Jangan Setengah Hati Tangani Kanker Hati PDF Print
Saturday, 12 May 2012
Penanggulangan penyakit kanker hati di Tanah Air dinilai masih setengah
hati. Penderitanya dianggap "anak tiri", lantas diabaikan tanpa bantuan
dan pertolongan yang memadai.
Sepintas,Dody Purwanto Djalante, 54,terlihat sehat.Meski usianya
tergolong senja,Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Tenggara
ini masih terlihat gagah dan lincah.Apalagi, pekerjaannya yang amat
sibuk tersebut menuntut tubuhnya untuk tetap prima setiap saat.
Makanya,tidak ada yang menyangka jika dalam badan Dody "hinggap"penyakit
serius,yaitu kanker hati.
Siapapun tentu tidak ada yang mau mengalami keadaan seperti
dia.Namun,pria berperawakan kurus ini selalu bersikap tabah dan
pasrah."Saya pasrah saja,semua diserahkan sepenuhnya kepada yang di
atas,"kata dia. Dody bercerita,dirinya menemukan ada yang tidak beres
dalam tubuhnya pada September 2008.Awalnya, secara tiba-tiba dia
merasakan sakit di bagian perut kanan atas selama tiga hari berturut-turut.
"Seperti ada yang mengganjal.Waktu itu saya sudah merasa ada sesuatu
yang aneh dalam tubuh saya,"ujar dia. Tak menunggu waktu lama, dia
memeriksakan keluhannya ke dokter jaga di sebuah rumah sakit di Jakarta.
Kebetulan,dia sedang berada di Ibu Kota dalam rangka tugas negara.Namun,
jawaban yang dia dapatkan tidak memuaskan hatinya.Suami dari
Rahmatiah,51,ini lantas meminta untuk diperiksa oleh spesialis penyakit
dalam.
Setelah dilakukan tindakan endoskopi dan CT scan,barulah diketahui bahwa
dia menderita kanker hati stadium lanjut.Tidak hanya satu,kanker yang
didapatnya ada dua dan berukuran besar-besar.Yang pertama 8x10
sentimeter,dan yang lain 3x5 sentimeter. Vonis dokter itu membuat Dody
dan keluarganya kaget. Sebelumnya memang dia tidak pernah merasakan
tandatanda awal yang mencurigakan, juga riwayat keluarga yang mengidap
kanker hati.
"Dokter bilang sudah tidak bisa dioperasi dan harus menjalani pengobatan
jangka panjang,"ucapnya.Sejak saat itu,Dody mulai menjalani proses
pengobatan melalui serangkaian tindakan dan mengonsumsi sejumlah obat.
Masalahnya,biaya perawatan yang amat mahal menjadi beban tersendiri bagi
Dody.Meski memiliki jabatan yang lumayan tinggi,tetap saja pendapatannya
sebagai pegawai negeri sipil (PNS) tidak bisa mencukupi semua biaya
pengendalian penyakitnya.
Untungnya,dia mengikuti program NexPAP (Patients Assistance Program)
dari Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Program ini berupaya meringankan
beban pasien yang secara finansial kurang mampu. Dody pun akhirnya bisa
tersenyum lega."Saya mendapatkan obat Sorafenib secara gratis setiap dua
bulan sekali selama satu tahun.Biaya sudah tidak menjadi masalah buat
saya.Dengan perawatan yang optimal,kanker saya sekarang stagnan dan
cenderung mengecil,"kata dia.
Memang harus diakui,perhatian pemerintah dan swasta terhadap penanganan
penyakit kanker hati masih rendah.Padahal, biaya pengobatan untuk
penyakit ini relatif mahal.Beberapa negara di Asia Tenggara seperti
Vietnam,Malaysia,dan Thailand telah memasukkan terapi target untuk
hepatocellular carcinoma(HCC),salah satu jenis kanker hati yang paling
umum, ke dalam daftar penyakit yang pembiayaannya dibantu oleh negara
melalui berbagai sistem.
Salah satunya adalah skema pembiayaan bersama (cost sharing) dengan
perusahaan farmasi serta berkolaborasi dengan organisasi advokasi kanker
atau rumah sakit setempat.Sementara di Indonesia,hingga saat ini
sebagian besar pasien kanker hati masih harus menanggung sendiri biaya
pengobatan yang mereka jalani.
"Beberapa jenis kanker lainnya, misalnya kanker paru,payudara,
ovarium,serviks, nasofaring, dan lain-lain sudah mendapat bantuan dari
pemerintah,sedangkan kanker hati belum. Saya amat menyayangkan,"kata
konsultan internis-gastroenterologis dari FKUI/RSCMProf Dr L A Lesmana
PhD SpPD-KGEH FACG dalam temu media di Hotel Le Meridien,Jakarta,Selasa
(27/3).
Diketahui,berdasarkan data Globocan yang dirilis oleh the International
Agency for Research on Cancer (IARC),pada 2008 tercatat 748.000 kasus
kanker hati yang terdiagnosa. Penyakit ini merupakan kanker dengan angka
kematian tertinggi ketiga,dengan 696.000 pasien meninggal dunia setiap
tahunnya.Lebih dari 85% dari kasus tersebut terjadi di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia.
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/494031/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.