Rabu, 09 Mei 2012

[Koran-Digital] RHENALD KASALI: 4 Dunia yang Membingungkan

4 Dunia yang Membingungkan (bagian 2) PDF Print

Thursday, 10 May 2012

Di selatan Amerika Serikat ada sebuah kota yang terbelah dua, dipisahkan

oleh pagar kawat yang tinggi dan di atasnya berduri. Pemisahan ini mirip

dengan pembagian dua Korea yang terjadi tak lama setelah Perang Dunia II

berakhir.



Kota itu bernama Nogales yang terletak di State of Arizona, Santa Cruz

County dan disebut Nogales-Arizona. Nogalez-Arizona adalah wilayah

Amerika Serikat. Adapun di sebelah selatan kawat pemisah juga bernama

Nogales,yaitu Nogales Sonora, yang berada di bawah pemerintahan Meksiko.

Nogales-Arizona dan Nogales Sonora menjadi perhatian dua profesor

ekonomi, Daron Acemoglu dan James Robinson. Sama tertariknya mereka

dengan dua Korea yang berbeda nasib, padahal keduanya berbagi alam dan

budaya yang sama.



Mereka memakan makanan yang sama,bernenek moyang sama,dengan DNA serupa,

mendengarkan musik yang sama,tetapi rezekinya koktidak sama.Kedua

Nogales dulunya adalah jajahan Spanyol sehingga mereka mempunyai darah

Eropa dan berbahasa Spanish. Tapi penduduk Nogales- Arizona menikmati

pendapatan per kapita USD30.000, sedangkan Nogales Sonora hanya

sepertiganya.



Yang satu lebih banyak senyum, pendidikan yang dapat dicapai

masyarakatnya ratarata tinggi, punya akses pada perawatan kesehatan yang

tak terbatas, dan tingkat harapan hidupnya 10 tahun lebih tinggi

daripada penduduk yang tinggal di daerah tetangganya. Yang satu bebas

dari kekhawatiran- kekhawatiran ekonomi atau ketakutan politik,

sedangkan yang satunya lagi penuh kekhawatiran terhadap hari ini dan

hari esok. Hal yang sama juga terlihat antara Korea Utara dengan Korea

Selatan. Tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan keduanya berbeda bak

langit dan bumi.Apakah yang membedakan keduanya?



Dunia Isolasi



Bagi saya pengontrasan kedua lokasi seperti itu sangat penting untuk

merefleksikan strategi pembangunan apa yang tepat untuk bangsa ini.

Pengontrasan adalah sebuah metode yang sering saya pakai untuk "membantu

melihat" atau membukakan mata para pemimpin agar bisa dengan jelas

"melihat yang tak terlihat" dalam melakukan change atau

transformasi.Kontras antara dua elemen––bukan lima––yang disandingkan

secara tegas akan melahirkan kesadaran perbedaan yang besar.



Sama halnya ketika kita membandingkan dua calon presiden atau dua calon

gubernur. Ini jauh lebih mudah untuk memutuskan daripada lima kandidat

yang masingmasing diusung partai politik utama dan partai politik

pendamping yang berbeda-beda. Rakyatnya bingung, pemimpinnya apalagi.

Jadi kontrasnya tidak ada bila tidak fokus."Kontras" hanya muncul bila

kita kerucutkan sebuah masa depan ke dalam dua kelompok saja seperti

pilihan antara sekarang atau masa depan, from or to, miskin atau

sejahtera, dan berubah atau mati.



Pengontrasan dua dunia menjadi penting. Dari pengamatan itu ditemukan

pemahaman bahwa negara-negara atau daerah-daerah yang dimanajemeni

dengan cara berbeda akan memberikan hasil berbeda. Jadi bukan soal

leadership, melainkan manajemen untuk menghasilkan great leaders ke atas

permukaan. Bukan juga soal "alatalat" pemberantasan kemiskinan seperti

BLT, subsidi, proyek-proyek PNPM atau desa mandiri energi, melainkan

bagaimana semua itu dikelola, dimanajemeni.



Manajemen itu ditentukan oleh sistem politik yang dibangun suatu bangsa

yang memungkinkan lahirnya pemimpin-pemimpin besar dan memungkinkan

"koboi-koboi politik"yang telah melukai hati rakyat tidak terpilih

kembali. Jadi ada dunia yang terisolasi, yang selama bertahuntahun hanya

heboh menggantiganti rezim tetapi rakyatnya tetap miskin. Mengapa

demikian? Jawabannya adalah karena sistem politik dan manajemennya tidak

berubah. Kita di sini sudah mengalami pergantian yang revolusioner dari

kekuasaan sentralistik kekuatan reformatif, tetapi sistem politiknya

tetap sama, dari sistem yang korup, ke sistem yang mungkin lebih korup.



World 0.0 dan World 1.0



Pankaj Ghemawat menjelaskan dunia telah beralih dalam proses evolusi

yang panjang dari World 0.0 yang level hidupnya penuh keterbatasan ke

dunia 3.0 yang serbakompetitif. World 0.0 sama seperti kehidupan

masyarakat adat di Desa Waeapo Pulau Buru yang sebagian kaum wanitanya

bahkan belum mengenal pembalut dan kaum prianya masih mengunyah sirih

dan biji pinang. Berbekal tombak dengan dua buah parang di pinggang,

berkebun cokelat tetapi tak mengenal cangkul.



World 0.0 yang saya geluti adalah dunia yang dikelola kelompok-kelompok

adat kecil dengan 50–75 kepala keluarga di setiap desa dan membentuk

sebuah masyarakat adat di bawah kepemimpinan karismatik seorang raja

yang menaungi ribuan hektare tanah adat dengan sekitar 1.000 kepala

keluarga. Dunia 0.0, kata Pankaj, adalah dunia subsisten dan tak

mengenal polisi.Tak ada yang dilaporkan kalau ada "koboi" dari luar yang

mengacungngacungkan pistol.



Tentu mereka tidak bebas dari ancaman kalau sewaktu-waktu mendapat

serangan. Maka setiap pria di dataran Waeapo membawa parang berukir ke

mana pun pergi sebagai senjata. Oleh karena itulah dunia 0.0 berevolusi

membentuk a nation state, sebuah kesatuan teritorial yang dijaga

undangundang, teritori, tentara, dan armada-armadanya.Dunia 1.0, bagi

Pankaj,adalah dunia yang dibentuk oleh spirit nasionalisme. Tentara dan

birokrat, national border dan tentu saja partai-partai yang berbasiskan

spirit nasionalisme.



Cara berpikirnya adalah cara berpikir proteksionis dan diperkuat adalah

negara. Peran negara yang besar dan kuat. Celakanya dunia 1.0 tidak

bebas dari gempuran luar. Sejak Columbus berkelana, bangsa-bangsa Barat

menggempur kawasan-kawasan lain menjadi "pasar" sekaligus sebagai koloni

bahan-bahan baku. Dunia 2.0 bertarung melawan dunia 1.0 sampai terbentuk

kompromi-kompromi yang terlihat lebih damai.



Dunia 2.0 adalah sebuah awal bagi proses globalisasi. Dunia ini menjadi

membingungkan karena sebagian dari kita masih tinggal secara

fisik,bahkan secara pikiran, di world 0.0 dan sebagian sudah berada di

dunia 2.0. Tapi banyak juga orang yang sudah secara fisik tinggal di

dunia 2.0, tetapi pikirannya masih berada di dunia 1.0. Dunia 1.0 adalah

perekonomian yang mengagungagungkan peran negara, subsidi, dan pegawai

negeri yang uang belanjanya besar dan gemuk.



Adapun dunia 2.0 adalah dunia ekspansionis yang menuntut peran swasta

yang besar, peran negara yang terbatas, dan tak terkekang dengan

birokrasi.Adapun dunia 0.0 adalah dunia yang membutuhkan uluran tangan

dengan gedung sekolah yang hampir ambruk, kandang sapi menyatu dengan

ruang tamu, dan rumah tanpa listrik, jalan tanpa aspal,bahkan kaki tanpa

alas sepatu. Sampai sekarang tampaknya negara-negara sejahtera sendiri

sudah meninggalkan cara berpikir world 1.0 yang menghasilkan birokrasi

yang tidak efisien dan politik yang kumuh menjadi world 3.0 yang lebih

modern.



World 3.0 melihat kepentingan nasional bukan dari eksploitasi sumber

daya alam, melainkan kekuatan modal manusia (human capital) yang

inklusif, multirasial, berbasiskan ilmu pengetahuan, dan mengeksplorasi

alam semesta dengan pemikiran-pemikiran baru. Yang satu

mengagungagungkan pasar dan peran swasta, yang satunya masih

mengagung-agungkan peran teritorial dan negara.Yang satu

berteriak-teriak kebebasan, yang satunya lagi antiglobalisasi.



Itu sebabnya kita tidak pernah tuntas, semua bertarung di dalam, membuat

dinding-dinding pertahanan mudah berlubang dan masuk angin. Jadi apa

yang harus diperbuat dengan logika gadogado yang tak bermuara pada

konsensus? Saya dan Anda tentu punya pilihan,tetapi pilihan yang tak

bermuara pada konsensus hanya akan membuat Indonesia berada di seberang

pagar garis kesejahteraan.



Sementara di seberang pagar ada Malaysia, Singapura, Thailand, dan China

yang memilih hidup di dunia 3.0. Persis seperti Nogales yang terbelah

pagar kawat berduri,antara Nogales- Arizona dan Nogales Sonora.

Janganlah Indonesia menjadi Sonora,sedangkan Arizonanya dinikmati

kapitalis seberang yang memiliki jaringan perbankan, telekomunikasi, dan

perkebunan-perkebunan di sini, yang dulu milik kita sendiri. 



RHENALD KASALI

Ketua Program MM UI



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/493722/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.