Gara-gara Sukhoi, Istana versus televisi lagi
ISTANA Kepresidenan lagi-lagi mengkritik gaya media televisi di
Indonesia terkait pemberitaan mengenai kecelakaan pesawat Sukhoi
Superjet (SSJ) 100 di Bogor. Televisi dinilai sudah mengarahkan
pemberitaan untuk mencari siapa yang salah dalam kecelakaan itu dengan
membahas pelbagai aspek teknis.
"Saya sangat terganggu," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi dan
Public Relation Heru Lelono di Jakarta, Jumat (11/5).
Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, Agus
Sudibyo, menyatakan media massa memang sebaiknya tidak menjustifikasi
atau membuat kesimpulan dari sebuah peristiwa semacam insiden kecelakaan
SSJ 100. Sebab kesimpulan siapa yang bersalah membutuhkan proses
investigasi yang sangat kompleks.
"Media harus menahan diri. Katakan saja kalau memang ahli yang
menyatakan ungkap hal itu baru sebatas analisis atau dugaan dari ahli,"
ucap Agus saat dihubungi gresnews.com.
Menurut Heru, media massa di negara lain tak akan pernah membuat
analisis sendiri, apalagi melakukan penghakiman sebelum ada keputusan
dari lembaga resmi yang menanganinya.
"Media televisi di negara manapun tidak pernah membuat analisis dan
judgement sendiri atas musibah seperti itu, sebelum lembaga seperti KNKT
(Komisi Nasional Keselamatan transportasi) membuat keputusan
penyidikannya. Hal ini akan rancu dan bisa merugikan banyak pihak. Saya
pikir kalau terjadi seperti ini pantas dikategorikan sebagai pelanggaran
etika jurnalistik yang bermartabat," kata Heru.
Lantas, bagaimana jika media sudah menyebut bahwa keterangan atau
analisis itu masih berupa dugaan?
"Saya tidak mengerti pantas atau tidak karena harus dilihat dulu
pemberitaan yang mana. Kadang-kadang media bikin judul yang heboh,
menghakimi itu memang harus dihindari," tegas Agus.
Kebebasan pers
Lebih jauh Agus menilai, kritik yang dilontarkan pihak Istana belum
masuk kategori ancaman terhadap semangat kebebasan pers. "Menurut saya
kritik Heru Lelono semacam itu belum termasuk ancaman. Belum otoriter,
jangan terlalu reaktif menyatakan mengganggu kebebasan pers atau tidak.
Pernyataan itu wajar, sekadar cerminan kekecewaan saja," kata dia.
Kendati demikian, Agus juga meminta agar Heru Lelono lebih spesifik
memberikan penilaian terkait media mana yang dimaksudnya. "Jangan sampai
kemudian semua media dianggap salah atas tayangan itu. Harusnya kritik
itu lebih spesifik. Tapi, Dewan Pers siap menindaklanjuti jika Istana
mau melayangkan pengaduan," ucapnya.
Bukan kali ini saja pihak Istana terganggu dengan model pemberitaan
televisi. Pada 28 Februari 2011, misalnya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam
melaporkan Metro TV dan TV One ke Dewan Pers lantaran kedua media
tersebut dinilai menjelek-jelekkan pemerintah dan menimbulkan opini keliru.
Metro TV dimiliki oleh Surya Paloh, petinggi ormas Nasional Demokrat.
Sedangkan TV One dimiliki oleh Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar.
http://gresnews.com/berita/sosial/2021115-gara-gara-sukhoi-istana-versus-televisi-lagi
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.