74% Wilayah Kerja Migas di RI Dikuasai Asing
Alasannya, mereka peroleh kontrak pada era UU 8 Tahun 1971.
Minggu, 13 Mei 2012, 18:58 WIB
VIVAnews - Bentuk Kontrak Bagi Hasil (perubahan dari bentuk Kontrak
Karya) diperkenalkan ketika Bung Karno menasionalisasi
perusahaan-perusahaan migas yg dimasa sebelumnya menggunakan bentuk
Kontrak Royalti. Perubahan ini dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan
amanat pasal 33 UUD 1945 agar negara menguasai sumber kekayaan alam yang
menguasai hajat hidup orang banyak.
Dengan kontrak yang kini di bawah UU Migas No.22 Tahun 2001 ini, pihak
asing tidak bisa menjadi penguasa sektor strategis ini.
"Perusahaan migas nasional maupun asing, hanya sebagai kontraktor yang
mengerjakan wilayah kerja migas milik negara," ujar Kepala Divisi Humas,
Sekuriti, dan Formalitas BPMIGAS, Gde Pradnyana di Jakarta, Minggu, 13
Mei 2012.
Gde mengatakan setiap kontraktor nasional maupun asing wajib melaporkan
rencana kerja, kegiatan yang sedang berjalan, hingga program yang telah
selesai dilakukan. Otoritas penuh tetap berada di tangan BPMIGAS sebagai
badan pengawas dan pengendali.
"Kami yang menentukan apakah suatu program masuk ke dalam komponen biaya
cost recovery atau tidak," imbuhnya.
Kontrak Kerja Sama (KKS) mengatur hasil berdasarkan kesepakatan yakni
hasil produksi migas dikurangi biaya operasi. Untuk minyak bumi, 85
persen bagian negara dan sisanya untuk kontraktor. Sementara untuk gas,
negara memegang 70 persen bagian.
"Jadi, tidak tepat anggapan bahwa kita tidak memiliki kedaulatan atas
sumber daya migas," cetus Gde.
Revisi
Pembahasan revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas sedang
dilaksanakan oleh DPR. Beberapa pihak melontarkan pendapat UU 22/2001
harus dirombak total karena bertentangan dengan UUD 1945.
Gde mengakui kekurangan aturan sebelumnya, UU Nomor 8 Tahun 1971 yang
sangat sentralistik. UU 22 Tahun 2001 lahir untuk memenuhi tuntutan
reformasi dan desentralisasi. Pada era lama tersebut terjadi pemusatan
kekuasaan.
Pertamina ketika itu merangkap sebagai regulator sehingga melewati
kewenangan pemerintah. Pihak Pertamina juga merangkap sebagai operator.
Akibatnya, perusahaan migas nasional kita menjadi tidak efisien dan
akuntabilitasnya sangat rendah.
Dulu, penerimaan negara dari sektor hulu migas didapat setelah
direkonsiliasi dengan neraca untung-rugi Pertamina. Kini, pendapatan
secara langsung masuk kas negara.
Pada masa lalu besaran biaya pengelolaan, pengawasan, dan pengendalian
kontrak kerja sama mencapai tiga persen dari Penerimaan Migas. Saat ini,
diatur maksimal satu persen setelah melalui tahap pengajuan kepada
pemerintah.
"Jadi, pendapat yang mengatakan bahwa dulu biaya pengelolaan kegiatan
hulu lebih murah jelas keliru", imbuh Gde.
Pada era UU migas yang lama, Wilayah Kerja (atau Blok) Migas hanya
ditawarkan dan diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar. Tentunya,
tender ini didominasi perusahaan asing. UU 22 Tahun 2001 diharapkan
dapat menjadikan tender lebih terbuka.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan data bahwa
sepanjang 2001-2011, 74 persen Wilayah Kerja Migas yang sudah
berproduksi digarap oleh perusahaan asing. Alasannya, mereka peroleh
kontrak pada era UU 8 Tahun 1971.
Selama berlaku UU 22 Tahun 2001, statistik menunjukkan rata-rata ada 17
blok migas baru yang diberikan. Dari jumlah itu, sebagian besar
diberikan kepada perusahaan nasional. Kontraktor asing hanya memenangkan
tender blok migas pada area deepwater di Selat Makassar dan daerah
frontier di Indonesia Timur.
UU 8 Tahun 1971 yang sangat sentralistik juga menyebabkan daerah tidak
akan pernah mendapatkan peran untuk berpartisipasi dalam mengelola
sumber daya alam (SDA) yang ada di wilayahnya. Kini, dengan UU Migas
22/2001, peran daerah diakomodasi dengan pemberian participating interest.
"Partisipasi daerah penghasil juga tentu harus semakin terbuka lebar,"
harap Gde. (ren)
http://us.bisnis.vivanews.com/news/read/313420-74-persen-pihak-asing-kuasai-sektor-migas
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.