Rabu, 16 Mei 2012

[Koran-Digital] BENI SETIA: Langgam Bunga Turi

Langgam Bunga Turi PDF Print

Sunday, 13 May 2012

DARGOJI punya tiga anak ketika bercerai dengan Martikah. Yang dua anak

ikut dengan Dargoji–-Telaram dan Kasapa, sedangkan si yang nomor

dua—Manihot—ikut dengan paman Dargoji, Philus—yang setelah 20 tahun

menikah tak ada punya anak.



Sebuah rumus tradisional, satu pancingan mengurus anak agar si takdir

terpukau kasih sayang orang tua yang tulus dan punya anak, meski sangat

terlambat karena di saat itu Philus telah berusia 40 tahun dan Srebeh 37

tahun— bahkan sudah menopause. Martikah pulang ke Buduran, kemudian

menikah lagi dengan Kramil dan punya tiga anak perempuan. Dargoji juga

menikah lagi, dan mempunyai tiga anak lagi—satu perempuan dan dua lelaki.



Dalam berkas ini sengaja tidak disebutkan nama dari enam adik-adik yang

seibu dan yang sebapa dengan Manihot, sebab fokus cerita ini (hanya)

memusatkan pada sosok Manihot—meski di sini aku sedikit menyinggungnya.

Catatan awal buat kerja psikoanalisis, yang tidak kunjung bisa

dirampungkan karena Manihot amat menolak untuk berkomunikasi. Ia

menggumpal jadi keberadaan yang hanya ada di dalam diri sendiri dan

untuk diri sendiri.



Sebuah eksistensi yang tertutup, di mana kedirian tidak mendorong

harapan, impian dan angan-angan agar beremanasi, ke luar dan

berinteraksi dengan realitas sehingga terjadi aktualisasi diri. Dan aku

sedang berusaha memahami itu, serta mengatakannya kepada Manihot agar ia

mengerti—melalukan suatu refleksi, mengejawantah sebagai kedirian riil

yang disadari dan diempati.



MONIHOT anak tersayang Philus, dijadikan si yang terutama, dan karenanya

ia dilatih untuk mengetahui lahan di mana saja, serta harta ternak

apa—yang kebanyakan diserahkan ke orang lain untuk diurus, dengan

perhitungan separuh milik Philus serta separuh milik si peternak—dan di

siapa saja, yang dimiliki oleh Philus sebagai seorang petani

sukses.Terutama catatan tentang siapa yang meminjam uang dan kapan harus

mengembalikannya dengan hasil panen sekian karung.



Gabah kering yang disimpan di lumbung, lalu dikeluarkan ketika harga

meningkat di tengah musim merabuk,dan itu membuat Philus punya posisi

jual yang kuat dan sekaligus punya duit untuk dipinjam secara ijon pada

petani lain. Perputaran modal cerdas,yang membengkak dan sesekali

menyebabkannya punya duit untuk membeli ladang atau sawah baru.



Dengan mengadopsi etos gemi petani seperti yang diajarkan oleh

Philus—hemat, mungkin juga pelit bin kedekut kalau memakai ukuran kota,

yang setiap orang selalu ada dana ekstra buat dipakai bermanja

menyenangkan diri-, maka Manihot pun hidup dengan kebanggaan memiliki,

meski ia tidak pernah memiliki keleluasaan murah hati berbelanja serta

sekadar makan enak.



Katanya, sejak SMP ia terbiasa sekolah dengan bersepeda, terlebih ketika

di SMA meski berjarak 6 kilometer dari tempat tinggalnya, terbiasa

memakai baju tua seperti semua teman sedesa, serta memakai sepatu sampai

hampir jebol—karena Philus selalu menangguhkan permintaan ganti baju

atau sepatu, dengan janji menunggu hasil penjualan panenan kelapa,

singkong, atau padi.



Sehingga sejak dini ia dilatih untuk berhemat dengan dipaksa

menangguhkan membeli apa pun, dikondisikan untuk senantiasa menahan diri

dan tidak kemerungsung. Kalau dipaksa keadaan sering ia dibekali

singkong,kelapa, atau gabah satu atau dua karung, untuk dibawa sendiri

ke pasar, dijual dan lantas membayar lunas SPP atau uang buku, dan

terkadang pulang dengan membawa sepatu baru,sepatu pasar.



"Kau harus mengerti,"kata Philus."Kenapa aku menyuruhmu menunggu saat

panenan tiba, memanennya sendiri, dan menjualnya sendiri? Itu supaya

kamu tahu nilai uang, waktu yang dihabiskan saat menungguinya tumbuh,dan

semua tenaga kala merawatnya, dan karenanya: kamu mengerti cara

menghargai uang hasil menjual panenan dengan tidak sembarangan

membelanjakannya.



" Dan semua teks itu tidak hanya omongan belaka, karena telah

diaplikasikan Srebeh—istri Philus, dengan selalu mengajak Manihot ke

warung dan ke pasar,dengan selalu ada menawar harga yang ditawarkan

penjual. Sen demi sen, rupiah demi rupiah. "Kita bukan pelit, tapi

menghargai semua waktu dan keringat kita sendiri, yang dipakai untuk

menumbuhkan padi, singkong, ketela, kelapa, dan kacang panjang itu,"

katanya berkali-kali. MOTO hidup Manihot itu "berjuang sampai di akhir"—

selalu ada pertimbangan terakhir sebelum finalistis bersepakat dan

mengucapkan satu ijab kabul transaksi.



Itu dimanifestasikannya dengan lulus SMA sebagai siswa terbaik

sekabupaten, karenanya ia memilih untuk masuk ke kedokteran. Cita-cita

yang belum apa-apa sudah membuat Philus dan Srebeh bangga,dan banyak

berceloteh di kampung. Tapi ia gagal,karena itu Manihot memilih tak

ambil kuliah apa pun agar bisa berkonsentrasi belajar untuk tes tahun

berikutnya—meski waktunya lebih banyak mengurusi sawah, ladang, serta

catatan pinjaman serta tagihan ijoniah.



Dengan optimistik ia ikutan ujian lagi—dengan pilihan alternatif Tata

Boga level D1 di IKIP, dan mulai berpikir tentang jadi si yang memiliki

baju kerja berwarna putih, dengan ruang kerja yang bau disinfektan— si

yang dihormati orang kampung. Tapi Manihot gagal, dan terpaksa masuk ke

program D1 Tata Boga—yang dalam sekejap bisa lulus dan segera

ditempatkan sebagai guru.



Sesuatu yang sebetulnya amat memukul ego Manihot. USIA Manihot 29 tahun

ketika Srebeh meninggal dunia, serta setahun kemudian Philus

meninggal—dengan kepuasan sang tuan tanah yang berkeyakinan kalau semua

hartanya akan utuh diurus oleh Manihot, yang telah berulang-ulang

mendapat pesan: agar semua harta itu tak dijual, tetap utuh dimiliki

Manihot. Bahkan, tersirat, harta itu harus bertambah, dan Manihot

percaya pada kewajibannya sebagai pewaris.



Mungkin karena pesan itu telah diinternalisasikan sejak usia Manihot 2

tahun—saat menemani Philus ke sawah atau ketika meninjau ternak yang

di-gaduh-kan—,maka sejak kecil Manihot pun selalu merasa memiliki semua

harta Philus dan Srebeh. Bersilagak tengik sebagai yang memiliki semua

itu, karenanya merasa sebagai orang yang lebih berharta dan kaya dari

siapa pun di kampung.



Hidup dengan satu altar, dengan pandangan dari atas yang

dimanifestasikan dalam komentar mencemoohkan. Kelucuan si bocah yang

karena keterusan sampai dewasa membuat orang-orang kampung sebel. Tapi

gaji sebagai guru cukup bagi hidup seorang lajang yang sebelum berangkat

kerja cukup sarapan nasi pecel se-pincuk, siang tak makan, serta di sore

hari cukup makan nasi pecel lagi—terkadang memanjakan diri membeli mi

ayam, atau pulang dengan membawa nasi kotak setelah makan satu nasi

kotak di sekolah kala ada teman menyelenggarakan syukuran.



Setiap Senin dan Kamis ia berpuasa. Dan ketika ingin lebih berhemat

lagi, karena cicilan utang terlalu besar ke Bank: ia memutuskan untuk

berpuasa Daud,dengan berpuasa selang sehari—meski ke semua orang bilang,

"Lagi menjalani upaya agar segera ada mendapat jodoh!" Alasan yang

tepat, karena sampai menginjak usia 33 tahun ia belum punya suami, dan

karena sejak kecil diajari suntuk dengan kekayaan maka ia tak begitu

terbuka kepada lelaki, cenderung judes ke si yang mendekati dengan

selalu meneriakkan syarat-syarat: (harus) tampan, bujangan, punya

pekerjaan tetap, telah punya rumah, rajin salat, dan modis.



Tapi,lelaki mana yang tertarik pada guru kurus berkulit kotor karena

sepulang mengajar masih pergi ke sawah, mengontrol ternak, dan mencatat

pinjaman uang dan menagih kekurangan gabah ijon pembayaran. Kesibukan

berbisnis yang membuatnya selalu ingin berinvestasi dan haus

berinvestasi, karenanya untuk pelabi ia berkata,tak ingin merehabilitasi

rumahnya, sebab rehabilitasi dan membuat rumah (baru) itu tugas suami

dan bukannya istri.



Tapi (kini) siapa lelaki yang mau melamar Manihot setelah semua harta

Philus digugat, dan si Manihot cuma kebagian sepertiganya saja— sebagai

hibah untuk si anak adopsi—? Yang hanya separuh dari rumah

keluarga—karenanya ia memaksakan diri membangun rumah dengan uang pinjam

Bank. ITU pukulan terberat dalam hidupnya yang nyaris 35 tahun. Ia

meminta agar apa yang terterima siapa saja sebagai warisan itu tidak

dijual,karena nanti semua itu akan dibelinya lagi sebagai manifestasi

bakti Manihot kepada Philus dan Srebeh yang telah membesarkannya dengan

sebuah pesan: agar ia mempertahankan semua harta warisan itu—dan kalau

bisa menambahnya dengan uang yang didapat dari menjalankan semua hasil

panenan.



Tapi, mana mungkin membeli semua itu dengan penghasilan dari gaji si

guru (lajang) meski dengan sangat hemat? Karena itu ia mengambil puasa

Daud, sekaligus bertekad untuk mendapat jodoh dengan ikut rubrik

jodoh,setelah selama ini ia ketus menolak calon yang disodorkan bapak,

saudara—dengan bilang kalau apa-apa yang dipunyai si calon suami itu

tidak sebanding dengan apa yang telah dimilikinya.



Tapi,ia amat marah saat adik seayahseibu dan adik-adik tiri seayah minta

izin akan menikah, dengan tak menghadiri pernikahan itu dan tidak mau

ditemui. "Punya rumah tidak? Penghasilannya berapa? Salat? Apa ia bisa

membimbing aku? Modis nggak?"katanya merentetkan penolakan fakta

adikadiknya itu telah menikah. Sangat berani menikah sehingga tidak

mengindahkan syarat ketat yang ditandaskannya, dan karenanya diharapkan

akan diikuti semuanya.



Tapi, apa mungkin mengharapkan ada jodoh seperti itu di daerah seperti

Wurajil. Dan kini, apa koran serta majalah bisa mendatangkan jodoh yang

sempurna seperti itu? Karena itu, semua saudara,kerabat,teman sekerja,

serta orang sekampung cuma saling pandang, mengerdipkan mata,

bersisenyum ditahan, dan makin cermat memata-matainya. Ingin tahu apa ia

akan dapat lelaki ideal saat ia bercerita tak mungkin asal menerima

lelaki untuk jadi suami kalau lelaki itu tak kuasa membuatkan rumah baru,



mengembali kan semua harta warisan yang dikepingkan sesuai titik garis

muasal warisan berdasarkan silsilah, Philus dan Srebeh, dan sangat

khusyuk salat tapi tetap modis. Dan karenanya ia jadi terisolir dalam

angan-angan serta pengharapan. Terkepung dalam horor semua harta itu

telah dikeping-keping nyaris menjadi sebuah kehampaan makna. Tapi apa

mungkin berpengharapan bila yang terbaik itu menerima bagian sisa dari

semua pengepingan itu Karena itu ia jadi orang yang amat tekun beribadat

agar mendapatkan jodoh utama.



Seakan-akan jodoh itu urusan transaksional antara dirinya dengan Tuhan,

bukan harus terjabarkan dalam skenario nasib yang ditentukan- Nya di

satu sisi, dan di satu jejaring kehidupan sosial yang menyebabkan

Manihot punya pergaulan dengan banyak orang di sisi lain. Manihot tak

punya kehidupan sosial. DAN akhirnya keluarganya— saudara seayah dan

seibu dan saudara tiri satu ayah — mengirimkan Manihot ke rumah

sakit,dan jadi pasien yang tiap Rabu berkonsultasi denganku.



Untuk mengembalikannya ke alam riil dengan mengurangi ketergantungan

pada obat penenang yang selama ini membelenggunya— sehingga tak terseret

ke dalam dunia ilusi. Tapi, bagaimana cara memecahkan perasaan dibuang

ayah serta ibu yang bercerai, yang dikhianati oleh kerabat yang sengaja

menghancurkan keutuhan warisan Philus dan Srebeh, dan juga garis takdir

yang memuarakannya dalam kecewa.



"Saya cape, dokter," katanya, dengan pandangan kosong, dan jari telunjuk

serta jempol tangan kanan yang cermat menelusuri biji-biji tasbih.Ia

berzikir dalam hati— dan terus mempertahankan diri dalam kondisi suci.

Aku menarik nafas panjang.Sia-sia berkomunikasi dengannya.Di titik itu

aku menjadi seorang tamu yang dibiarkan Manihot terlantar di

teras—dengan pintu yang sengaja dikunci dengan seribu gembok. Terlunta—

dalam kesebalan memuakkan— oleh ketidakpedulian yang disengaja.Tapi

itulah ciri orang depresi. Satu risiko profesional yang harus

ditaklukkan dengan pendekatan yang lembut.*** crb,14/02/2012



Catatan: kemerungsung : sangat tergesa-gesa dan sembrono tanpa ada

pertimbangan rasional

gaduh : ternak diserahkan untuk dipelihara oleh orang lain,dengan jasa

(imbalan) pemeliharaan separuh dari harga jual atau daging ternak, bila

nanti ternak beranak kepemilikannya dari anakannya itu juga dibagi dua.

Biasanya ternak betina yang biasa di-gaduh-kan karena potensial

berkembang—yang jantan biasanya untuk segera dijual.



Biodata : BENI SETIA,

tulisannya dimuat di berbagai media massa.

E-Mail: benisetia54@yahoo.com



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/494328/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.