Rabu, 16 Mei 2012

[Koran-Digital] RHENALD KASALI: Perjalanan Dinas

Perjalanan Dinas PDF Print

Thursday, 17 May 2012

Seorang pembaca menulis, kalau dari 4,7 juta PNS menghabiskan biaya

perjalanan dinas sebesar Rp23,9 triliun (2012), rata-rata per orang

(PNS) hanya menghabiskan biaya Rp5,1 juta.





Namun yang membuat hatinya tersayat-sayat adalah fakta ketika ia membaca

perjalanan dinas 560 anggota DPR yang tahun ini dianggarkan sebesar

Rp140 miliar. Kalau dibagi rata, setiap wakil rakyat yang kaya-kaya dan

senang belanja itu menghabiskan sekitar Rp250 juta. "Wajar," katanya,

"bila mereka diprotes mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar

negeri." Perjalanan dinas yang besar telah menjadi ciri birokrasi dan

kekuasaan pascareformasi.



Di berbagai media kita membaca, anggaran perjalanan dinas terus dicuri

orangorang tak bertanggung jawab dengan tiket-tiket bodong. Namun,

anehnya, bukan dikurangi, bujet ini justru terus diperbesar.Dari rencana

semula Rp2,9 triliun (2009) menjadi Rp15,2 triliun. Lalu hanya selisih

dua tahun, angkanya sudah berlipat dua tahun ini menjadi Rp23 triliun.

Bagaimana bangsa ini mengatasi masalah itu?



Rampingkan Semuanya



Organisasi pemerintahan yang gemuk adalah ciri pemerintahan World 1.0

yang saya bahas minggu lalu, sedangkan di era early globalization yang

ditandai dengan desentralisasi dan deregulasi, pemerintahan yang sehat

dan prorakyat tidak memerlukan PNS dalam jumlah besar.



Kalau pemerintahan mau sehat dan rakyatnya memiliki daya juang tinggi,

berikan ruang yang besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Inilah

ideologi pemerintahan di World 2.0. Tapi alih-alih menjadi ramping, di

era desentralisasi ini, jumlah pejabat di tingkat pusat justru berlipat

ganda. Jumlah pejabat eselon satu dalam beberapa tahun terakhir ini

telah berlipat dua. Kalau yang di atasnya berlipat dua, otomatis yang di

bawahnya ikut berlipat-lipat. Sementara jumlahnya terus bertambah,

kualitas layanan tidak membaik. Fungsi pemerintah pusat berkurang,

tetapi orangnya terus bertambah.



Di berbagai daerah, masalahnya juga sama saja.Daerah-daerah terus

menuntut pemekaran dan semua pegawai tidak tetap menuntut di-PNS-kan. Di

beberapa provinsi saya menemukan kepemimpinankepemimpinan buruk yang

mengakibatkan PNS adalah satu-satunya pilihan bagi kaum muda untuk

bekerja. Industri tidak digerakkan dan pertanian dibiarkan mati suri.

Padahal, sejak 1990-an negara- negara yang perekonomiannya sehat telah

mengajarkan kepada kita bahwa pemerintahan yang kuat adalah pemerintahan

yang ramping. Ramping jumlah orangnya dan ramping strukturnya.



Negara harus bertobat untuk mengurus semua hal kalau tidak bisa

mengaturnya.Lebih baik bekerja dengan struktur yang simpel dengan

orangorang terpilih yang diberi gaji besar daripada menjadi semacam

lembaga sosial yang menampung pengangguran. Pegawai yang besar jumlahnya

dengan gaji yang kecil telah mengakibatkan tak ada kontrol dan tak ada

pembinaan. Orang-orang yang semula bagus,entah mengapa,setelah

lima–sepuluh tahun bekerja di birokrasi banyak yang terkontaminasi.

Birokrasi telah berubah menjadi organisasi yang sangat gugup dan begitu

kuat untuk melayani dirinya sendiri.



Boleh dikata apa pun yang dibutuhkan para pegawai ada di tempat setiap

kantor kementerian atau badan-badan milik pemerintah meski tidak merata

dan tergantung pada pola yang mereka miliki. Banyak kantor kementerian

yang di setiap level direktorat jenderalnya memiliki balai diklat

sendiri-sendiri lengkap dengan prasarana yang hebat, tetapi sayang

kualitas trainer-nya (maaf) masih perlu banyak di-upgrade kembali.

Mereka masing-masing memiliki fasilitas ruang rapat yang bagus, termasuk

vila yang besar di puncak, tetapi lebih senang menyewa kamar di hotel.



Sebagian kementerian punya lapangan sepak bola,kolam renang sedikit di

bawah kualitas peralatan nasional, dan segudang fasilitas lain. Kalau

mau bepergian, urus kenaikan pangkat sampai urus kematian dan seksi

pembaca doa, semuanya lengkap ada di dalam. Pendeknya, birokrasi

memiliki kemampuan melayani aturan yang prima. Par excellence. Namun

keterampilan melayani ke atas yang berlebihan itu tengah tidak diikuti

dengan kemampuan melayani masyarakat dengan baik.



Perizinan dan infrastruktur justru mendapat keluhan terbesar.Belum lagi

pelayanan-pelayanan rutin.Prosesnya berbelit-belit, lama, dan terkesan

kurang orang, kurang dukungan prasarana. Padahal birokrasi kita tumbuh

dan sudah terlalu banyak orang. Bukankah ini sudah saatnya berbenah?



Evaluasi Eliminasi



Merampingkan birokrasi memang tak semudah membalikkan tangan. Apalagi di

tengah-tengah sistem politik seperti ini akan semakin besar

tantangannya.Namun apa pun bentuk sistem politiknya saya kira sudah

saatnya dilakukan 3E,yaitu evaluasi,estimasi,dan eliminasi.



Inilah saatnya melakukan evaluasi apakah kita ingin terus hidup seperti

ini atau berubah.Birokrasi tak bisa diperkuat hanya melalui kepemimpinan

perseorangan. Ia harus dibongkar, bahkan dirancang ulang.Evaluasi ini

hanya meliputi 3R, yaitu requirement, return,dan reward.Tapi dengan

sistem dan budaya yang seperti ini, 5 evaluasi hanya dilakukan untuk

mengejar kenaikan imbal jasa (reward), sedangkan kinerjanya (return) dan

kualifikasi (requirement) diabaikan.



Para pemimpin hendaknya menyadari, dalam setiap lembaga terjadi tiga hal

berikut ini dalam pengelolaan SDM,yaitu abuse, diuse, dan misuse.

Intinya, hanya ada sedikit orang yang melakukan pekerjaan segudang

(abuse) dan ada banyak orang yang kerjanya hampir tidak ada atau terlalu

sedikit (disuse). Sementara itu, bagian terbesar di birokrasi justru

mengalami misuse. Terlalu banyak orang melakukan hal yang salah.

Pengalaman saya di birokrasi menemukan ketiga hal di atas menjadi sangat

biasa dalam pekerjaan sehari-hari.



Menteri-menteri lebih sibuk mengurusi panggilan parlemen dan melakukan

pengalaman dinas atau hal-hal teknis. Tak ada yang memikirkan

kelembagaan dan masa depan kementerian.Ketika merasa frustrasi,

menterimenteri lalu memilih bekerja dengan staf-staf khusus dan

pejabat-pejabat tertentu saja, sedangkan sisanya urus diri

masing-masing. Biaya perjalanan dinas yang membengkak bagi saya adalah

sebuah alarm peringatan bahaya, bahkan birokrasi kita telah semakin

tambun dan sibuk urus dirinya sendiri.



Inilah saatnya untuk meremajakan, melakukan transformasi mendasar untuk

menciptakan pelayanan yang lebih baik.



RHENALD KASALI

Ketua Program MM UI



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/495479/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.