Kamis, 10 Mei 2012

[Koran-Digital] KPK Dinilai Istimewakan Miranda

KPK Dinilai Istimewakan Miranda PDF Print

Friday, 11 May 2012

JAKARTA– Tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belum menahan

tersangka dugaan suap cek pelawat Miranda S Goeltom dipertanyakan

berbagai pihak.



KPK diminta memberikan alasan detail ke publik, sebab sikap lembaga

antikorupsi itu pada proses hukum Miranda bisa dianggap diskriminasi.

Terlebih dalam kasus ini semua tersangka sudah divonis. Pakar hukum dari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Andi Syafrani menuturkan, penahanan

tersangka memang menjadi hak subjektif penyidik KPK dengan

mempertimbangkan alasan-alasan objektif yang diatur dalam KUHAP.



Tetapi karena semua tersangka kasus tersebut telah divonis, tidak ada

alasan objektif bagi KPK untuk tidak menahan Miranda. Penundaan

penahanan Miranda akan menimbulkan kesan bahwa KPK masih tebang

pilih."Menurut saya, lebih tampak pengistimewaan ketimbang strategi.

Waktu membiarkan Miranda di luar penjara sudah sangat panjang," kata

Andi saat dihubungi di Jakarta kemarin.



Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul

Huda juga menyayangkan sikap KPK yang masih membiarkan Miranda di luar

jeruji besi.Menurut dia, tindakan KPK mengesankan kemunduran pascavonis

yang dijatuhkan kepada Nunun Nurbaetie. Dia bahkan mencurigai alasan

tidak ditahannya Miranda karena KPK tidak berhasil menemukan bukti

konkret untuk menuntaskan kasus cek pelawat ini.



Karena itu,KPK sengaja memberikan segala putusannya kepada Pengadilan

Tipikor. Pasalnya, terhadap tersangka lainnya dalam kasus yang sama, KPK

seolah tidak menjadikannya sebagai satu kesatuan konstruksi hukum.Maka

nantinya, majelis hakim Tipikor akan memutuskan vonis kepada Miranda di

pengadilan dengan amar putusan yang seadanya seperti pada tersangka Nunun.



"Saya pikir KPK melempar badan dalam kasus cek pelawat ini ke Pengadilan

Tipikor," bebernya saat dihubungi SINDO kemarin. Andi khawatir sikap KPK

ini sengaja dilakukan untuk memberikan kelonggaran kepada Miranda.

Sementara itu,Direktur Eksekutif Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas

Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai, penetapan Miranda

sebagai tersangka dalam kasus ini tidak serta-merta membuat kasus ini

selesai.



KPK harus segera mengungkap penyandang dana cek pelawat yang digunakan

untuk menyuap sejumlah anggota Komisi IX DPR 1999–2004 dalam memenangkan

Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) pada

2004."Jangan sampai berhenti pada Nunun dan Miranda saja. Banyak hal dan

sudah diketahui publik bahwa di belakang Nunun ada beberapa nama yang

seharusnya dikejar.



Menetapkan tersangka dan menahan Miranda bukan akhir persoalan. Kita

tunggu penangkapan KPK terhadap penyandang dananya," kata Zainal saat

dihubungi di Jakarta kemarin. Pakar hukum pidana dari Universitas

Indonesia (UI) Ganjar Laksamana menilai belum ditahannya Miranda sebagai

strategi KPK untuk mengungkap pelaku lain.



Dengan membiarkan Miranda masih bebas berkeliaran di luar rumah tahanan,

tidak menutup kemungkinan ada kontak atau komunikasi langsung antara

Miranda dan pihak-pihak tertentu yang bisa saja merupakan penyandang

dana atau calon tersangka yang belum diidentifikasi oleh KPK."Jika itu

terjadi, tentunya KPK bisa mempunyai data baru,"papar dia. Juru Bicara

KPK Johan Budi mengatakan, pihaknya tidak pernah melakukan diskriminasi

dan pengistimewaan kepada setiap tersangka korupsi, apalagi kepada Miranda.



Namun, dia menegaskan penahanan terhadap Miranda membutuhkan alat bukti

cukup.Artinya, penundaan itu tidak berarti sikap KPK terhadap Miranda

sebagai tindakan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi." Tidak ada

pengistimewaan kepada Miranda sedikit pun. Bukan menunjukkan tebang

pilih kalau Miranda belum ditahan,KPK tidak tebang pilih,"paparnya.



Desakan agar Miranda segera ditahan menguat setelah Nunun

Nurbaetie,salah satu terdakwa dalam kasus itu, divonis dua tahun enam

bulan penjara Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin

Sudjatmiko menyatakan, Nunun terbukti melakukan tindak pidana korupsi

dengan menyuap sejumlah anggota Komisi IX DPR 1999–2004 untuk

memenangkan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank

Indonesia (DGS BI) pada 2004.



Nunun juga diganjar denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan. Nunun

terbukti melanggar Pasal 5 Ayat I Huruf B UU No 31/1999 jo UU No 20/2002

tentang Tindak Pidana Korupsi. Majelis hakim menyebutkan hal yang

memberatkan Nunun, karena dia tidak mendukung program pemerintah untuk

pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/493829/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.