Pembangunan Ekonomi dan Dukungan Energi PDF Print
Wednesday, 16 May 2012
Indonesia merupakan salah satu negara yang dipandang memiliki prospek
ekonomi cerah dalam jangka panjang. Beberapa lembaga internasional,
seperti Asia Development Bank/ADB dan Bank Dunia,memproyeksikan
Indonesia sebagai negara besar pada 2030 dan 2050.
Bahkan, Indonesia punya potensi sebagai lima besar ekonomi, sekurangnya
dilihat dari pendapatan domestik bruto (PDB). Saat ini posisi Indonesia
masih berada pada level 20 besar dunia sehingga ini menjadi dasar
masuknya Indonesia dalam forum G-20. Untuk bisa mencapai level lima
besar tersebut, tentu saja Indonesia harus menggenjot pemabngunan dan
pertumbuhan ekonomi sebagai sumber peningkatan PDB.
Pemerintah juga telah mendesain Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) demi menopang target pertumbuhan
ekonomi itu.Secara teoretis banyak faktor yang akan menjadi pendukung
pembangunan ekonomi tersebut, tetapi salah satu yang terpenting adalah
ketersediaan energi.
Problem Energi Nasional
Dalam konteks ketersediaan energi dalam jangka panjang, Indonesia
menghadapi persoalan penting. Dua masalah utama adalah soal
ketergantungan terhadap energi yang tak terbarukan (non-renewable
resources) dan cadangan sumber daya alam yang kian tipis. Saat ini
sekitar 95% konsumsi energi nasional dipasok dari minyak,gas,dan batu
bara. Sebaliknya, kontribusi energi yang berasal dari sumber daya
terbarukan seperti panas bumi, air,dan angin kurang dari 5%. Konsekuensi
dari ketergantungan ini adalah kerusakan lingkungan dan biaya produksi/
ekonomi yang makin tinggi.
Degradasi lingkungan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dari
setiap eksplorasi sumber daya alam, khususnya yang tak terbarui,sehingga
secara tidak langsung juga menjadi beban perekonomian seperti terjadinya
bencana alam maupun perubahan iklim.Ongkos ekonomi juga makin mahal
karena harga energi yang tak bisa diperbarui meningkat terus- menerus.
Harga minyak, gas, dan batu bara tidak mungkin dipertahankan seperti
pada level sekarang,tetapi pasti meningkat setiap tahun. Berikutnya,
cadangan sumber daya energi juga terus menyusut akibat eksplorasi yang
kian brutal, kian besar dari tahun ke tahun.
Tanpa ada penemuan ladang baru, cadangan minyak nasional hanya cukup
untuk memenuhi sebagian konsumsi dalam 10 tahun mendatang. Batu bara
juga tidak berbeda kondisinya,meskipun agak lama, yakni sekitar 18 tahun
ke depan. Sementara itu, cadangan gas relatif besar,masih cukup untuk
eksplorasi sampai 40 tahun lagi.Tapi, secara etis tidak boleh cadangan
itu dieksplorasi secepatnya karena sumber daya itu bukan hanya milik
generasi sekarang. Jadi, dengan melihat data tersebut, pemerintah jelas
harus berjibaku menemukan energi alternatif sebagai pengganti minyak
bumi dalam jangka pendek.
Celakanya, di antara pemakaian energi yang terbarukan, konsumsi minyak
menyumbang paling besar, khususnya di sektor transportasi. Pada 2015
nanti diperkirakan kebutuhan BBM mencapai 62 juta kiloliter/tahun dan
minyak mentah sekitar 1,9 juta barel/hari.Tanpa dibantu energi
alternatif,Indonesia pasti akan berada dalam kesulitan besar. Problem
lain yang tidak kalah pelik adalah soal manajemen pengelolaan sumber
daya alam/energi.Sampai saat ini Pertamina hanya memproduksi kurang
lebih 122.000 barel/hari dari total lifting minyak nasional sebesar 905
barel/ hari.
Dengan kata lain,Pertamina cuma mengeksplorasi 12% lifting minyak. Lebih
menyedihkan lagi,sebagian besar (sekitar 80%) dieksplorasi perusahaan
asing. Dalam perspektif ketahanan minyak,situasi Indonesia mungkin masih
memadai,sebab sebagian kekurangan kebutuhan domestik bisa ditutup dari
impor. Tapi dari sudut pandang kemandirian dan kedaulatan energi
(minyak), Indonesia berada di ambang kehancuran.
Dari sisi kemandirian, pasokan minyak bermasalah karena sebagian
kebutuhan harus diimpor.Sementara itu,dari sisi kedaulatan berada di
titik nadir,sebab pemerintah tidak berdaya memperjuangkan Pertamina
sebagai perusahaan yang bisa menguasai sumber daya alam sesuai dengan
amanat UUD 1945. Padahal penguasaan eksplorasi itu akan menentukan
kemampuan mengontrol pasokan energi di pasar domestik.
Peta Jalan Energi
Mencermati situasi di atas, mulai sekarang Indonesia harus berjuang
menyusun rencana pencapaian ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan
energi sekaligus. Pertama, pengembangan energi alternatif (renewable
resources) merupakan opsi yang tidak bisa ditunda.
Ketergantungan terhadap minyak bumi perlu dikurangi secara bertahap
sehingga pada 2020 mendatang Indonesia sudah siap menyongsong datangnya
aktivitas ekonomi tanpa minyak.Tidak ada kerumitan yang luar biasa untuk
mengembangkan energi alternatif karena Indonesia memiliki bahan baku
melimpah, entah itu berasal dari air, angin maupun panas bumi.Pemerintah
juga bisa mengembangkan biofuel karena sumber daya yang dimiliki masih
memadai, misalnya dari jagung, jarak, tebu.
Harapannya, dalam10 tahun ke depan energi alternatif ini sudah bisa
memenuhi minimal 50% kebutuhan energi nasional. Jika peta jalan ini bias
dicapai,ekonomi menjadi lebih hemat, degradasi lingkungan bisa dicegah,
dan keragaman ekonomi (termasuk penciptaan lapangan kerja) dapat
ditingkatkan. Kedua, kebijakan ekspor sumber daya alam, misalnya batu
bara dan gas,harus ditinjau ulang dan dihentikan dalam kurun waktu
tertentu.Pemerintah tidak boleh memakai sumber daya alam (mentah)
sebagai sumber penerimaan utama negara.
Kebijakan ini merugikan negara dalam dua hal: pasokan pasar domestik
menjadi terbatas dan memberi amunisi negara lain untuk membangun ekonomi
lebih cepat.Batu bara, misalnya, pada 2012 ini diperkirakan bisa
memproduksi 332 juta ton, tapi yang dijual di pasar domestik hanya 82
juta ton, dengan sekitar 70% dikonsumsi PLN untuk memproduksi listrik.
Hal ini tentu memprihatinkan, sebab hanya 25% batu bara yang dijual ke
pasar domestik. Padahal ekonomi akan lebih efisien apabila memanfaatkan
batu bara ketimbang minyak bumi. Pola yang sama juga terjadi pada gas
yang 42%-nya untuk ekspor, 24% listrik, 19% industri, 11% pupuk,3,8%
peningkatan produksi, dan hanya 0,19% untuk transportasi (Ditjen Migas
dan Kementerian ESDM, 2011).
Perubahan ini tentu membutuhkan kemauan dan keberanian politik yang
sangat kuat. Ketiga, isu nasionalisme dan hubungan pusat-daerah pasti
akan segera menguat, cepat ataupun lambat.Soal nasionalisme,
sepertiyangtelahdikupasdi muka, pemerintah harus menambah porsi
penguasaan Pertamina dalam eksplorasi maupun pengelolaan energi,
sekurangnya 75%.Ini bukan semata soal amanat UUD 1945,tapijuga untuk
memastikan pasokan energi di masa depan.
Seterusnya, desain bagi hasil SDA antara pusat dan daerah juga harus
disempurnakan karena ini berpotensi menjadi konflik sosial/politik.
Kasus ancaman daerah Kalimantan yang akan menghentikan pasokan batu
bara/gas seandainya kuota minyak bersubsidi bagi mereka tidak ditambah
merupakan salah satu contoh potensi konflik tersebut. Dalam kasus batu
bara, Sumatera Selatan,Kalimantan Timur,dan Kalimantan Selatan adalah
tiga provinsi terbesar dalam produksinya sehingga dalam beberapa aspek
bisa dipahami jika mereka menuntut bagi hasil yang lebih proporsional.
Seluruh pekerjaan rumah ini memang tidak mudah dilakukan, tetapi kurang
lebih hanya dengan cara inilah pembangunan ekonomi dapat dijalankan
secara berkesinambungan.
AHMAD ERANI YUSTIKA
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya; Direktur
Eksekutif Indef
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.