Jumat, 18 Mei 2012

[Koran-Digital] A BAKIR IHSAN; Presiden dan Pembangkangan Pejabat

Presiden dan Pembangkangan Pejabat PDF Print

Saturday, 19 May 2012

Dalam pidato terbatas yang bocor ke media, Presiden SBY menyebutkan ada

pembangkangan, pemberontakan, dan perlawanan pejabat (liputan6.com,

11/4/12).



Secara hermeunitik, ungkapan Presiden SBY tersebut menyiratkan tingkat

kekecewaan yang memuncak terhadap pejabat daerah yang "menyimpang"dalam

rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebagai sebuah

ekspresi, hal tersebut sah-sah saja.Tapi sebagai ungkapan seorang

Presiden, ia menyiratkan sebuah problem relasi dalam sistem kenegaraan

kita. Karena itu, ungkapan kekecewaan tersebut bisa tertuju pula pada

ulah pejabat yang menyimpang dari kelaziman etis dan kemestian aturan.



Mulai dari kinerjanya yang minus, loyalitasnya yang terpecah,sampai

tindak korupsi yang menguras uang rakyat. Hal ini sangat penting disorot

agar sengkarut kebobrokan pejabat tidak berlanjut. Kita miris membaca

data Kemendagri yang menunjukkan tingkat korupsi dan penyimpangan

pejabat masih sangat tinggi. Selama kurun 2004-2012 terdapat 173 kepala

daerah yang menjalani pemeriksaan dengan status sebagai

saksi,tersangka,dan terdakwa. Sebanyak 70% sudah dijatuhi vonis

berkekuatan hukum tetap dan menjadi terpidana. Ini lebih dari sekadar

pembangkangan, tapi juga pengkhianatan terhadap rakyat.



Menerabas Koneksitas



Persoalan "pembangkangan" ini tak bisa dibaca hanya sebagai problem

hubungan pusat dan daerah atau atasan dan bawahan. Ada problem serius

dalam tata kehidupan bernegara kita yang secara sederhana dapat disebut

sebagai problem koneksitas. Problem koneksitas menjadi akut karena dua

hal.Pertama, ada budaya suka menerabas (cutting-corner attitude) yang

dianggap lazim.Birokrasi yang menurut Max Weber sejatinya menjadi lahan

impersonalitas menjelma menjadi domain personal. Birokrasi yang

seharusnya fungsional menjadi transaksional. Hal ini didukung oleh,

kedua, kepentingan (backing) politik (partai) untuk meraup beragam

keuntungan instan.



Baik keuntungan finansial maupun modalitas lainnya bagi kepentingan

citra dan kontestasi. Biaya politik yang mahal mendorong mekanisme

berlangsung secara tak normal. Inilah ironi birokrasi di tengah euforia

demokrasi. Birokrasi menjadi "sapi perah" politisi. Padahal birokrasi,

kata Rod Hague (1998),who conduct the detailed business of government,

advising on and applying policy decisions.Ia satu rangkaian struktural

dalam sebuah sistem fungsional kenegaraan.



Impersonalitas Presiden



Pertanyaan ini sering muncul seiring keluhan Presiden di beberapa

kesempatan. Sepintas, keluhan Presiden tentang diskoneksitas

pemerintahan ini menunjukkan ambigu. Problem yang dikeluhkan Presiden

seharusnya bisa diselesaikan Presiden sebagai pemimpin tertinggi

pemerintahan. Selama ini presiden sering dipahami sebagai person

sehingga muncul istilah SBY tidak tegas, lebay, dan banyak

mengeluh.Begitu juga sebaliknya, keberhasilan pemerintah oleh sebagian

orang diklaim sebagai keberhasilan SBY.Ini merupakan deviasi atas

impersonalitas jabatan.



Presiden sebagai kepala pemerintahan, sebagaimana disebutkan Max Weber,

impersonal. Begitu juga pejabat lainnya, termasuk kepala daerah. Ia

berada dalam sebuah sistem yang dibuat sekaligus mengikat

dirinya.Presiden sebagai kepala negara tidak bisa serta merta menindak

secara sepihak para "pembangkang" (bawahannya). Ada proses dan mekanisme

yang harus dilalui yang pada titik tertentu harus berhadapan pula dengan

tarikmenarik kepentingan partai politik yang menyandera.



Pernah tersiar kabar salah seorang anggota kabinet mengadu ke partainya

setelah mendapat teguran keras dari Presiden. Transformasi dan

distribusi otoritas pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik

cenderung dipergunakan sebagai bargaining position daripada ketaatan

untuk menjalankan mekanisme kenegaraan secara fungsional.



Inilah yang dihadapi SBY yang elektabilitas politiknya sangat

signifikan, bahkan dibandingkan presiden lainnya di dunia, dan didukung

76% kursi di parlemen. Namun, kalkulasi legitimasi kuantitatif tersebut

tak menjadi jalan mulus bagi Presiden SBY. Justru tak jarang menjadi

beban sekaligus duri yang menghambat bahkan menyandera jalannya

pemerintahan.



Langkah Korektif



Menguatnya kepentingan politik (partai) menjadi faktor dominan lemahnya

koneksitas kelembagaan. Partai sering menyediakan sekat baru yang

memberi ruang pejabat membangkang dengan segala intensitasnya. Problem

terbesar terletak pada pemahaman dan perlakuan partai terhadap kader

atau orang yang diusungnya sebagai sumber pendapatan beragam

modalitas.Initidakterlepasdari tuntutan partai,terutama untuk membiayai

eksis-tensinya yang sangat mahal (high cost).



Karena itu, perlu langkahlangkah kolektif sekaligus korektif. Pertama,

perlu penyediaan dana yang cukup dari pemerintah bagi operasionalisasi

partai sehingga tak ada alasan partai bergantung pada kadernya yang

sedang menjabat. Untuk mendorong mobilitas dana dari publik,kedua,partai

harus membangun akuntabilitasnya yang kuat di mata publik.



Ketiga, perlu aturan main yang jelas dan tegas bagi alokasi dana minimal

dan maksimal yang harus disediakan oleh partai sehingga tidak ada alasan

bagi partai menumpuk dana dengan menghalalkan segala cara dan

menyebabkan biaya politik tinggi. Keempat, perlunya transparansi

anggaran partai politik. Ini penting agar partai tidak menjadi black

boxyang menyuburkan politik transaksional yang mengorbankan rakyat.



Dari langkah-langkah tersebut, partai politik bukan hanya bisa

melahirkan pemimpin atau pejabat berkualitas,sekaligus menjadi kontrol

efektif atas tindak korupsi yang cenderung menyebar. Dari sana sejatinya

partai bisa mendapatkan tambahan citra. 



A BAKIR IHSAN

Dosen Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta, Penerima Beasiswa Doktoral Eka

Tjipta Foundation



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/496070/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.