Minggu, 13 Mei 2012

[Koran-Digital] BAMBANG SOESATYO: Meluruskan Arah Reformasi

Meluruskan Arah Reformasi PDF Print

Monday, 14 May 2012

Setelah 14 tahun berproses, reformasi Indonesia malah nyaris salah arah.

Reformasi politik cenderung membodohi rakyat. Reformasi hukum

berantakan,sementara reformasi ekonomi sama sekali tidak fokus pada

kepentingan nasional dan urgensi kemandirian.



Belum relevan untuk membahas atau mempertanyakan kapan bangsa ini bisa

menuntaskan semua agenda reformasi, kendati prosesnya sudah berlangsung

lebih dari satu dekade. Bagaimana pun, untuk membahas atau mengkaji

jadual merampungkan reformasi, harus dilihat dulu progresnya selama 14

tahun terakhir. Harus diakui bahwa persepsi publik tentang progres

reformasi terbelah dalam dua pandangan yang sangat kontradiktif atau

berlawanan.Mereka yang diuntungkan oleh kesemrawutan suasana sekarang

mengklaim bahwa reformasi Indonesia mencatat progres yang sangat signifikan.



Sementara kelompok- kelompok tidak memiliki daya untuk berkompetisi

menilai reformasi tidak menghadirkan nilai tambah apa pun.Satusatunya

nikmat dari reformasi yang dirasakan seluruh elemen masyarakat hanyalah

kebebasan, yakni kebebasan berbicara dan kebebasan berserikat. Namun,

manakala tema kajian atau pembahasan spesifik pada reformasi

politik,hukum dan reformasi ekonomi,mayoritas rakyat kecewa karena

reformasi tiga agenda itu tidak memiliki arah yang jelas.Alihalih

mengedukasi, reformasi politik malah lebih menonjolkan praktik membodohi

rakyat.



Benar bahwa hak politik dan kedaulatan rakyat telah dikembalikan kepada

setiap individu. Namun, dominasi politik uang di panggung politik

praktis saat ini harus dilihat sebagai faktor perusak reformasi

politik.Politik uang merampas hak dan mengeksploitasi ketidakberdayaan

sebagian besar rakyat, terutama masyarakat di lapisan terbawah. Pun,

sudah menjadi fakta terbuka bahwa rakyat sangat kecewa dengan praktik

penegakan hukum dalam tahun-tahun terakhir ini. Pisau hukum di negara

ini dirasakan aneh, karena hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

Rakyat melihat dengan sangat jelas terjadinya praktik tebang pilih dalam

penegakan hukum.



Kalau negara sampai harus mendirikan institusi ad hoc seperti Komisi

Pemberantasan korupsi (KPK) atau Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, itu

bukti bahwa reformasi hukum terus dirundung masalah dan nyaris tanpa

progres. Kalau liberalisasi tanpa reserve dipilih sebagai menu utama

reformasi ekonomi, harus disadari bersama bahwa Indonesia saat ini

sedang berjudi dengan agenda ketahanan ekonomi dan kemandirian ekonomi.

Berbagai kebutuhan rakyat, dari kebutuhan pokok hingga kebutuhan

sekunder, dipenuhi dengan produk impor.



Keran impor dibuka selebar- lebarnya, sementara potensi kekuatan ekonomi

rakyat yang dikelompokan dalam komunitas usaha mikro,kecil dan menengah

(UMKM) justru diabaikan. Padahal, pada komunitas UMKM itulah

sesungguhnya basis ketahanan ekonomi negara dan modal dasar untuk

mewujudkan kemandirian. Kesimpulannya, reformasi politik, reformasi

hukum dan reformasi ekonomi memperlihatkan kecenderungan salah arah.

Ekstremnya, tiga agenda reformasi itu belum berada di trek yang benar.

Reformasi Indonesia nyaris berantakan karena beberapa alasan. Paling

utama adalah negara tidak dipimpin oleh negarawan dengan visi kemandirian.



Sangat memprihatinkan karena para pemimpin dan para elite masyarakat

tidak tahu apa itu kepentingan nasional. Kedua, kepentingan jangka

pendek dan kepentingan sempit oknum oknum penyelenggara negara atau

penyelenggara pemerintahan. Ketiga, pemerintahan era reformasi sekarang

sangat akomodatif terhadap kepentingan asing dan tega mengorbankan

kepentingan rakyatnya sendiri. Akibatnya, disadari atau tidak, arah

reformasi Indonesia berbelok atau dibelokan ke arah yang serba tidak

jelas dan salah. Oleh karena itu, terlalu dini mempertanyakan kapan

ketiganya bisa dituntaskan. Sebab, yang harus dilakukan lebih dulu

adalah meluruskan arah tiga agenda reformasi itu.



Untuk itu,tidak diperlukan revolusi. Indonesia hanya harus memilih dan

menunjuk seorang pemimpin dengan kaliber negarawan. Jangan lagi memilih

sosok pemimpin yang mudah terbuai olehpuja-pujipemimpindanpebisnis

asing. Selama ini, pujian yang dialamatkan kepada Indonesia datang dari

pemimpin dan pebisnis asing yang telah mendapatkan keuntungan besar dari

Indonesia. Sangat memprihatinkan karena pemimpin kita tidak bisa

membedakan mana pujian yang tulus dan mana yang menjerumuskan.



Beban Reformasi



Upaya pelurusan proses reformasi memaksa rakyat Indonesia

berhadap-hadapan langsung dengan akumulasi kepentingan yang sangat

besar. Baik kepentingan sempit di bidang politik, kepentingan besar

komunitas koruptor dari sektor hukum dan kepentingan besar ekonomi asing

serta lokal yang diuntungkan oleh liberalisasi pasar dalam negeri.

Tantangan untuk meluruskan arah reformasi ekonomi terbilang kompleks.



Para ekonom independen pernah menyimpulkan, kondisi perekonomian

nasional jangka panjang kian merisaukan.Realisasi program yang tidak

maksimal akibat buruknya koordinasi antarkementerian dan lemahnya

kepemimpinan menyebabkan ruh pembangunan untuk rakyat hilang. Potret

buruk desain dan produktivitas ekonomi nasional bisa dibaca dari

penetrasi produk manufaktur impor ke pasar dalam negeri. Dari peralatan

dapur, mainan anak,alas kaki,TPT, telepon seluler hingga obatobatan.

Pemberian akses masuk tanpa batas untuk produk impor itu secara tidak

langsung menjadi senjata pembunuh UMKM di berbagai pelosok daerah.



Selain itu,ketergantungan pada bahan pangan impor sudah sangat tinggi.

Nilai impor bahan pangan per tahunnya rata-rata di atas Rp50 triliun.

Terkait reformasi hukum, sudah muncul kekhawatiran Indonesia sedang

bergerak mundur. Hukum tidak ditegakkan sebagaimana mestinya. Mereka

yang di atas mengubah hukum menjadi sangat diskriminatif. Hukum kita

tidak berfungsi dengan tegas dan lugas terhadap sejumlah kasus besar,

seperti skandal Bank Century dan mafia pajak. Namun, saat merespons

kasus kecil,hukum begitu 'galak' dan tidak pandang bulu.Tersangka

pencuri cabai pun diinapkan di ruang tahanan polisi. Kecewa oleh hukum

yang diskriminatif itu,sebagian warga di akar rumput memilih caranya

sendiri untuk menyelesaikan persoalan yang membelit mereka.



Bentrok berdarah dan aksi saling bunuh terjadi di sejumlah daerah,

termasuk di Jakarta. Itulah benih-benih kegagalan fungsi hukum. Kalau

ingin mengukur tantangan dalam meluruskan arah reformasi politik,

dinamika menjelang pemilihan gubernur DKI Jakarta bisa dijadikan indikator.



Terungkap cerita tentang seorang calon gubernur (cagub) yang coba

mendekati sebuah parpol untuk dijadikan kendaraan politiknya. Sang cagub

langsung mundur ketika parpol itu mengajukan angka besarnya cukup

fantastis. Lalu, berapa yang dibutuhkan untuk meraih kursi presiden?

Anda disarankan untuk menguasai dulu badan usaha milik negara (BUMN).



BAMBANG SOESATYO

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/494517/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.