Kolom Andi Suruji
Di Udara Kita, Siapa Berkuasa?
Headline
ilustrasi
Oleh: Andi Suruji
nasional - Senin, 14 Mei 2012 | 09:08 WIB
SUATU kali, Menteri Pertahanan dan Keamanan, Jenderal M Jusuf,
memerintahkan Pangkostranas Mayor Jenderal Himawan Soetanto untuk
menggelar latihan besar-besaran ABRI. Tidak tanggung-tanggung. Ia minta
diterjunkan 30.000 orang paratroop di Natuna.
Gila...! Mungkin begitu pikir Himawan, Panglima Komando Strategi
Nasional. Kepulauan yang sangatremotedi bibir Laut China Selatan dengan
pulau-pulau kecil, hampir tidak mungkin dijadikan lokasi pendaratan
atauairdroplebih dari dua atau tiga batalyon. Ini, Sang Jenderal maunya
30 batalyon.
Karena argumentasi Himawan yang pas, Jenderal Jusuf menurunkan idenya
dan memindahkan ke Batam? Maksudnya Pulau Bintan yang hanya berjarak
beberapa mil dari Batam.
Akhirnya latihan besar-besaran itu dilakukan dari Riau Daratan, Selat
Malaka, Kepulauan Riau, dan Laut China Selatan. Mengapa latihan gabungan
ABRI diadakan di wilayah itu, yang bertetangga dekat dengan Singapura?
"Ya, biar orang di Singapura ngeker-ngeker-lah!" kata Jusuf enteng,
sebagaimana ditulis wartawan senior Atmadji Sumarkidjo dalam buku
"Jenderal M Jusuf, Panglima Para Prajurit".
Begitulah para pejabat dulu berpikir secara strategis. Wilayah itu
adalah beranda depan Negara Kesatuan RI yang harus ditampakkan dan
dijaga ketat dari ancaman segala penjuru. Laut dan udara NKRI, amat
strategis di sana karena merupakan jalur lalu lintas laut dan udara yang
ramai.
Tetapi apa yang terjadi kini. Laut di sekitar kepulauan Riau bisa
dibilang lebih banyak "dikuasai" pihak asing. Udara pun dikontrol oleh
Singapura. Pesawat Indonesia yang mau mendarat dan terbang dari dan ke
bandara Hang Nadim di Batam, yang nota bene wilayah milik NKRI, lebih
dikontrol dan di-"manage" oleh Singapura melalui Bandara Changi.
Indonesia yang wilayahnya amat luas, mau tak mau harus memiliki sistem
pertahanan nasional yang andal. Sistem pertahanan secara militer maupun
sipil. Salah satunya adalah sektor udara. Lebih spesifik lagi,
sub-sektor angkutan udara untuk melayani kebutuhan mobilitas penduduk.
Dengan kondisi geografis yang berpulau-pulau, besar maupun kecil, dengan
jarak antarkota yang jauh-jauh, transportasi udara di Indonesia memang
harus kuat. Kalau diterjemahkan dalam bahasa agama, takdirnyalah orang
Indonesia selalu atau lebih banyak menggunakan sarana transportasi udara
untuk mobilitasnya.
Bayangkan saudara kita yang bermukim di Sabang, Aceh, ujung barat
Indonesia dan ada keperluan di Merauke, ujung timur Tanah Air, dia butuh
waktu sehari dalam penerbangan. Bisa dikalkulasi berapa hari yang harus
dibuang kalau naik kapal laut dengan menyinggahi berbagai pelabuhan.
Apalagi naik bus, rasanya baru bisa sampai Denpasar.
Dengan demikian, lebih efisien memang jika kita terbang menggunakan
pesawat udara. Apalagi, perekonomian Indonesia terus tumbuh, menggeliat
di tengah kondisi panas-dingin yang menyergap perekonomian global.
Pertumbuhan ekonomi dan bisnis meningkatkan daya beli masyarakat, bahkan
tumbuh jumlah orang kaya baru, kelas menengah tangguh dengan daya beli
kuat. Permintaan angkutan udara meningkat pesat.
Itulah yang membuat maskapai penerbangan baru bermunculan. Pasar pesawat
kian ramai. Perang harga menguat. Jika semula pasar pesawat udara
didominasi Boeing yang mengibarkan bendera Amerika Serikat, dan Inggris
(Eropa) diwakili Airbus, kini muncul petarung di kelas tengah China dan
Rusia dengan Sukhoi.
Pertarungan produsen pesawat terbang menggila. Kepala negara pun
terlibat, walau yang tampak hanya sekadar ikut menyaksikan
penandatanganan kontrak jual beli pesawat. Eh tak ketinggalan calo kelas
kakap bergentayangan. Maklum ini bisnis besar.
Sayangnya, ketika pertarungan di pasar pesawat menggila, dengan harapan
harga tertekan dan pelayanan meningkat, eh Sukhoi jatuh dalam terbang
promosi di kawasan Gunung Salak. Kita prihatin dengan banyaknya korban.
Namun, patut juga kita mengingatkan, kiranya peristiwa itu menyadarkan
dan menggugah bangsa ini. Udara Indonesia jangan dijadikan ruang
"pembantaian" lantaran perang dagang yang mengabaikan keselamatan nyawa
manusia.
http://nasional.inilah.com/read/detail/1860934/di-udara-kita-siapa-berkuasa
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.