Hidup bak Teroris, Kisah dari Belantara Sawit Negeri Perak PDF Print
Wednesday, 16 May 2012
ImageTKI asal Lombok yang bekerja di perkebunan sawit berdialog dengan
DPD dan Komnas HAM serta KBRI Kuala Lumpur, Selasa (8/5).
Lampu neon yang melekat di langit-langit rumah tua itu memendarkan
cahaya putih,menjadi penerang di gelap malam yang senyap.
Dalam kepungan kelam rimbun kelapa sawit, bangunan yang biasanya sunyi
itu mendadak ramai.Sekitar 30 orang bergegas ke halaman ketika lima
mobil datang. Mereka merupakan para tenaga kerja Indonesia (TKI) asal
Nusa Tenggara Barat. Malam itu di kawasan Slime River,Negeri Perak,
Malaysia,para pekerja migran ini kedatangan tamu: tim investigasi Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) dan Komnas HAM.Kunjungan tim asal Jakarta ini
merupakan bagian dari penelusuran jejak kematian tiga TKI asal Lombok
Timur,Herman,34, Abdul Kadir Jaelani,25,dan Mad Noor,28.
Tidak ada kesaksian berarti dari puluhan orang yang sebagian besar buruh
perkebunan sawit itu.Kalaupun mereka mendengar cerita penembakan,itu tak
lebih dari keterangan yang disampaikan keluarga di Tanah Air.Lebih dari
itu,pertemuan yang difasilitasi KBRI Kuala Lumpur itu tak lain untuk
merekam nasib para TKI. Seperti ditebak,sengsara adalah wajah kehidupan
para TKI."Kami datang jauh-jauh ingin mengubah nasib.Tapi, kami justru
menjadi korban penipuan,"ungkap Asnadi, TKI asal Lombok Timur. Sopir
truk di perkebunan sawit itu menuturkan,gaji yang diterima ternyata tak
sesuai dengan perjanjian.
"Dulu ketika berangkat dijanjikan sekian ringgit per bulan.Tapi
kenyataannya,setengahnya pun tak sampai,"tuturnya. Nasib itu kian
menyakitkan karena paspor ditahan majikan."Kerja selama empat tahun tak
sekali pun paspor diberikan.Kami hanya dipinjami ketika akan pulang, itu
pun harus taruh jaminan 1.000 ringgit,"sebutnya. Tak tahan dengan
perlakuan itu,Asnadi kabur. Dia mencari majikan lain. Namun konsekuensi
yang harus ditanggung adalah dia menjadi TKI ilegal.
"Padahal sebenarnya saya ini legal. Karena lari menjadi ilegal.Ke
mana-mana jadi takut,lihat polisi pun takut.Kami tak ubahnya
teroris,"tuturnya. Tak dapat dimungkiri,hidup TKI di negeri jiran lebih
banyak bergelimang keprihatinan. Kemungkinan persoalan finansial ini
pula yang menjadi alibi polisi untuk menyebut Herman,Abdul Kadir,dan Mad
Noor nekat merampok. Ketua Tim Delegasi DPD Farouk Muhammad
menyatakan,kunci mengungkap peristiwa tembak mati tiga TKI Lombok berada
di tangan polisi Diraja Malaysia (PDRM).Kalau penyidikan berlangsung
fair, pelaku bisa dibawa ke pengadilan.
"Di situlah faktafakta seputar penembakan akan diketahui,"kata anggota
DPD asal NTB ini. Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Kuala Lumpur Mulya
Wirana mengatakan, jumlah TKI di Malaysia sekitar 2,5 juta orang dan
sebagian di antaranya ilegal.Menurut dia, TKI ilegal umumnya menghindari
pendataan karena takut dipulangkan. Hal itu menyebabkan penanganan
kasus-kasus yang terjadi terlewatkan atau terlambat.Pada peristiwa
penembakan tiga TKI,KBRI fokus mengawal kasus ini.
ZEN TEGUH TRIWIBOWO
Kuala Lumpur
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/495246/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.