Selasa, 08 Mei 2012

[Koran-Digital] Di Surakarta, Keturunan Raja Berebut Kuasa, bukan Harta

KERATON Kasunanan Surakarta Hadiningrat diakrabi konfl ik mulai 2004

silam. Itu berawal dari wafatnya Paku Buwono XII pada 11 Juni karena sakit.



Ia meninggalkan 6 istri dan 35 anak. Raja yang saat muda bernama Raden

Mas Gusti Suryo Guritno itu tidak meninggalkan wasiat soal penggantinya.

Ia juga tidak pernah mengangkat putra mahkota.



Konfl ik berkepanjangan pun terjadi di antara anakanaknya. Dua kekuatan

besar merasa paling berhak atas singgasana raja. Dua raja baru pun

muncul di Keraton Surakarta.



Dua putra Paku Buwono XII, Kanjeng gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi

dan KGPH Tedjowulan, samasama dinobatkan sebagai raja



baru Kasunanan Surakarta Hadiningrat dengan gelar Paku Buwono XIII.



Tedjowulan yang merupakan putra Gusti Raden Ayu (GRAy) Retnodiningrum

dinobatkan terlebih dahulu, yakni pada 31 Agustus 2004. Tedjowulan

bertakhta di Sasana Purnomo Badran di Kota Barat.



Selang sepuluh hari kemudian, 10 September 2004, giliran Hangabehi,

putra laki-laki tertua GRay Pradapaningrum, yang dinobatkan. Ia

bertakhta di keraton di Baluwarti.



Sejarawan Universitas Sebelas Maret Surakarta Tunjung W Sutirto menilai

perpecahan di keraton tinggalan Kerajaan Mataram Islam merupakan cerita

lama.



Jauh sebelumnya, bibit konfl ik sudah terjadi antara Paku



Buwono II dan saudara tirinya, Pangeran Mangkubumi.



Perseteruan keluarga itu kemudian menyulut berdirinya Kesultanan

Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi dinobatkan sebagai raja pertama dengan

gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.



"Ada tiga kali perang suksesi karena berebut takhta dan kekuasaan. Akar

persoalannya nyaris sama, yakni karena tidak ada pegangan yang valid

dalam proses alih kepemimpinan," tandas Tunjung.



Ia melihat suksesi atau pergantian raja tidak disiapkan secara matang

melalui suatu aturan baku yang dapat diakui dan diikuti semua trah

kerajaan. Yang dinamakan angger-angger (aturan) tidak pernah



mendapatkan tempat yang legal secara hukum positif keraton.



Dalam kasus suksesi Paku Buwono XII, raja yang mulai naik takhta pada 12

Juli 1945, itu sama sekali tidak jelas dan tidak tegas menyiapkan

penggantinya.

Dalam beberapa kesempatan ia menyatakan suksesi di Keraton Surakarta

harus dicari sendiri oleh putraputrinya, sesuai dengan keadaan yang

sedang berjalan.

Siapkan pengganti Kebijakan berbeda diterapkan Paku Buwono IX. Semasa

hidup, raja yang berkuasa pada 1861­1893 itu sudah menyiapkan

penggantinya, yakni sang putra yang masih berusia tiga tahun. Putra

mahkota itulah yang kemudian menjadi raja besar pada dinasti Keraton

Surakarta, yang bergelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng

Susuhunan Paku Buwono X dan dijuluki ratu ingkang minulya lan wicaksana

(raja yang mulia dan bijaksana).



Sejumlah dugaan pun menguar sebagai pemicu konfl ik. Salah satunya soal

perebutan harta.



Namun, bagi Tunjung, alasan itu kurang tepat. Soal aset keraton,

kasunanan bukan pemiliknya. Ia ada di tangan pemerintah, tetapi

pengelolaannya diserahkan kepada sunan.



"Karena itu, untuk operasional dan pengelolaan keraton, mereka sangat

bergantung pada hibah pemerintah. Harta tidak



menjadi pemicu krisis suksesi di Keraton Surakarta," jelasnya.



Seberat apa pun konfl ik yang kini melanda keluarga Keraton Surakarta,

Tunjung yakin itu bisa diakhiri.



Peluang rekonsiliasi antara pihak Hangabehi dan Tedjowulan masih terbuka

lebar. Apalagi kedua pihak sama-sama memiliki keinginan yang kuat untuk

tetap menjaga kewibawaan benteng terakhir kebudayaan Jawa itu.



Pemerintah bisa memosisikan diri sebagai fasilitator dan mediator bagi

kedua pihak. "Kata kuncinya ialah lebih baik menyelesaikan secara arif

daripada terusmenerus memelihara konfl ik," pungkas Tunjung.



http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/09/ArticleHtmls/Di-Surakarta-Keturunan-Raja-Berebut-Kuasa-bukan-Harta-09052012023017.shtml?Mode=1



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.