Minggu, 13 Mei 2012

[Koran-Digital] Harda Armayanto: Kesamaan Antara Irshad Manji dan Darmoghandul

Kesamaan Antara Irshad Manji dan Darmoghandul







Sabtu, 12 Mei 2012



Oleh: Harda Armayanto

Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Kajian Timur Tengah UGM

dan Dosen ISID Gontor





SEKILAS judul artikel di atas tidak nyambung. Apa urusannya Irshad

Manji, sang aktivis lesbian, dengan kitab kebatinan Darmogandhul?

Memang, tidak ada di dalam kitab tersebut nama Irshad Manji dicatut.

Penulis hanya ingin melihat beberapa kesamaan antara fenomena kedatangan

Irshad ke Indonesia dengan Kitab Darmogandhul yang kontroversial ini.



Artikel ini terinspirasi tatkala mengajar materi Aliran Kepercayaan dan

Kebatinan di Fakultas Ushuluddin ISID Gontor. Ditambah pernyataan dari

seseorang yang mengusik penulis tatkala ia melihat fenomena penolakan

Irshad ke Indonesia.



Teman saya, tak perlu disebutkan namanya, memang penolak gagasan-gagasan

Irshad, namun ia juga menolak orang-orang yang membubarkan diskusi yang

dilakukan Irshad.



"Namun demikian, saya tetap tidak setuju, bahkan mengutuk keras, semua

'penghentian paksa' diskusi-diskusi Manji di Indonesia beberapa hari

ini. Saya yakin, bahwa pemikiran se-kontroversial apapun harus disikapi,

dihadapi, bahkan dilawan dengan pemikiran juga. Otak versus otak, bukan

otot. Bukankah al-Qur'an memerintahkan kita untuk mengajak ke jalan

Tuhan dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdebat dengan argumen yang

lebih baik?," begitu katanya.



Pernyataan teman di atas hampir sama dengan yang dilontarkan Ulil Abshar

Abdallah ketika terjadi pembubaran bedah buku Irshad. "Kami selalu

membuka ruang dialog dengan siapa saja, tapi kalau sudah mengedepankan

kekerasan dengan mengatakan orang yang berbeda pendapat dengan mereka

adalah kafir ini bukanlah sikap yang intelektual," jelas aktivis Islam

Liberal yang juga anggota dari Partai Demokrat ini.



Pernyataan teman itu, jika dilihat sekilas memang benar. Al-Qur'an

memang telah memerintahkan kita untuk mengajak ke jalan Tuhan dengan

hikmah, nasihat yang baik, dan berdebat dengan argumen yang lebih baik.

Namun perlu diketahui, bahwa Irshad sudah beberapa kali diajak dialog,

debat, maupun adu argumen. Sebagaimana yang diberitakan sebuah media

Islam, ketika peluncuran bukunya di Salihara, Irshad Manji sendiri

menolak untuk diajak diskusi. Padahal, ketika acara tersebut seorang

peserta juga sudah mengusulkan untuk perlunya membuka ruang dialog

dengan perwakilan aktivis yang menentang kegiatan tersebut.



"Posisi kita sebagai orang yang menghargai kebebasan, mengapa kita tidak

mengundang mereka (para pendemo) untuk berdialog secara terbuka, agar

mereka juga tercerdaskan dan bisa dewasa dalam memahami kebebasan

berpendapat", ujar peserta kala itu.



Namun usulan tersebut ditolak oleh Irshad, ia justru mengatakan bahwa

pihak yang tidak setuju dengannya dan ingin membubarkan acaranya adalah

kelompok yang tidak bisa dirubah cara berpikirnya.



"Saya tidak percaya bahwa dialog kita dengan mereka akan merubah cara

berpikir mereka. Pikiran mereka telah tercipta seperti itu, pikiran

mereka telah terdogma untuk tidak berubah," kata Irshad.



Umat Islam yang menolak diadakannya kegiatan Irshad telah melaksanakan

Surat al-Nahl: 125, sebagaimana yang dianjurkan teman di atas. Akan

tetapi faktanya Irshad menolak untuk diajak diskusi. Lantas, siapakah

yang tidak ilmiah di sini? Apakah para penolak atau Irshad sendiri?



Menjawab pernyataan teman saya tadi, saya berpendapat, "Bisakah kita

menjamin semua audiens yang anti terhadap Irshad memiliki kapasitas

keilmuan untuk beradu logika dengan Irshad? Alih-alih ingin menolak,

takutnya yang awam dan tidak mempunyai kapasitas keilmuan Islam malah

ikut-ikutan mendukung gagasan Irshad. Sampai di sini, di manakah

tanggungjawab kita sebagai Umat Islam? Di samping itu, terdapat fakta

bahwa memang ada orang-orang yang tergerak menolak Irshad secara spontan

karena menilai pemikiran Irshad benar-benar salah. Dan orang-orang ini

eksis, ada, alias real. Kalau kita mengajak menghormati Irshad dan

orang-orang JIL dengan pemikirannya, kita juga harus adil memperlakukan

orang-orang yang menolak Irshad dan JIL, kita harus juga menghormati

penolakan mereka.



Demikian pula dengan Kitab Darmogandhul yang telah menimbulkan pro dan

kontra. Yang pro terhadap karya ini mengatakan bahwa kita harus bijak

menyikapi cacian, ejekan, atau hinaan terhadap umat Islam yang ada dalam

Kitab itu. Dari situ, umat Islam akan menjadi bijak dan mendalami

agamanya. (Baca: Wawan Susetya, Kontroversi Ajaran Kebatinan,

(Yogyakarta: Narasi, 2007).



Masalahnya, apakah semua orang bisa bijak, pintar, dan mumpuni memfilter

ajaran-ajaran yang terdapat dalam Darmogandhul, meski menyesatkan?

Jawabannya, bisa jadi, umat Islam yang awam terhadap ajarannya malah

ngikut dan mengamini ajaran-ajaran Darmogandhul.



Barangkali, itulah kesamaan antara Irshad dan Kitab Darmogandhul ini.

Bahwa dua-duanya sama-sama mencela Nabi Muhammad SAW. Dalam bukunya

"Beriman Tanpa Rasa Takut: Tantangan Umat Islam Saat Ini" halaman 96-97,

Irshad mengatakan:



"Sebagai seorang pedagang buta huruf, Muhammad bergantung pada para

pencatat untuk mencatat kata-kata yang didengarnya dari Allah.

Kadang-kadang Nabi sendiri mengalami penderitaan yang luar biasa untuk

menguraikan apa yang ia dengar. Itulah bagaimana "ayat-ayat setan" –

ayat-ayat yang memuja berhala – dilaporkan pernah diterima oleh Muhammad

dan dicatat sebagai ayat otentik untuk al-Qur'an. Nabi kemudian mencoret

ayat-ayat tersebut, menyalahkan tipu daya setan sebagai penyebab

kesalahan catat tersebut. Namun, kenyataan bahwa para filosof muslim

selama berabad-abad telah mengisahkan cerita ini sungguh telah

memperlihatkan keraguan yang sudah lama ada terhadap kesempurnaan

al-Qur'an."



Adapun dalam Kitab Darmogandhul juga demikian, di situ tertulis:



"Yen nyebut nabi Muhammad, Rasulullah panunggal para nabi, Muhammad

makaman kubur, rasa kang salah, mila ewah bengok-bengok enjing surup,

nekem dada celumikan, jungkir-jungkir ngaras siti. Sedaya teda wineda,

trancam cacing, dendeng kucing sinirik, pindang ketek, opor lutung,

botoke sawer sawa, sate rase, lemeng kirik, pindang asu, bekakak babi

andapan, gorengan kodok, lan cindil. Gecok lintah ingkang mentah, becek

usus sona ingkang kebiri, kare kuwuk, bestik gembluk, niku winastan

karam, langkung sengit kalamun ningali asu, ulun kinten terus ing tyas,

batose resik kumresik."



Bahkan yang pro-kontra terhadap keduanya pun juga hampir sama. Jika umat

Islam diajak bijak menyikapi fenomena Irshad dengan dialog dan tanpa

kekerasan, seharusnya juga harus bijak bahwa ajakan itu sudah dilakukan

dan Irshad menolak.



Kalau kita diajak menghormati Irshad dan orang-orang JIL dengan

pemikirannya, maka, sepatutnya kita juga harus adil memperlakukan

orang-orang yang menolak Irshad dan JIL. Kita harus juga menghormati

penolakan mereka, karena mereka merasa terganggu dengan adanya Irshad.

Ingat kekerasan bukan hanya terhadap fisik semata, kekerasan non-fisik,

seperti akidah, jauh lebih menyakitkan para pengautnya.



Semoga Irshad dan pendukungnya sadar telah menyakiti keyakinan dan

perasaan mayoritas Umat Islam Indonesia. Dan semoga pula, para aktivis

JIL tak lagi menyakiti perasan umat Islam dengan kembali menghadirkan

tokoh-tokoh tidak perlu seperti Manji, yang akhirnya kembali melukai

perasaan umat.*







http://www.hidayatullah.com/read/22623/12/05/2012/kesamaan-antara-irshad-manji-dan-darmoghandul.html



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.