Kamis, 17 Mei 2012

[Koran-Digital] Henry JJ: Pesawat Sukhoi SJ100 Korban CFIT?

Pesawat Sukhoi SJ100 Korban CFIT?

Henry JJ Sumolang Pilot



DARI data yang penulis peroleh dan pelajari, Sukhoi Superjet 100

sesungguhnya merupakan pesawat yang sangat berpotensi menjadi salah satu

pesawat komersial terbaik di kelasnya. Pesawat ini dirancang dengan

bantuan Boeing, berkongsi dengan perusahaan Italia Alenia Aeronautica,

dilengkapi mesin jet Powerjet SAM146 yang irit bahan bakar, serta

dirancang dan dibuat bersama pembuat mesin ternama Snecma Prancis,

sistem navigasi CMC Electronic dari Kanada, sistem avionic dari Thales

Prancis, dan roda pendarat dari Amerika, dll.



Dengan demikian, Sukhoi SJ100 merupakan kombinasi teknologi Airframe

Rusia yang



terkenal. Sistem 'fly by wire', kemudi 'joy stick' Rusia, pengalaman

pesawat jet tempur Sukhoi dengan kemampuan teknologi tinggi, dan

pabrikan peralatan komponen penerbangan negara Barat membuat Sukhoi

SJ100 memiliki keunggulan teknologi yang prima.



Sebab, setiap komponen yang terpasang terdiri dari yang terbaik yang ada

di pasar, kemudian digabungkan menjadi satu dalam Sukhoi SJ100 sehingga

membuat pesawat ini punya masa depan yang menjanjikan.



Walaupun dalam pengembangannya sejak 2007 Sukhoi SJ100 mengalami masalah

teknis--yang dalam hal ini sangat lumrah terjadi pada semua pesawat baru

yang dikenal



dengan 'baby sickness' seperti kerusakan mesin, empat kali pergantian

mesin yang tidak terjadwal yang terpasang pada beberapa pesawat, dan

masalah pada struktur pesawat--dengan perbaikan dan modifikasi di

sana-sini pesawat ini akan semakin baik, sama seperti pesawat-pesawat

baru lainnya sebelum mencapai tingkat 'maturity'. Pada Airbus A380,

misalnya, masih ditemukan 'baby sickness'.



Bila dibandingkan dengan pesawat-pesawat komersial buatan Rusia

sebelumnya, seperti Illusyn dan Antonov sebagai 'peminum' rakus bahan

bakar minyak, yang sangat ketinggalan dari pesawat buatan negara Barat

baik dari segi instrumentasi sistem navigasi maupun performansi, Sukhoi

SJ100 merupakan satu langkah lompatan evolusi yang spektakuler, mengejar

bahkan



melamp a u i dominasi negara Barat di bidang rancang bangun pesawat

komersial. Sukhoi SJ100 bahkan memadamkan pandangan sinis negara-negara

Barat yang beranggapan pesawat komersial buatan Rusia hanya pantas

dipakai perusahaan penerbangan Rusia dan negara-negara sahabatnya.



Sukhoi SJ100 telah mendapatkan sertifikasi dari FAA Amerika dan EASA

Eropa. EASA terkenal sangat `stringent' di dalam memberikan sertifikasi.

Proses pemberian sertifikasi merupakan salah satu keunggulan dari

pesawat ini yang membuktikan bahwa Sukhoi SJ100 memang pantas untuk

dipakai negara-negara Barat dengan adanya beberapa pesanan oleh

negara-negara Barat.



Majalah Flight International edisi 10 April 2012 memberikan pujian

terhadap pesawat ini.

Namun, yang agak merisaukan ialah peralatan advanced flight management

computer and display system CMA9000 buatan CMC Electronic Kanada yang t

e r p a s a n g di Sukhoi SJ100 yang cukup canggih ini ternyata

mempunyai 'optional' untuk penambahan terrain database dan beberapa

komponen guna memperkaya EGPWS karena aspek biaya.



Pertanyaannya, apakah ada TAWS (terrain awareness warning system) yang

sesuai standar pada pesawat nahas tersebut? Atau, apakah peralatan ini

tidak ada terpasang pada pesawat nahas itu sehingga tidak ada peringatan

dini bahwa ada bahaya impact dengan gunung di jalur terbangnya? Perlu

penelitian saksama untuk menjawab pertanyaan besar itu.



Banyak kalangan meributkan dan mempermasalahkan mengapa electronic

locator transmitter (ELT) tidak mengeluarkan sinyal untuk melokalisasi

bangkai pesawat. ELT merupakan alat yang digunakan setelah terjadi

kecelakaan atau 'post accident'. Alat ini bukan tidak penting. Namun,

yang harus menjadi fokus untuk dipermasalahkan ialah mengapa TAWS tidak

dapat menghindarkan pesawat menabrak Gunung Salak. Bukankah jikalau TAWS

dan pilotnya berhasil menghin



darkan pesawat menabrak gunung, ELT tidak diperlukan? ELT merupakan alat

portabel yang diletakkan di dalam kabin pesawat sehingga dapat dijangkau

awak kabin untuk dioperasikan seandainya terjadi kecelakaan baik di

darat maupun di udara. Dengan catatan, ngan catatan, kondisi pesawat

masih utuh dan ada awak pesawat yang selamat untuk mengoperasikannya.

Atau, alat ini akan beroperasi apabila terjadi impact pada alat

tersebut. Dengan melihat kondisi pesawat yang hancur berkeping-keping,

sangat mungkin ELT tersebut ter-'disintegrasi' atau hancur sehingga

tidak dapat berfungsi seperti yang diharapkan.



Banyak pula yang mempertanyakan kenapa pesawat diizinkan menara pengawas

untuk turun pada ketinggian 6.000 kaki, padahal ketinggian minimum di

daerah Gunung Salak 8.000 kaki (peraturan penerbangan merumuskan

ketinggian aman minimum adalah 110% dari tinggi puncaknya).

Dalam hal ini, menara pengawas tidak dapat sepenuhnya dipersalahkan

karena daerah tersebut merupakan daerah di luar koridor controlled

airspace. Ada pula yang mempermasalahkan mengapa pesawat ini

diperbolehkan `bermain' di daerah Gunung Salak? Seperti yang pernah

penulis lakukan untuk `test flight' pesawat A300 setelah heavy

maintenance/ overhaul atau saat melakukan `joy flight' dengan pesawat

kuno Dakota C47 milik Satuan Udara FASI, daerah udara tersebut,

Pelabuhan Ratu dan daerah Gunung Salak, menjadi pilihan karena merupakan

daerah sepi lintasan penerbangan di bawah 30.000 kaki dan dekat dengan

`home base'. Untuk `bermain' di daerah tersebut diperlukan syarat

visual, tidak boleh masuk ke kabut dan awan.



Operator atau pilot harus mengajukan rencana pener bangan VFR (visual fl

ight rules) kepada pengatur lalu lintas penerbangan. Dengan mengajukan

rencana penerbangan demikian, berarti penerbang harus taat kepada

syarat-syarat peraturan penerbangan yang mengandalkan visualisasi.

Adalah tanggung jawab penuh pilot untuk tetap berada dalam kondisi

kontak visual dengan pegunungan dan rintangan yang ada di sekitar daerah

tersebut. Pemberian 'clearance' untuk turun ke ketinggian 6.000 kaki

oleh menara pengawas, menurut penulis, semata-mata hanya dimaksudkan

agar tidak ada konfl ik dengan pesawat lain di daerah tersebut yang dapat

dideteksi radarnya. Dengan memberikan clearance untuk turun, petugas

menara pengawas pasti berkeyakinan pilot Sukhoi SJ100 itu dalam keadaan

visual sesuai dengan sifat penerbangan 'joy fl ight' tersebut dan sesuai

dengan aturan VFR.



Banyak pertanyaan yang harus dijawab mengapa CFIT bisa terjadi pada

penerbangan Sukhoi SJ100 yang canggih ini.



Mudah-mudahan penelitian data pada 'black box' dapat meng ungkapkan

pertanyaan besar mengapa pesawat secanggih Sukhoi SJ100 bisa CFIT

sehingga sama seperti kecelakaan CFIT terdahulu. Maka, kesalahan

tersebut dapat dipakai untuk memperbaiki teknologi TAWS yang pada

akhirnya membuat 'zero CFIT' di masa yang akan datang.



Penulisan ini tidak bermaksud untuk mempersalahkan dan membenarkan

pihak-pihak tertentu karena kewenangan untuk mengeluarkan penyebab dan

kesalahan penyebab kecelakaan sepenuhnya di tangan KNKT.



Selamat jalan senior saya Kapten Herman Suladji, sahabat seperjuangan

perbaikan kesejahteraan pilot Garuda di tahun 1979 Kapten Gatot

Poerwoko, serta penumpang dan awak pesawat Sukhoi SJ100.



Rest in peace!







http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/18/ArticleHtmls/Pesawat-Sukhoi-SJ100-Korban-CFIT-18052012020038.shtml?Mode=1



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.