Kamis, 17 Mei 2012

[Koran-Digital] Toeti Adhitama : Joy Ride

Joy ride yang dinikmati pemimpin dan para pembantunya selama ini nantinya bisa berakhir dengan kemalangan bagi semua."

ADA rasa tak nyaman bila ada gugatan terhadap para pemimpin, sekalipun itu antara lain risiko bagi sang pemimpin. Apalagi bila yang dipersalahkan ialah mereka yang kekuasaannya telah tumbang. Rasanya tidak adil. Tetapi, itulah yang kita lakukan terhadap para mantan RI-1, tanpa mempertimbangkan apakah kecaman yang kita lancarkan proporsional atau tidak. Untuk kesalahan para pemimpin besar, bukankah rakyat ikut bertanggung jawab? Namun, rupanya nasib serupa terjadi kepada para pemimpin dari negara-negara lain. Sebut antara lain Ferdinand Marcos, rakyatnya kemudian begitu membencinya hingga semua nama jalan yang menyandang nama mantan Presiden Filipina itu akhirnya diganti. Pada kasus Richard Nixon, sejarah akan membuktikan bahwa dia tergolong politikus ulung di zamannya.

Jasanya mendekatkan Amerika dan China tercatat sebagai titik awal melemahnya persekongkolan komunis sedunia. Akan

tetapi, dia pernah digugat rakyatnya karena memasang alat perekam suara di kantor pemilihan partai saingannya di apartemen Watergate. Menurut penulis, kasus itu relatif tidak terlalu berarti jika dilihat dari kepentingan negara adidaya secara global--tetapi terbukti telah membuat Nixon menjadi bulan-bulanan rakyatnya lewat pengadilan yang disiarkan luas lewat TV.

Dengan merenung tentang situasi negeri ini dalam menghadapi berbagai macam pemilu sampai 2014 nanti, terbetik pemikiran bahwa mungkin saja di antara mereka yang terpilih nanti bukan semua idola kita. Misalnya calon-calon yang diajukan partai-partai politik, sekalipun memuaskan partai-partai yang bersangkutan, belum tentu mereka sebenarnya diinginkan seluruh rakyat.

Bila kita bicara tentang RI-1 yang terpilih nanti, dia pun akan memilih jajaran pembantu yang mungkin bukan idola kita, tetapi dianggap paling cocok bagi RI-1, apa pun alasannya dan itu pun menjadi hak prerogatifnya. Tentu

kita akan menimpakan kesalahan ke RI-1 bila kemudian terbukti kinerja mereka tidak memadai. Mungkin karena ketidakmampuan; bisa juga karena kepentingan lain. Siapa yang salah?
Joy ride Ibarat penumpang untuk penerbangan joy flight, dalam sistem konservatif rakyat tidak diharapkan berpartisipasi aktif. Mereka hanya diminta duduk tertib dan mengikuti peraturan demi keamanan.
Bila terjadi kemalangan, yang menjadi tumpuan kesalahan ialah pilot dan jajarannya-atau pemimpin dan pembantu-pembantu yang dipilihnya.
Adapun kondisi pesawat ibarat sistem dan struktur politik yang disepakati bersama.

Namun, kita bukan memilih pemerintahan konservatif, tetapi memilih pemerintahan demokratis yang idealnya Pancasilais. Artinya, rakyat tidak boleh hanya diminta atau memutuskan untuk ber pangku tangan. Kesalahan pemimpin dan jajaran pembantunya yang bisa menimbulkan petaka faktanya kesalahan rakyat juga, sebab rakyat sebenarnya bisa menyalurkan aspirasi lewat badan legislatif.
Hukum menjadi pengawasnya. Lacurnya, banyak anggapan yang membenarkan kolaborasi antara eksekutif dan legislatif; sekalipun misalnya tidak sepenuhnya tanggap terhadap aspirasi rakyat.
Malahan sebagai wakil rakyat, dewan legislatif menganggap diri sebagai rakyat sendiri.
Tarik ulur antarpartai politik mencerminkan kerancuan itu.
Berbagai demo yang meledak di sana-sini menggambarkan situasi tersebut. Bila pesawat yang kita tumpangi bersama mengalami kemalangan fatal, siapa yang salah?
Buruk muka cermin dibelah Kebiasaan rakyat menggugat para pemimpin dan jajaran pembantu yang dipilihnya sebenarnya merupakan pe lampiasan kenyataan tersebut.

Tetapi, lebih adil seandainya gugatan itu juga tertuju pada para kolaborator, siapa pun dia: individu maupun partai, termasuk wakil-wakil rakyat sendiri.

Sebentuk empati bagi para pemimpin dan jajaran pembantu masing-masing akan mengungkap betapa beratnya beban yang dihadapi para pemimpin. Kita tahu, beban mengangkat serta menurunkan derajat dan pangkat orang tidaklah seenteng yang orang duga. Apalagi kita bukan bangsa yang tidak perasa.

Compassion akan hadir dengan sendirinya bagi mereka yang habis masa, siapa pun mereka; sekalipun mungkin karena kinerja yang buruk, banyak orang dicelakakan.

Memang pemimpin harus bertanggung jawab juga atas kesalahan pribadi-pribadi yang menjadi pembantu-pembantunya. Seandainya ada di antara mereka yang salah langkah--korupsi besar atau menyalahgunakan wewenang, misalnya--bukan mereka yang langsung digugat. Rakyat akan memulangkan persoalannya

langsung kepada pemimpin yang mengemban mandat rakyat.

Akhirnya, beban yang tidak kalah berat ialah tugas membuat pilihan dan mengambil keputusan. Bagaimanapun, keputusan harus diambil, dengan risiko apa pun. Siapa yang harus melakukannya? Siapa lagi kalau bukan sang pemimpin.
Memilih pembantu/kolaborator adalah hak prerogatifnya.
Asal dia jangan salah pilih.
Sebab, melempar kesalahan kepada pembantu atau kolaborator semata ibarat menepuk air didulang. Sementara malapetaka sudah terjadi.

Pesan yang disampaikan tesis ini: jangan habis manis sepah dibuang. Introspeksilah sebelum menggugat para pemimpin dan pembantu-pembantu mereka. Jangan hanya ingat kesalahan mereka. Ingat pula jasa-jasa mereka.

Tetapi, memang kemalangan bisa datang antara lain karena pemimpin salah memilih pembantu/kolaboratornya. Joy ride yang dinikmati pemimpin dan para pembantunya selama ini nantinya bisa berakhir dengan kemalangan bagi semua.

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/18/ArticleHtmls/Joy-Ride-18052012020006.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.