Rabu, 16 Mei 2012

[Koran-Digital] AHMAD YANI: Menguji Materi UU Pemilu

Menguji Materi UU Pemilu PDF Print

Thursday, 17 May 2012

Persetujuan bersama pemerintah dan DPR atas Undang-Undang Pemilu Anggota

DPR,DPD,dan DPRD telah mendekatkan bangsa Indonesia kepada perbaikan

kualitas sistem, pelaku, dan perilaku politik kita.





Meskipun substansi danrumusannya tidak sempurna,

UUPemiluinilebihbaikdaripada undang-undang sebelumnya sehingga diyakini

pelaksanaan Pemilu 2014 pun akan lebih baik. Sebagian orang menilai

sebaliknya. UU Pemilu dianggap tidak mampu mendorong penyederhanaan

parpol seperti ditulis Jeffrie Geovanie di harian ini

(SINDO,17/4).Alasannya ambang batas parlemen sebesar 3,5% dinilai

terlalu rendah sehingga akan terlalu banyak parpol yang mampu

mengumpulkan suara dan duduk di parlemen. Sebaliknya, pemimpin beberapa

partai dan pengamat politik justru berpendapat lain.



Mereka menilai ambang batas 3,5% yang tercantum dalam Pasal 208 UU

Pemilu adalah terlalu tinggi. Selain itu, karena diterapkan secara

nasional,itu dianggap mematikan potensi lokal dan keragaman pendapat

antardaerah. Materi lain yang diuji masyarakat adalah soal status partai

politik sebagai peserta pemilu. Dalam Pasal 8 ayat 1 UU Pemilu

dinyatakan: "Partai politik peserta pemilu pada pemilu terakhir yang

memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara

nasional ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu pada pemilu

berikutnya".



Sejujurnya ambang batas parlemen yang idealadalah nol persen. Sebab

tidak boleh ada suara rakyat (pemilih) yang tidak dapat dikonversi

menjadi kursi DPR/DPRD hanya karena jumlah total perolehan suara sah

secara nasional suatu peserta pemilu tidak mencapai besaran tertentu.

Apalagi, pemilu kita menganut sistem proporsional terbuka. Jika ada

ambang batas, akan terdapat sejumlah suara pemilih yang tidak dapat

dikonversi menjadi kursi DPR/ DPRD sehingga kesamaan kedudukan setiap

warga negara menjadi terabaikan.



Semakin tinggi angka ambang batas, semakin banyak warga negara yang

terdiskriminasi. Selain itu, ambang batas parlemen juga akan

mengakibatkan ada selisih persentase perolehan suara dengan persentase

perolehan kursi DPR/DPRD. Jumlahnya akan semakin besar dengan

meningkatnya angka ambang batas. Halini berarti akan meningkatkan

disproporsionalitas atau ketidaksesuaian dan ketidaksamaan antarpeserta

pemilu dan antarwarga negara. Ambang batas nol persen juga dapat

dimaknai sebagai upaya menjaga prinsip Bhinneka Tunggal Ika: walau

berbeda-beda, bersatu jua.



Semua golongan, suku, dan latar belakang diwadahi dalam pemilu secara

setara dan adil. N a mu n , bagaimanapun penetapan ambang batas parlemen

berada di ruang politik, bukan akademis-ilmiahnormatif. Ada kompromi dan

akomodasi terhadap semuaperbedaan pendapat.Apalagi dapat dipahami ambang

batas parlemen 3,5% dinilai sebagai ikhtiar mencegah terbentuknya

pemerintahan yang tidak didukung oleh parlemen terkait syarat pengajuan

bakal calon presiden/ wapres oleh partai atau gabungan partai. Namun,

Mahkamah Konstitusi kiranya dapat mengambil putusan terbaik ketika ada

warga negara yang menguji materi ambang batas parlemen.



Pemberlakuannya secara nasional hingga ke tingkat DPRD adalah wujud

sebagai negara kesatuan hukum. Prinsip negara hukum dalam negara

kesatuan itu pula yang mendasari pilihan untuk memakai satu aturan

ambang batas parlemen yang berlaku nasional. Pilihan pemberlakuan ambang

batas berjenjang seperti PT nasional 3,5%, PT untuk DPRD provinsi 4%,

dan seterusnya, akan menghadirkan ketidakseragaman yang tidak dikenal

dalam prinsip negara kesatuan.



Efektivitas



Namun, saya sependapat dengan Jeffrie bahwa efektivitas kerja di

parlemen dan pemerintahan harus ditingkatkan. Namun, caranya tidaklah

dengan menetapkan angka PT yang sangat tinggi. Itu sama saja dengan

menghanguskan jutaan suara rakyat, padahal PT 2,5% saja telah

menghanguskan sekitar 19 juta suara pemilih. Upaya penguatan parlemen

yang lebih baik adalah dengan perubahan syarat pembentukan fraksi.



Saat ini setiap partai yang lolos ke parlemen dapat membentuk fraksi (UU

No 27/2009 Pasal 80 ayat 4).Ide saya adalah meningkatkanpersyaratan

jumlah kursi minimal semisal 150 kursi.Saya rasa bukan ide yang buruk

jika DPR nanti hanya terdiri atas tiga fraksi yakni fraksi pendukung

pemerintah, fraksi oposisi,dan fraksi poros tengah (swing faction).

Sudah tentu akan terjadi prokontra, namun kehendak untuk mengurangi

jumlah fraksi dan menambah anggota tiap fraksi adalah

keniscayaanuntukmengefektifkan kerja parlemen. Dengan demikian, pada

satu sisi tujuan representasi rakyat tetap terpenuhi karena mereka yang

terpilih dapat duduk di DPR/DPRD, namun pada sisi lain tujuan penguatan

parlemen dan nanti pemerintahan juga dapat tercapai karena keputusan

diambil secara lebih mudah dan didukung fraksi-fraksi beranggota banyak.



Aspirasi rakyat dan partai juga tidak hilang karena dapat disampaikan

dalam rapat- rapat pleno fraksi masingmasing. Namun, begitu fraksi telah

memutuskan, seluruh anggota fraksi yang bisa jadi dari beberapa partai

tersebut harus kompak. Di samping itu, perlu pula restrukturisasi komisi

dan alat kelengkapan DPR. Jumlah komisi cukup tiga yang disesuaikan

dengan fungsi-fungsi parlemen yakni komisi legislasi, komisi anggaran,

dan komisi pengawasan. Pada tiap-tiap komisi dibentuk subkomisi sesuai

bidang pembangunan seperti subkomisi pertahanan, subkomisi keamanan,

subkomisi hukum, dan sebagainya.



Untuk itu, semua perlu dilakukan perubahan UU No 27/2009. Namun,upaya

pembentukan pemerintahan yang kuat juga harus dilengkapi dengan

perbaikan UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Kita bahkan perlu

mempertimbangkan ada UU Lembaga Kepresidenan karena presiden adalah

satu-satunya lembaga negara yang belum diatur dengan undang-undang

tersendiri. Di samping itu, kapabilitas, integritas, visi misi, program

kerja, dan determinasi seorang presiden menentukan pencapaian suatu

pemerintahan.



Mengenai Pasal 8 ayat 1 soal lolosnya partai peserta pemilu yang

mencapai ambang batas parlemen pada Pemilu 2009 sebagai peserta pemilu

2014 adalah karena kenyataan mereka telah dipilih oleh sekurangkurangnya

2,5% suara sah secara nasional. Jumlah sebesar itu tidak mungkin

diperoleh jika partai-partai tersebut tidak mengakar, memiliki

kepengurusan dan simpatisan di seluruh wilayah Indonesia.



Demi menghormati suara rakyat dan kedaulatan pemilih serta

efisiensianggarannegara, sembilan partai tersebut diloloskan.Andai pun

diverifikasi ulang,mereka tetap lolos. Lebih baik biaya triliunan rupiah

dialokasikan bagi rakyat miskin,pembangunan infrastruktur perdesaan,dan

pengembangan ekonomi umat. (bersambung) ●



AHMAD YANI SH MH

Wakil Ketua FPPP DPR RI/Mantan Anggota Pansus RUU Pemilu



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/495349/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.