Selasa, 08 Mei 2012

[Koran-Digital] Bosan jadi ´korban´, Australia intervensi UU Keimigrasian RI

Bosan jadi ´korban´, Australia intervensi UU Keimigrasian RI

Selasa, 08 Mei 2012 | 09:12:00



UNDANG-UNDANG Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian rupanya hasil

campur tangan pemerintah Australia untuk mengatasi kejahatan

penyelundupan orang. Intervensi itu dinilai mengganggu kedaulatan hukum

di Indonesia.



"Dampak negatifnya adalah masalah kedaulatan hukum kita terganggu

sebenarnya. Seolah-olah kepentingan negara lain bisa masuk ke dalam

hukum di Indonesia," ujar pakar hukum internasional Universitas

Indonesia, Hikmahanto Juwana, saat berbincang dengan gresnews.com, Senin

(7/5) malam.



Senin pagi, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengadakan

sosialisasi UU tentang Keimigrasian. Kasubdir Perencanaan dan Pengamanan

Keimigrasian, Dirjen Imigrasi Kemkumham Alif Suadi mengklaim, UU itu

bisa mencegah berbagai kejahatan lintas negara (transnational crime)

seperti penyelundupan orang atau narkotika.



"Imigrasi berfungsi sebagai pengamanan negara dan penegakan hukum.

Selain pelayanan aparatur negara, penting untuk mengatur lalu lintas

keluar masuknya orang dan mengantisipasi kejahatan internasional," kata

Alif.



Selain itu, UU Keimigrasian yang baru didukung pula sistem pengolahan

data berdasarkan teknologi informasi. Disebutkan Alif, Pasal 1 Ayat 10

UU Kemigrasian, mengatur tentang sistem informasi manajemen keimigrasian

(Simkim). Pasal tersebut mendukung operasional manajemen dan pengambilan

keputusan dalam menjalankan fungsi keimigrasian.



"Simkim untuk mengolah dan menyajikan data informasi guna mendukung

operasional manajemen dan pengambilan keputusan dalam menjalankan fungsi

keimigrasian," ujar Alif.



Pemerintah boleh bangga dengan kecanggihan UU Keimigrasian. Namun,

beberapa ketentuan di dalamnya diyakini tidak lahir begitu saja.

Pemerintah Australia rupanya sudah geram dengan masuknya imigran gelap

melalui wilayah Indonesia sebagai perantara. Kebanyakan penyelundupan

itu dilakukan oleh para nelayan di Indonesia.



Menurut Hikmahanto, masuknya kepentingan Australia karena Indonesia sama

sekali tidak memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

penyelundupan orang (people smuggling). Adapun UU Nomor 21 Tahun 2007

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (human

trafficking) tidak mengatur sama sekali mengenai penyelundupan.



Pasal titipan

Dengan demikian, lanjut Hikmahanto, disisipkanlah ketentuan mengenai

penyelundupan orang diatur dalam Pasal 86 hingga Pasal 90, bagian

keempat UU Nomor 6 Tahun 2011 yang mengatur penanganan terhadap korban

perdagangan orang dan penyelundupan manusia. "Dengan adanya UU

Keimigrasian ini seolah-olah ada aturan mengenai penyelundupan orang.

Tapi sebenarnya kan aturan tentang penyelundupan dicantolkan begitu saja

dalam UU Keimigrasian," ujar Hikmahanto.



Hikmahanto menuturkan, banyak imigran gelap asal Timur Tengah dan Afrika

ke Australia melalui Indonesia. Banyak nelayan yang beralasan kesulitan

mencari ikan membantu penyelundupan itu. Bahkan, ada beberapa kelompok

mafia yang melatarbelakangi penyelundupan orang ke Australia.



Tak jarang, imigran gelap dan pelaku penyelundupan itu ditangkap oleh

aparat kepolisian Australia. Namun, pemerintah Negeri Kanguru itu merasa

tidak sepadan dengan kepentingan Australia jika harus mengadili

orang-orang Indonesia yang menyelundupkan orang. Lalu, pemerintah

Australia meminta agar Indonesia bisa mengadili sendiri warga negaranya

yang menyeludupkan orang.



"Jadi di situ ada kerja sama Indonesia-Australia sebenarnya," ucap

Hikmahanto. "Padahal tindak pidana dilakukan di Australia, bukti-bukti

di Australia. Mereka merasa terbebani jika harus memproses hukum para

penyelundup."



Sisi positifnya, ujar Hikmahanto, orang-orang yang terlibat

penyelundupan bisa diadili di negara asalnya, termasuk Indonesia.



Hubungan diplomasi

Beberapa peristiwa mendasari kerja sama Indonesia-Australia terkait

keimigrasian. Misalnya, pada November 2009, sebanyak 61 imigran asal

Timur Tengah kembali ditangkap aparat Kepolisian Daerah (Polda) Nusa

Tenggara Timur (NTT) saat hendak diselundupkan ke Australia melalui

Pulau Rote oleh seorang warga Indonesia.



Pada Maret 2010, pemerintah Indonesia dan Australia sepakat untuk lebih

mengintensifkan pembicaraan mengenai persoalan penyelundupan manusia

atau people smuggling ke Australia melalui Indonesia. Usai dibentuknya

UU Nomor 6 Tahun 2011, Australia mengatakan isu penyelundupan manusia

sebagai tantangan baru dunia internasional dan mengajak Indonesia untuk

terlibat mengatasinya.



Terkait hal ini, pemerintah membenarkan adanya hubungan diplomasi dengan

negara asing. Aturan-aturan dalam UU Keimigrasian ini, sambung Alif,

dengan tegas mengatur mengenai dinamika perkembangan yang terjadi dalam

masyarakat. Salah satunya, aspek ketatanegaraan yang implementasinya

untuk persamaan hak dan kewajiban bagi setiap WNI. "Terdapat hubungan

diplomasi antara Indonesia dengan beberapa negara asing," ujar Alif.



Kendati demikian, Hikmahanto tidak menampik adanya keunggulan lain dalam

UU Keimigrasian ini. Warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana

lalu kabur ke luar negeri, paspornya bisa ditarik oleh pemerintah.

Dengan demikian, diharapkan negara penerima dapat menindak tegas pelaku

itu dengan pelanggaran kemigrasian dan segera mengembalikannya ke Indonesia.



"Jadi negara lain tidak perlu repot memproses WNI karena suatu kejahatan

tertentu, melainkan cukup memproses karena adanya pelanggaran

keimigrasian," tegas Hikmahanto. "Tantangannya adalah kalau ada yang

seperti Nazaruddin atau Gayus Tambunan, menggunakan paspor asli tapi

palsu. Paspornya dibuat oleh oknum di instansi resmi, fotonya sama, tapi

namanya beda."



http://www.gresnews.com/berita/hukum/91285-bosan-jadi-korban-australia-intervensi-uu-keimigrasian-ri



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.