4 Dunia yang Membingungkan (bagian 2) PDF Print
Thursday, 10 May 2012
Di selatan Amerika Serikat ada sebuah kota yang terbelah dua, dipisahkan
oleh pagar kawat yang tinggi dan di atasnya berduri. Pemisahan ini mirip
dengan pembagian dua Korea yang terjadi tak lama setelah Perang Dunia II
berakhir.
Kota itu bernama Nogales yang terletak di State of Arizona, Santa Cruz
County dan disebut Nogales-Arizona. Nogalez-Arizona adalah wilayah
Amerika Serikat. Adapun di sebelah selatan kawat pemisah juga bernama
Nogales,yaitu Nogales Sonora, yang berada di bawah pemerintahan Meksiko.
Nogales-Arizona dan Nogales Sonora menjadi perhatian dua profesor
ekonomi, Daron Acemoglu dan James Robinson. Sama tertariknya mereka
dengan dua Korea yang berbeda nasib, padahal keduanya berbagi alam dan
budaya yang sama.
Mereka memakan makanan yang sama,bernenek moyang sama,dengan DNA serupa,
mendengarkan musik yang sama,tetapi rezekinya koktidak sama.Kedua
Nogales dulunya adalah jajahan Spanyol sehingga mereka mempunyai darah
Eropa dan berbahasa Spanish. Tapi penduduk Nogales- Arizona menikmati
pendapatan per kapita USD30.000, sedangkan Nogales Sonora hanya
sepertiganya.
Yang satu lebih banyak senyum, pendidikan yang dapat dicapai
masyarakatnya ratarata tinggi, punya akses pada perawatan kesehatan yang
tak terbatas, dan tingkat harapan hidupnya 10 tahun lebih tinggi
daripada penduduk yang tinggal di daerah tetangganya. Yang satu bebas
dari kekhawatiran- kekhawatiran ekonomi atau ketakutan politik,
sedangkan yang satunya lagi penuh kekhawatiran terhadap hari ini dan
hari esok. Hal yang sama juga terlihat antara Korea Utara dengan Korea
Selatan. Tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan keduanya berbeda bak
langit dan bumi.Apakah yang membedakan keduanya?
Dunia Isolasi
Bagi saya pengontrasan kedua lokasi seperti itu sangat penting untuk
merefleksikan strategi pembangunan apa yang tepat untuk bangsa ini.
Pengontrasan adalah sebuah metode yang sering saya pakai untuk "membantu
melihat" atau membukakan mata para pemimpin agar bisa dengan jelas
"melihat yang tak terlihat" dalam melakukan change atau
transformasi.Kontras antara dua elemen––bukan lima––yang disandingkan
secara tegas akan melahirkan kesadaran perbedaan yang besar.
Sama halnya ketika kita membandingkan dua calon presiden atau dua calon
gubernur. Ini jauh lebih mudah untuk memutuskan daripada lima kandidat
yang masingmasing diusung partai politik utama dan partai politik
pendamping yang berbeda-beda. Rakyatnya bingung, pemimpinnya apalagi.
Jadi kontrasnya tidak ada bila tidak fokus."Kontras" hanya muncul bila
kita kerucutkan sebuah masa depan ke dalam dua kelompok saja seperti
pilihan antara sekarang atau masa depan, from or to, miskin atau
sejahtera, dan berubah atau mati.
Pengontrasan dua dunia menjadi penting. Dari pengamatan itu ditemukan
pemahaman bahwa negara-negara atau daerah-daerah yang dimanajemeni
dengan cara berbeda akan memberikan hasil berbeda. Jadi bukan soal
leadership, melainkan manajemen untuk menghasilkan great leaders ke atas
permukaan. Bukan juga soal "alatalat" pemberantasan kemiskinan seperti
BLT, subsidi, proyek-proyek PNPM atau desa mandiri energi, melainkan
bagaimana semua itu dikelola, dimanajemeni.
Manajemen itu ditentukan oleh sistem politik yang dibangun suatu bangsa
yang memungkinkan lahirnya pemimpin-pemimpin besar dan memungkinkan
"koboi-koboi politik"yang telah melukai hati rakyat tidak terpilih
kembali. Jadi ada dunia yang terisolasi, yang selama bertahuntahun hanya
heboh menggantiganti rezim tetapi rakyatnya tetap miskin. Mengapa
demikian? Jawabannya adalah karena sistem politik dan manajemennya tidak
berubah. Kita di sini sudah mengalami pergantian yang revolusioner dari
kekuasaan sentralistik kekuatan reformatif, tetapi sistem politiknya
tetap sama, dari sistem yang korup, ke sistem yang mungkin lebih korup.
World 0.0 dan World 1.0
Pankaj Ghemawat menjelaskan dunia telah beralih dalam proses evolusi
yang panjang dari World 0.0 yang level hidupnya penuh keterbatasan ke
dunia 3.0 yang serbakompetitif. World 0.0 sama seperti kehidupan
masyarakat adat di Desa Waeapo Pulau Buru yang sebagian kaum wanitanya
bahkan belum mengenal pembalut dan kaum prianya masih mengunyah sirih
dan biji pinang. Berbekal tombak dengan dua buah parang di pinggang,
berkebun cokelat tetapi tak mengenal cangkul.
World 0.0 yang saya geluti adalah dunia yang dikelola kelompok-kelompok
adat kecil dengan 50–75 kepala keluarga di setiap desa dan membentuk
sebuah masyarakat adat di bawah kepemimpinan karismatik seorang raja
yang menaungi ribuan hektare tanah adat dengan sekitar 1.000 kepala
keluarga. Dunia 0.0, kata Pankaj, adalah dunia subsisten dan tak
mengenal polisi.Tak ada yang dilaporkan kalau ada "koboi" dari luar yang
mengacungngacungkan pistol.
Tentu mereka tidak bebas dari ancaman kalau sewaktu-waktu mendapat
serangan. Maka setiap pria di dataran Waeapo membawa parang berukir ke
mana pun pergi sebagai senjata. Oleh karena itulah dunia 0.0 berevolusi
membentuk a nation state, sebuah kesatuan teritorial yang dijaga
undangundang, teritori, tentara, dan armada-armadanya.Dunia 1.0, bagi
Pankaj,adalah dunia yang dibentuk oleh spirit nasionalisme. Tentara dan
birokrat, national border dan tentu saja partai-partai yang berbasiskan
spirit nasionalisme.
Cara berpikirnya adalah cara berpikir proteksionis dan diperkuat adalah
negara. Peran negara yang besar dan kuat. Celakanya dunia 1.0 tidak
bebas dari gempuran luar. Sejak Columbus berkelana, bangsa-bangsa Barat
menggempur kawasan-kawasan lain menjadi "pasar" sekaligus sebagai koloni
bahan-bahan baku. Dunia 2.0 bertarung melawan dunia 1.0 sampai terbentuk
kompromi-kompromi yang terlihat lebih damai.
Dunia 2.0 adalah sebuah awal bagi proses globalisasi. Dunia ini menjadi
membingungkan karena sebagian dari kita masih tinggal secara
fisik,bahkan secara pikiran, di world 0.0 dan sebagian sudah berada di
dunia 2.0. Tapi banyak juga orang yang sudah secara fisik tinggal di
dunia 2.0, tetapi pikirannya masih berada di dunia 1.0. Dunia 1.0 adalah
perekonomian yang mengagungagungkan peran negara, subsidi, dan pegawai
negeri yang uang belanjanya besar dan gemuk.
Adapun dunia 2.0 adalah dunia ekspansionis yang menuntut peran swasta
yang besar, peran negara yang terbatas, dan tak terkekang dengan
birokrasi.Adapun dunia 0.0 adalah dunia yang membutuhkan uluran tangan
dengan gedung sekolah yang hampir ambruk, kandang sapi menyatu dengan
ruang tamu, dan rumah tanpa listrik, jalan tanpa aspal,bahkan kaki tanpa
alas sepatu. Sampai sekarang tampaknya negara-negara sejahtera sendiri
sudah meninggalkan cara berpikir world 1.0 yang menghasilkan birokrasi
yang tidak efisien dan politik yang kumuh menjadi world 3.0 yang lebih
modern.
World 3.0 melihat kepentingan nasional bukan dari eksploitasi sumber
daya alam, melainkan kekuatan modal manusia (human capital) yang
inklusif, multirasial, berbasiskan ilmu pengetahuan, dan mengeksplorasi
alam semesta dengan pemikiran-pemikiran baru. Yang satu
mengagungagungkan pasar dan peran swasta, yang satunya masih
mengagung-agungkan peran teritorial dan negara.Yang satu
berteriak-teriak kebebasan, yang satunya lagi antiglobalisasi.
Itu sebabnya kita tidak pernah tuntas, semua bertarung di dalam, membuat
dinding-dinding pertahanan mudah berlubang dan masuk angin. Jadi apa
yang harus diperbuat dengan logika gadogado yang tak bermuara pada
konsensus? Saya dan Anda tentu punya pilihan,tetapi pilihan yang tak
bermuara pada konsensus hanya akan membuat Indonesia berada di seberang
pagar garis kesejahteraan.
Sementara di seberang pagar ada Malaysia, Singapura, Thailand, dan China
yang memilih hidup di dunia 3.0. Persis seperti Nogales yang terbelah
pagar kawat berduri,antara Nogales- Arizona dan Nogales Sonora.
Janganlah Indonesia menjadi Sonora,sedangkan Arizonanya dinikmati
kapitalis seberang yang memiliki jaringan perbankan, telekomunikasi, dan
perkebunan-perkebunan di sini, yang dulu milik kita sendiri.
RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/493722/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.