Jumat, 18 Mei 2012

[Koran-Digital] BIYANTO: Hedonisme dan Kehancuran Negara

Hedonisme dan Kehancuran Negara PDF Print

Saturday, 19 May 2012

Ada dua sifat buruk yang layak disorot dari sebagian pejabat publik

negeri ini,baik eksekutif maupun legislatif,yaitu serakah dan hedonistis.



Sifat serakah ditunjukkan melalui cara mereka mendapatkan kekuasaan dan

mempertahankannya selama mungkin.Coba bayangkan,pejabat publik yang

masih berkuasa sekalipun sudah memikirkan cara mempertahankan kekuasaan

itu untuk periode mendatang. Jadi ibarat makan satu piring belum habis,

sudah berencana mengambil piring yang lain. Yang ada dalam benak pejabat

publik yang serakah jelas hanya kekuasaan. Mereka tidak pernah

memikirkan nasib rakyat yang telah memberikan kepercayaan kepadanya.



Jika terkendala peraturan perundang- undangan sehingga tidak dapat

mencalonkan lagi seperti karena sudah menjabat dua periode, pejabat itu

tidak segan mencalonkan istri,anak, kerabat,atau orang yang dianggap

mampu melindungi dirinya setelah tidak berkuasa. Pendek kata, pejabat

incumbent yang serakah akan menghalalkan segala cara untuk melanggengkan

kekuasaan.Salah satu cara efektif yang umum digunakan adalah meluncurkan

program-program politik untuk menarik hati rakyat.Padahal anggaran

program itu jelas dialokasikan dari APBN/D. Sementara sifat hedonistis

pejabat ditunjukkan melalui pola hidup mewah dan boros dalam

membelanjakan kekayaan.



Pola hidup hedonistis ini pun telah lama menjadi gunjingan. Yang paling

sering disorot adalah kebiasaan pejabat publik memamerkan kekayaan

seperti rumah, perabotan, kendaraan,makanan,dan cara berpakaian.

Sejatinya tidak ada yang salah dengan kekayaan para pejabat,apalagi jika

itu diperoleh dengan cara yang benar.Tetapi dalam sudut pandang

kepatutan,kebiasaan memamerkan kekayaan jelas layak dikritisi.Terasa

sangat tidak elok dilihat jika pejabat publik memamerkan kemewahan dan

kekayaan di tengah kehidupan sebagian rakyat yang serbakekurangan.



Karena itu,kita patut mengimbau pejabat publik untuk lebih berempati

pada kesengsaraan yang dialami sebagian rakyat.Pejabat publik di negeri

ini harus diingatkan agar tidak serakah dan bergaya hidup hedonistis.

Pola hidup serakah dan hedonistis itu dapat menyebabkan kehancuran

negara. Ibnu Khaldun dalam karya monumentalnya,The Muqaddimah an

Introduction to History (1989), mengingatkan bahwa tabiat kekuasaan itu

jika tidak dikelola dengan baik, pasti akan membawa pada kehancuran.

Melalui teori siklus peradaban,Ibnu Khaldun menjelaskan proses

kehancuran negara dalam tiga fase.



Pertama, tabiat kekuasaan itu selalu menghendaki berada di satu tangan

(the royal authority, by its very nature, must claim all glory for it

self). Meski pada awalnya kekuasaan itu diperjuangkan dengan susah payah

bersama seluruh anggota kelompok (ashabiyah),namun secara perlahan akan

dimonopoli oleh segelintir orang.Anggota solidaritas yang lain secara

perlahan akan disingkirkan. Tahap ini adalah awal dari terjadi monopoli

kekuasaan. Kekuasaan dan kekayaan hanya dinikmati segelintir orang.



Dalam kondisi ini kekuatan negara menjadi rapuh karena solidaritas

kelompok mulai berkurang. Kedua,tabiat kekuasaan itu menghendaki

kemewahan (the royal authority,by its very nature, requires

luxury).Kondisi ini merupakan tahapan kedua dari kehancuran sebuah

negara. Para pejabat negara mulai menunjukkan pola hidup mewah dan

bermalas-malasan. Jumlah rakyat miskin dan pengangguran semakin banyak.

Sementara pejabat publik dengan vulgar membelanjakan kekayaannya untuk

memperoleh kemewahan. Ibnu Khaldun mengingatkan bahwa kemewahan itu pada

saatnya dapat merusak akhlak dan menimbulkan kejahatan.



Peringatan tersebut seakan menjelaskan realitas terus meningkatnya

jumlah pejabat publik negeri ini yang tersangkut kasus korupsi. Itu

berarti sejalan dengan data Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) yang

menyebutkan bahwa selama 2004-2012 ada 173 dari 524 kepala daerah yang

terlibat kasus korupsi. Sebanyak 70% di antara mereka bahkan telah

dinyatakan bersalah dan dipenjara.



Sangat mungkin di antara mereka yang melakukan korupsi itu karena sifat

serakah, bermewah-mewahan, dan ingin mengembalikan modal saat turut

running dalam pemilihan kepala daerah. Ketiga, tabiat kekuasaan itu

menghendaki kestabilan dan ketenangan (the royal authority, by its very

nature, requires tranquility and rest).Tabiat ketiga ini menjelaskan

bahwa pola hidup mewah itu dapat menghilangkan keberanian, perjuangan,

kejujuran,dankerjakeras.Yang tersisa hanya kemalasan dan kebiasaan

menghamburkan kekayaan.



Dalam situasi ini pola hidup boros menjadi tren pejabat. Akibatnya,moral

pejabat negara pun terus tergerus. Jika kondisi sudah demikian,

kehancuran negara menjadi tak terelakkan. Ini berarti tidak ada lagi

kekuatan yang dapat menolong negara dari kehancuran. Agar negeri ini

tidak terus tergelincir dan menjadi hancur, pejabat publik perlu juga

berkaca pada kisah terusirnya Adam dan Hawa dari surga.Dikisahkan dalam

Alquran bahwa Adam dan Hawa terusir dari surga yang penuh kenikmatan

karena tergoda bujuk rayu setan. Sejak lama setan memiliki sifat iri

dengki pada Adam.



Setan pun berusaha mencari jalan untuk menggoda Adam. Setan lantas

menemukan jalan dengan merayu Adam dan Hawa untuk makan buah dari

syajarah al-khuldi (pohon keabadian). Menurut bisikan setan, jika

keduanya makan buah khuldi, akan merasakan nikmat surga dalam waktu yang

sangat lama dan memperoleh kekuasaan yang tidak pernah binasa. Singkat

kisah, Adam dan Hawa akhirnya tergoda bujuk rayu setan.Akibatnya,

keduanya harus menerima kenyataan terusir dari surga (QS Thaha: 120-121).



Kisah Adam dan Hawa serta peringatan Ibnu Khaldun terasa penting

dikemukakan agar menjadi pelajaran bagi pejabat publik untuk tidak

berperilaku serakah dan hedonistis. Pola hidup serakah dan hedonistis

bukan hanya bertentangan dengan realitas kehidupan mayoritas

rakyat.Lebih dari itu,pola hidup serakah dan hedonistis juga dapat

mengakibatkan kehancuran sendisendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bukankah beberapa pengamat pernah mensinyalir bahwa Indonesia sangat

berpotensi menjadi negara gagal (the failed state)? 



BIYANTO

Dosen IAIN Sunan Ampel dan Ketua Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/496071/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.