Minggu, 13 Mei 2012

[Koran-Digital] M SOBARY: Petani Tembakau sebagai “The Oppressed”

Petani Tembakau sebagai "The Oppressed" PDF Print

Monday, 14 May 2012

Ketika di tingkat internasional perdagangan keretek dipersoalkan dan

kemudian ada tekanan— atau bujukan menggiurkan— pada tingkat nasional

agar keretek juga dipersoalkan,maka apa alasan dasarnya yang dianggap

sah,dengan keabsahan yang paling kuat dan karena itu bisa diterima

dengan baik oleh segenap pihak?





Alasan kesehatan masyarakat, alasan ekonomi, dan kemudian alasan

keagamaan, tentang halal-haram. Inilah puncaknya dan di masyarakat

berpenduduk muslim terbesar ini, alasan halal-haram dianggap dan

diharapkan menjadi kekuatan pemungkas untuk membungkam bisnis keretek

yang di Amerika sana mengalahkan telak perdagangan rokok putih. Alasan

demi alasan—juga yang bersumber pada agama— tak begitu manjur.



Ketika Bloomberg Initiative mengumumkan lewat website tentang gerakan

bertawaf dunia untuk "membungkam" bisnis keretek, di sana diumumkan

berapa besar dana yang telah dikeluarkan untuk mendukung langkah bisnis

global yang memakai tedeng alingaling dan berpura-pura berbicara tentang

kesehatan manusia dan masyarakat pada tingkat dunia. Demikian manusiawi,

demikian "care" dan meyakinkan langkah ini sehingga dunia pun guncang.

Sangat banyak pihak tergopohgopoh untuk ikut menyingsingkan lengan

baju.Kita maklum, ini bukan sekadar kerja bakti. Maka, di negeri kita,

para pejuang yang menyebut diri mereka "gagah berani", sebagaimana

tampak pada saat mereka berdiskusi untuk saling memberi stimulasi,mulai

mendesak. Ada suasana "dengki" pada keretek lebih dari masamasa sebelumnya.



Teriakan mereka: tak ada warisan budaya segala.Warisan apa? Tak ada

tradisi-tradisian. Banyak tradisi yang mati,jadi tak perlu risau. Tunggu

dulu. Mati dan "dimatikan" atau "direncanakan untuk dimatikan" itu beda.

Suatu tradisi penting mati, itu lumrah. Biar saja kalau memang mati.

Usahakan menghidupkannya kembali kalau hal itu mungkin.Tapi kalau

"dimatikan", pemiliknya jelas tidak rela. Lebih-lebih lagi teriakan

penuh permusuhan untuk dengan bersemangat "memuseumkan" keretek. Selain

langkah-langkah strategis yang disumbangkan para ilmuwan yang terlibat

dalam penelitian ini dan itu,para aktivis, para profesional di bidang

medis,muncul lagi langkah birokrasi yang lebih fandalistis.



Tapi patut dicatat: langkah itu "disokong" dari pihak luar sana atau

"ditekan" dengan target capaian yang ditentukan. Maka para politikus pun

membantu dengan dukungan perundang-undangan,bekerja sama dengan

pemerintah.Kemudian pemerintah—juga pemerintah daerah—menyusun

perda-perda yang mematikan. Perumusan perda sifatnya bukan hanya tidak

transparan dan tidak akuntabel secara sosial, melainkan juga sudah jelas

sangat sengaja mematikan bisnis keretek. Aturan sangat mematikan

diberlakukan,tapi bisnis itu tetap hidup.



Mereka tidak melawan, tapi tetap survive.Bahkan ketika senjata pemusnah

diterapkan, yaitu memberi beban cukai seberat-beratnya, bisnis itu masih

tetap tak tergoyahkan. Semua itu menjadi ancaman mengerikan bagi petani

tembakau.Bila pabrik keretek bisa dianggap "sumber api"kehidupan petani,

maka ketika "sumber api" itu dimatikan, tak usah banyak cingcong, semua

orang yang berpikir tahu, petani tembakau pun dengan sendirinya ikut

koit. Tapi seorang aktivis muda yang sangat dedikatif pada program itu

berteriak: saya akan berada di garis depan membela petani jika seluruh

langkah pengaturan dampak produk tembakau itu bermaksud membunuh petani

tembakau.



Hei, ada yang percaya pada suara yang tak disertai ketulusan politik

macam itu? Tidak ada. Dia mungkin mau menutupi sikap para politikus dan

birokrat kita yang tak memiliki empati kerakyatan sama sekali. Dia ingin

mengesankan memihak petani tembakau ketika tampak dan sangat terasa

bahwa kebijakan pemerintah di bidang itu tak memperlihatkan semangat

perlindungan pada petani tembakau. Pendeknya, ingin tampil "heroik"

supaya makna aktivis itu terasa bedanya dari para birokrat dan para

politikus. Tapi orang yang sama juga berteriak: naikkan terus ke tingkat

maksimal beban cukai itu.Arahnya?



Kalau bebannya sangat berat, biarlah industri keretek mati dengan

sendirinya. Dengan begitu mereka tak kentara bahwa mereka terlibat dalam

pembunuhan.Tapi siapa yang tak tahu akal culas ini? Adakah pabrik tak

merasakannya? Jangankan pabrik, petani pun tahu arti politik dari

pernyataan itu. Dan perlu dicatat, orang yang berteriak paling keras ini

harus bertanggung jawab atas matinya industri rumah tangga demi industri

rumah tangga di bidang keretek yang gugur dalam jihad melawan kezaliman.



Banyak industri rumah tangga yang telah menjadi syuhada karena langkah

ini. Apa sikap dan tanggung jawab aktivis muda itu pada kenyataan ini?

Dia akan mengatakan bahwa hal itu tak dimaksudkan begitu, sama seperti

dia mengatakan bahwa langkah ini semua tak dimaksudkan untuk membunuh

petani tembakau? Kalau ya,kenapa ada langkah dari Kementerain Pertanian

agar petani tembakau beralih ke tanaman lain? Dia akan menjawab bahwa

dirinya tak tahumenahu? Dan mengapa Gubernur Jawa Tengah sudah dengan

tegas memojokkan tembakau, dengan program yang menekankan barang siapa

sudah beralih dari tanaman tembakau ke tanaman lain akan disubsidi?



Apakah dia juga akan menjawab bahwa dia tak tahu akan adanya kebijakan

daerah ini? Semua kebijakan ini—sekali lagi dibantu dengan sikap all out

oleh sebagian golongan intelektual kita—arahnya buat mematikan budi daya

tanaman tembakau. Dengan kata lain,targetnya jelas: langkah demi langkah

kebijakan itu ditujukan untuk membuat petani tembakau sebagai golongan

tertindas di dalam negerinya sendiri. Para petani tembakau dibikin

menjadi the oppressed, kelompok tertindas, di tengah para sahabatnya

sendiri, di dalam masyarakatnya sendiri, yang dulu begitu ramah dan

bersahabat.



Dan diamkah mereka semua? Tidak.Mereka bangkit dan siap mempertahankan

diri di dalam garis "tempur" yang dibentangkan para penguasa, atas

dukungan banyak pihak tadi, demi menuruti tekanan kepentingan

asing.Tentu saja mereka boleh membuat aturan. Tapi petani tembakau

meminta, buatlah aturan yang enak bagi semua kalangan, dengan ketulusan

langkah kebijakan yang secara sosial dan politik akuntabel.



Aturan hendaknya memihak rakyat, juga petani tembakau, dan bukan membuat

petani tembakau merasa tersingkir serta terlunta- lunta sebagai the

oppressed di kampung halaman sendiri.



M SOBARY

Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk

Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan.



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/494513/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.