di masjid seusai salat magrib
berjemaah, atau majelis taklim yang digelar secara periodik mingguan
atau bulanan. Mengaji pada waktu magrib pernah menjadi tradisi yang
sangat efektif untuk menempa pengetahuan agama, sekaligus mengolah
watak-perilaku religius di kalangan anak-anak dan remaja. Bukan hanya di
pedesaan, masyarakat muslim perkotaan pun menggiatinya sebagai upaya
dakwah sekaligus pendalaman ajaran agama yang berpusat di masjid atau
musala.
Kementerian Agama menabuh beduk dalam rangka meluncurkan sekaligus
mensosialisasi Gerakan Masyarakat Magrib Mengaji (Gemmar Mengaji).
Program ini disasarkan untuk memperdalam pengetahuan agama, sehingga
mampu menangkal merebaknya paham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Di samping dihajatkan sebagai langkah untuk meneguhkan karakter akhlak
mulia generasi mendatang.
Memang gema program ini belum terdengar nyaring di khalayak luas.
Sedikitnya ini terobosan awal yang positif guna mengelola pendidikan
keagamaan informal yang berbasis keluarga dan komunitas. Sudah dimafhumi
sejak awal, program ini hanya bisa berjalan optimal jika kesadaran
masyarakat terketuk akan pentingnya pengetahuan agama sebagai modal
sosial-kultural untuk menata kehidupan yang lebih beradab. Tantangan
berat yang dihadapi adalah cara pandang dan mentalitas masyarakat yang
menomorduakan pengetahuan agama.
pengetahuan agama dalam bersikap dan berbuat.
Mengaji di waktu magrib adalah wahana pengajaran agama berbasis
komunitas, yang menekankan supaya anak-anak dan remaja memahami ajaran
agama, kemudian mengamalkannya di lingkungan keseharian. Strategi
kultural ini biasanya membangun iklim kesetaraan dengan tidak
mengelaskan atau memisahkan para murid berdasarkan kemampuan atau usia,
kecuali menyatukan mereka dalam lingkaran majelis. Seorang ustad tidak
memberi penilaian secara langsung dan khusus dengan instrumen normatif
pendidikan. Masyarakatlah yang secara langsung menjatuhkan penilaian
berikut sanksi sosial kepada murid berdasarkan pe rilaku keseharian
mereka. Walhasil, tradisi magrib mengaji merupakan aktivitas pendidikan
agama yang berlangsung dalam konteks sosial secara terusmenerus.
Jawwad Ridla, seperti dielaborasi oleh Mahmud Arif dalam buku Pendidikan
Islam Transformatif (2008: 121), mendedahkan pandangan aliran rasionalis
yang menegaskan pendidikan sebagai sosialisasi. Orientasi pendidikan
diancangkan pada tuntutan sosial sehingga tidak bisa menceraikan diri
dari nilai dan norma sosial. Aktivitas pengajaran sesungguhnya memiliki
tanggung jawab sosial untuk mengikatkan diri secara organik di
masyarakat dan bersinergi dengan perkembangan sosial-budaya, sehingga
mampu berperan dalam akuntabilisasi di tengah masyarakat.
Selaras dengan itu, tradisi magrib mengaji berpotensi terhindar dari
distorsi pengajaran agama, karena tidak menganggap pendidikan agama
sebagai aktivitas keagamaan murni.
Dengan tidak meletakkan pengajaran agama di atas "menara gading",
tradisi magrib mengaji niscaya mampu meminimalkan gap antara pendidikan
dan realitas sosial-budaya yang melingkupinya.
Tradisi magrib mengaji suatu aktivitas pendidikan yang tidak hanya
berkonsentrasi membina moral personal. Lebih dari itu, strategi kultural
ini berorientasi pada pembinaan moral sosial.
Karena itu, perlu adanya revitalisasi tradisi magrib mengaji dalam
rangka mengolah karakter generasi kini demi menebus mimpi terwujudnya
masyarakat beragama yang beradab.
http://epaper.tempo.co/PUBLICATIONS/KT/KT/2012/05/11/ArticleHtmls/Revitalisasi-Tradisi-Magrib-Mengaji-11052012012015.shtml?Mode=1
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.