Sistem Pelayanan Kesehatan PDF Print
Tuesday, 15 May 2012
Usaha pemberian layanan kesehatan yang mendekati kondisi ideal bukannya
tidak ada di Indonesia. Salah satunya bisa kita lihat usaha yang
dilakukan Kota Bontang, Kalimantan Timur.
Upaya Kota Bontang untuk menata ulang sistem kesehatannya dengan
menerapkan konsep primary health care (PHC) adalah sebuah contoh sukses
dan bisa dijadikan sebagai role model-. Proses tersebut berlangsung
selama kurang lebih tiga tahun, 2007 hingga 2010, dengan asistensi
Ikatan Dokter Indonesia. Ketika itu,Kota Bontang telah memiliki fondasi
kuat untuk menjadi sebuah sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi
pada pelayanan primer dalam rangka mencapai universal coverage.
Di antara fondasi itu yakni: Pertama, Kota Bontang telah memiliki Perda
Nomor 6 Tahun 2010 tentang Sistem Kesehatan Daerah yang menempatkan
kedokteran keluarga sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan. Kedua,Kota
Bontang memiliki Perda Nomor 11 Tahun 2009 tentang Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Daerah, yang memberi jaminan kesehatan kepada penduduk kurang
mampu.
Ketiga, Kota Bontang telah melakukan reorientasi fungsi puskesmas dengan
tujuan menghilangkan tumpang tindih antara fungsi upaya kesehatan
perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat
(UKM).Puskesmasdifungsikan sepenuhnya untuk UKM, sedangkan fungsi
pengobatannya dialihkan ke praktik kedokteran keluarga. Keempat, jumlah
dokter pelayanan primer (DPP) di Kota Bontang jauh lebih banyak
ketimbang dokter spesialis, mencerminkan pelayanan berorientasi pada
pelayanan primer.
Kelima, rasio DPP terhadap penduduk sudah mendekati 1:2500, yang berarti
ketersediaan DPP sangat mendukung penerapan sistem yang berorientasi
pelayanan kesehatan primer. Hal lain yang mulai kondusif bagi penerapan
sistem pelayanan kesehatan primer adalah: Pertama, telah cukup banyak
dokter pelayanan primer dalam bentuk praktik kedokteran keluarga di
tengah masyarakat.Kedua, telah ada upaya mengatur penyebaran lokasi
praktik dokter pelayanan primer di tengah masyarakat, berdasarkan
wilayah administrasi kecamatan.
Ketiga, telah cukup banyak populasi masyarakat yang berhubungan langsung
dengan dokter pelayanan primernya, berdasarkan kontraktual antara
penjamin (Askes, Jamsostek, dan Jamkesda) dan DPP.Keempat, sistem
rujukan sudah mulai berjalan, di mana populasi yang berkunjung ke dokter
spesialis sudah banyak menggunakan surat rujukan dari DPP. Role model
Kota Bontang tentu saja belum sesempurna yang dicita-citakan, namun
paling tidak telah meletakkan dasar untuk mengantisipasi penerapan
jaminan sosial kesehatan nasional. Pada era SJSN dan BPJS ini, penyiapan
pelayanan kesehatan primer menjadi agenda yang tak terelakkan.
Karena itu, pengembangan role model pelayanan primer yang ditunjang oleh
pembiayaan berbasis jaminan sosial kesehatan nasional menjadi mutlak
untuk dikedepankan. Mencontoh apa yang pernah dilakukan oleh Pemda
Bontang, maka puskesmas yang saat ini menanggung beban berat seharusnya
direkonstruksi. Puskesmas cukup fokus dan secara sungguhsungguh
melaksanakan tugas utamanya, yakni upaya kesehatan masyarakat. Dengan
hanya fokus pada tugas utamanya yang juga yang amat berat itu, bukan
berarti entitas puskesmas menjadi tidak terhormat.Saat ini puskesmas
sering kali dituding lalai karena mengesampingkan tugas utamanya dalam
upaya kesehatan masyarakat dan beralih ke upaya pengobatan (private goods).
Jejaring Layanan Kesehatan
Kalau kita kembali menengok Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2004,
dikatakan bahwa ketika SJSN sudah berlaku, maka akan terjadi perubahan
fungsi puskesmas.Puskesmas akan fokus untuk menjalankan fungsi sebagai
penyelenggara upaya kesehatan masyarakat, sedangkan upaya kesehatan
perorangan akan diserahkan kepada swasta melalui konsep Pelayanan
Kedokteran Keluarga, kecuali di daerah sangat terpencil yang masih akan
dipadukan dengan puskesmas.
Memang disayangkan karena ternyata dalam SKN 2009 konsep semacam itu
tidak ditemukan lagi. Karena itu diperlukan adanya revisi SKN agar dapat
mengakomodasi terjadinya perubahan besar dalam sistem pelayanan
kesehatan primer. Konsep Pelayanan Kedokteran Keluarga sebagai
gatekeeper di layanan kesehatan garda terdepan (primer) tersebut,
kemudian dimodifikasi dengan membangun jejaring pemberi pelayanan
kesehatan primer.
Jejaring yang menggunakan pendekatan kedokteran keluarga ini terdiri
atas klinik-klinik primer satelit menyerupai satelit, yang posisinya
berada mengelilingi klinik primer utama. Klinik-klinik tersebut bukan
sekadar berjejaring, melainkan juga menerapkan konsep kepemilikan
bersama.Semua klinik jejaring itu adalah milik tenaga profesi kesehatan
yang bekerja atau berpraktik di klinik tersebut.Baik dia dokter, dokter
gigi, apoteker, perawat, bidan, dan bahkan tenaga administrasi pun
terbuka untuk menjadi pemilik.
Di klinik primer utama akan mempunyai minimal 2 dokter,1 dokter gigi, 2
perawat, 1 bidan, dan 1 staf administrasi. Klinik primer utama
dilengkapi fasilitas laboratorium, radiologi, EKG,USG,dan sebagainya
sebagaimana layaknya pelayanan primer yang lengkap (terstandardisasi).
Sementara di klinik primer satelit, cukup memiliki 2 dokter, 2 perawat,
1 bidan,1 pembatu apoteker untuk menjaga instalasi farmasi, serta 1 staf
administrasi.
Di klinik primer satelit ini, sinergisitas profesional kesehatan dalam
mewujudkan pelayanan kesehatan yang holistis/paripurna sudah harus
dikembangkan. Tentu saja dokter tetap menjadi nakhoda pelayanan
kesehatan di fasilitas layanan primer ini,namun ia bukan pemilik
tunggal. Untuk itu, perlu dipersiapkan strategi peningkatan kapasitas
profesional kesehatan dalam kerangka kerja tim dan jejaring pelayanan
kedokteran keluarga. Tentu saja melalui pelatihan dan bimbingan teknis
secara terencana dan terstruktur, yang dimulai sebelum bertugas di klinik.
Dalam hal kepemilikan bersama entitas pelayanan dan jejaringnya, perlu
ditumbuhkan semangat kolektivitas dan kolegialitas kesejawatan yang
berkolaborasi dengan di bawah prinsip-prinsip koperasi. Pendanaan konsep
kepemilikan bersama ini dapat difasilitasi oleh Koperasi IDI maupun
lembaga keuangan lain yang memiliki semangat yang sama, yakni
mengakomodasi semangat kolektivitas dan kolegialitas kesejawatan
profesional kesehatan. Proporsi kepemilikan, distribusi tanggung jawab,
dan persentase bagi hasil secara adil dapat ditentukan kemudian dengan
hitungan tersendiri.
Kepemilikan bersama akan menghilangkan adanya profesional kesehatan yang
melayani pasien secara pribadi, di fasilitas yang tidak memadai dan
dengan standar pelayanan yang tidak standar pula. Konsep kepemilikan
bersama yang difasilitasi Koperasi IDI ini akan sangat berbeda bila
entitas pelayanan dimiliki oleh pribadi-pribadi atau pemilik modal.
Kepemilikan yang didorong oleh semangat berkoperasi, tentu sangat
berbeda ketika kepemilikannya bersifat pribadi atau oleh pemilik modal
tertentu.
Kepemilikan pribadi mempunyai kecenderungan untuk dikelola dalam
kerangka bisnis, yang memaksimalkan keuntungan sehingga berpotensi
menimbulkan ketegangan dan ketidakharmonisan, karena menempatkan
profesional kesehatan dalam konteks antara buruh dan majikan, serta
pasien diperlakukan sebagai objek bisnis semata. Menempatkan pasien
sebagai objek bisnis tentu amat tidak etis,apalagi bagi profesional
kesehatan yang sangat terkenal menjunjung tinggi etika profesinya.
Pelayanan Kesehatan
Demi keadilan dan meratanya pemberian pelayanan kesehatan bagi seluruh
rakyat Indonesia, rekrutmen dan seleksi pemberi pelayanan kesehatan
(PPK) pun harus dilakukan secara seksama di tingkat nasional. Pelayanan
kesehatan dalam penyelenggaraan SJSN selayaknya bersifat efektif dan
efisien,untuk menjaga kesehatan rakyat Indonesia dengan biaya kesehatan
yang rasional.
Pelayanan kesehatan yang holistis, komprehensif, sepenuh waktu, sepenuh
hati, dan berkesinambungan adalah karakteristik yang harus dimiliki oleh
PPK. PPK yang telah lolos seleksi dapat ditempatkan di daerah yang
ditentukan tim dari BPJS. Sesuai UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS,
bentuk kerja sama antara BPJS dan PKK merupakan sistem kontrak. Untuk
memperoleh hasil optimaldalammengembangkankesehatan masyarakat yang
menjadi tanggungannya, waktu yang dibutuhkan tidak singkat. Jangka waktu
dua tahun adalah waktu yang sangat minimal untuk kontrak.Kontrak dengan
PPK dapat diperpanjang setelah menilai kinerjanya.
Jika kinerjanya bagus dapat diperpanjang,namun bila tidak bagus sangat
mungkin untuk tidak diperpanjang. Terkait dengan pelaksanaan jaminan
kesehatan yang bertahap, pada pelaksanaan tahap awal, PPK yang tidak
termasuk dalam sistem tidak memiliki kewajiban untuk melaksanakan
pelayanan kesehatan bagi para peserta jaminan kesehatan. Namun perlu
diketahui bahwa berdasarkan undang-undang, seluruh penduduk Indonesia
wajib menjadi peserta.
ZAENAL ABIDIN
Ketua Terpilih/Wakil Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/494897/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.