Prancis, Sosialisme, dan Kita PDF Print
Wednesday, 09 May 2012
Di Prancis baru saja terpilih presiden baru bernama Francois Hollande
dari garis politik kiri yang Sosialis. Terpilihnya Hollande tidak serta
merta disambut meriah oleh jagat Eropa karena garis politik yang diusung
Hollande dianggap tidak sejalan dengan garis politik kanan yang selama
ini memimpin upaya untuk mengeluarkan Eropa dari krisis ekonomi
berkepanjangan.
Belum juga resmi dilantik, Hollande sudah diklaim akan mengalami masa
bulan madu yang sangat pendek.Ia ditekan untuk bergegas mengeluarkan
jurus penyelamatannya bagi Prancis dan Eropa. Presiden Amerika Serikat
bahkan langsung mengontak Hollande, menegaskan (untuk menjaga) aliansi
abadi antara AS dan Prancis, serta berharap ada terobosan baru bagi tata
kelola arsitektur ekonomi dunia dalam pertemuan negaranegara kaya G-8 di
Camp David, Maryland AS pada 18-19 Mei dan di KTT Trans-Atlantik NATO di
Chicago pada 20-21 Mei.
Respons umum pasar juga menunjukkan kehati-hatian dan kecenderungan
untuk tidak memberi banyak angin pada Hollande. Apakah pelajaran
berharga yang dapat dipetik dari kemenangan Francois Hollande dan sikap
publik terhadap kemenangantersebut? Pertama,pada akhirnya suatu negara
akan mencari selamat bagi diri sendiri dahulu sebelum menolong yang lain.
Prancis sebagai negara nomor dua terkaya di Eropa, dengan produk
domestik bruto terbesar nomor lima di dunia, sesungguhnya bisa saja
mengambil langkah-langkah berani untuk "menyelamatkan" Uni Eropa. Selama
ini sudah ada kerja sama dengan negara terkaya nomor satu di Eropa yakni
Jerman, untuk bersama- sama mencari jalan keluar bagi kemelut di Eropa
dengan doktrin "Merkozy" (Merkel-Sarkozy).
Namun, pada akhirnya Prancis menyadari juga bahwa fitur penduduk mereka
tidak bisa diselamatkan dengan caracara yang terlampau "kanan". Karakter
manusia Prancis itu khas.Di satu sisi mereka modern, disegani,
mewah,tetapi di lain pihak kegiatan ekonomi mereka tak luput dari
kegiatan ekonomi tradisional dan industri kreatif.
Di sana sektor pertanian memainkan peranan sangat penting dalam
pertumbuhan ekonomi khususnya yang bersumber dari peternakan, bertanam
gandum, gula beet, jagung, barley, kentang, serta buah-buahan termasuk
anggur. Sektor perdagangan mereka dikenal dengan produk-produk
manufaktur dan industri kreatif yang menghasilkan barangbarang mewah
kelas dunia,yang tiap tahun mendatangkan jutaan turis ke negara itu.
Sektor-sektor yang menghidupi perekonomian di Prancis bukanlah
sektor-sektor produksi berskala besar yang ditopang mesin. Penopang
ekonomi di sana justru manusia, petani, peternak, bahkan desainer
produk-produk mewah. Artinya bahwa ketika perekonomian hendak diperbaiki
kinerjanya, negara perlu mempertimbangkan bahwa target masyarakat
Prancis pada umumnya bukanlah untuk menjadi superkaya,melainkan untuk
hidup nikmat dalam harmoni dengan alam sekeliling.
Ritme kerja yang dicari bukanlah yang serbasibuk dan lembur. Mereka
butuh kebijakan ekonomi yang menjaga harmoni tersebut dan bukan memupuk
kompetisi. Masyarakat model ini peduli akan paket jaminan sosialnya dan
bukan ingin menghapuskannya. Garis kebijakan Hollande yang lebih ke
"kiri" secara tradisi membangkitkan harapan untuk kembali pada asas
kebersamaan tersebut.
Pemilu di Prancis ini menjadi contoh betapa pada akhirnya suatu negara
harus berani mengambil sikap untuk berbeda pandangan, bahkan ketika
harus berseberangan kebijakan dengan negara tetangga yang sudah
dipersatukan dalam Uni Eropa bertahun-tahun. Ketika garis kebijakan
regional tidak cocok untuk masyarakat lokal,pilihan lokallah yang akan
"naik".
Kedua, kemenangan tipis yang diperoleh Hollande atas Sarkozy
mengisyaratkan bahwa basis dukungan bagi Hollande pun tidak sepenuhnya
solid.Karena itu, besar kemungkinan Hollande akan memilih kebijakan yang
aman dan tidak mengundang kontroversi dari publik di Prancis.Apalagi
gaya kepemimpinan Hollande tergolong santun dan kompromis.Tidak akan
mengherankan bila Hollande akan cenderung mencari cara lihai untuk
menghindari konfrontasi dan situasi mendesak.
Tugas Hollande adalah termasuk untuk menjaga hubungan dengan
Jerman,Amerika Serikat, negara-negara Timur Tengah, serta dengan
mitra-mitra Uni Eropa. Selama ini Prancis memilih untuk bermain di zona
aman bersama Amerika Serikat walaupun cukup berani juga menyokong
negara-negara mantan jajahannya di Timur Tengah.
Ke depan kebijakan luar negeri Prancis akan menjadi sorotan.
Negara-negara mitra akan mendesak Hollande untuk menentukan arah kerja
sama antarmereka.Namun, jika Hollande konsisten dengan agenda
penyelesaian problem ekonomi di dalam negeri, kita akan menyaksikan
politik luar negeri yang lebih berorientasi ke dalam. Artinya bahwa
pilihan penduduk terhadap seorang presiden akan sangat menentukan arah
hubungan dengan negaranegara mitra dan posisi negara itu di mata dunia.
Semakin besar kontribusi ekonomi negara pada pertumbuhan ekonomi dunia,
semakin besar pula desakan dunia untuk menentukan sikap atas hubungan di
antara mereka. Dalam kasus ini Prancis dan Jerman adalah tulang punggung
perekonomian Uni Eropa sehingga kebijakan Hollande
ditunggu-tunggu.Desakan serupa juga bermunculan terhadap Indonesia dan
akan makin tajam menjelang pemilu.
Indonesia adalah tulang punggung kerja sama regional di kawasan ASEAN.
Jadi,pilihan bangsa ini atas pemimpinnya akan menentukan pula arah
hubungan dengan negara- negara mitra. Ketiga, segala aliran "isme" yang
diperdebatkan dalam upaya mencari jalan keluar kemelut ekonomi masa kini
sesungguhnya sudah ketinggalan zaman.
Meskipun Hollande mengusung aliran politik "kiri" yang notabene dekat
dengan aliranSosialisme,kitatidakbisa otomatismengatakanbahwasosialisme
yang diusung tersebut sama dengan sosialisme yang diusung oleh Prancis
20 atau 30 tahun lalu. Tidak berlebihan jugabiladikatakanbahwapilihan
publik kepada Hollande belum tentu karena loyalitas pada model ideologi
"kiri", melainkan karena protes terhadap cara-cara yang dipilih lawan
politik Hollande.
Sesungguhnya ruang imajinasi kita terhadap solusi baru yang akan
ditawarkan Hollande akan sangat terbatas bila kita berangkat dari asumsi
akan aliran Sosialisme belaka.Praktik investasi dan perdagangan global,
termasuk hubungan antara pemerintah dengan dunia bisnis, telah banyak
berubah dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini.
Pilihan masyarakat Prancis yang jatuh pada Hollande perlu kita maknai
sebagai desakan untuk perubahan pengelolaan sosial politik dan ekonomi
agar krisis yang kini membelit Eropa dapat usai. Bicara soal bersikap,
kita harus berani tampil di antara ragam hubungan antara negara dan kaum
kapitalis (pemilik modal) di berbagai negara dunia.
Kenyataannya, kaum kapitalis sudah sangat menggurita sehingga logika
untuk putus hubungan dengan mereka (seperti disarankan oleh aliran
"kiri") merupakan idealisme kosong saja. Mari kita coba bicara tentang
model investasi, perdagangan, dan pengembangan sumber daya manusia yang
memberdayakan sebanyak- banyaknya warga negara dan tidak semata-mata
menangguk untung besar bagi pemilik modal.
Tentu repot karena dalam dunia kapitalisme segala cara bisa dianggap
halal demi memperbesar keuntungan. Namun,karena kapitalisme tak bisa
berjalan tanpa ditopang oleh tenaga kerja yang kompeten dan negara yang
memfasilitasi, kita perlu berani menawarkan model-model kerja sama yang
menguntungkan dengan para pemilik modal.Semoga Hollande membuka peluang
lebih luas bagi dialog tersebut di tataran pemimpin dunia.
DINNA WISNU
Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi,
Universitas Paramadina
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/493381/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.