KPK Nilai Vonis Nunun Ringan-JPU Anggap Amar Putusan Hakim Tidak Tepat
PDF Print
Thursday, 10 May 2012
JAKARTA– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan putusan majelis
hakim PengadilanTipikor yang hanya menjatuhkan hukuman dua tahun enam
bulan penjara terhadap terdakwa kasus cek pelawat Nunun Nurbaetie.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, hukuman terhadap istri mantan
Wakapolri Komjen (Purn) Adang Daradjatun itu sangat ringan, padahal
jaksa penuntut umum (JPU) meminta hakim menjatuhkan hukuman empat tahun
penjara. KPK akan menjadikan vonis Nunun sebagai pertimbangan dalam
pengusutan kasus tersebut. "Vonis ini akan menjadi pertimbangan KPK
dalam pengusutan kasus cek pelawat," paparnya.
Di tempat terpisah, Ketua JPU KPK pada persidangan Nunun, Muhammad Rum,
mengatakan, amar putusan hakim yang menyebut Nunun sebagai pemberi suap
cek pelawat tidak tepat.Dalam pandangannya, tim jaksa hanya
menitikberatkan pada bagian nilai keseluruhan cek Rp24 miliar. Karena
itu,dia menyayangkan vonis Nunun yang hanya dijatuhi hukuman dua tahun
enam bulan penjara.
Dalam persidangan kemarin, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Jakarta yang dipimpin Sudjatmiko menyatakan,Nunun
terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap sejumlah anggota
Komisi IX DPR 1999–2004 untuk memenangkan Miranda S Goeltom sebagai
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) pada 2004.
Nunun juga diganjar denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan. Nunun
terbukti melanggar Pasal 5 Ayat I Huruf B UU No 31/1999 jo UU No 20/2002
tentang Tindak Pidana Korupsi. Majelis hakim menyebutkan hal yang
memberatkan Nunun adalah dia tidak mendukung program pemerintah untuk
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu tidak berterus
terang dan tidak mengaku bersalah.
Sedangkan hal yang meringankan, Nunun sudah berusia lanjut,sakit,dan
sopan selama di persidangan. Vonis Nunun lebih rendah dari tuntutan
jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntutnya empat tahun penjara ditambah
denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Majelis hakim juga tidak
memenuhi tuntutan jaksa soal uang Rp1 miliar yang berasal dari pencairan
20 lembar cek perjalanan yang masuk ke rekening Nunun agar dirampas
untuk negara.
Sebelumnya JPU meminta majelis hakim merampas uang Rp1 miliar itu untuk
negara. Menurut jaksa, uang tersebut merupakan hasil pencairan 20 lembar
cek perjalanan Bank Internasional Indonesia (BII) terkait perkara suap
cek perjalanan yang didakwakan kepada Nunun.Cek perjalanan tersebut
dalam dakwaan jaksa disebutkan merupakan bagian dari 480 lembar cek
perjalanan yang menjadi alat suap.
"Perampasan itu tidak tepat. Tidak ada bukti travel cek itu sudah sampai
ke tangan anggota DPR. Uang itu masih dalam penguasaan terdakwa," kata
hakim anggota Sofialdi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin. Dia juga
menyebutkan nominal uang tak mencapai Rp1 miliar seperti yang disebutkan
jaksa. Posisi Nunun yang merupakan pemberi suap dan bukan penerima juga
menjadi pertimbangan hakim dalam keputusan untuk tidak merampas uang
tersebut.
Nama Miranda S Goeltom juga disebutkan dalam pertimbangan majelis hakim.
Sudjatmiko menilai Nunun memfasilitasi pertemuan antara Miranda dan
sejumlah anggota Komisi IX DPR 1999–2004. Setelah majelis hakim
membacakan vonis, baik Nunun maupun JPU memutuskan untuk
pikir-pikir.Hakim memberi waktu selama tujuh hari bagi kedua belah pihak
untuk merespons vonis.
Saat vonis dibacakan Nunun tampak lemas. Ekspresinya sedih.Saat hakim
bertanya soal tanggapannya terhadap vonis, dengan suara tercekat, Nunun
menjawab,"Yang Mulia, saya mempertimbangkan dan memikirkannya dulu."
Sekitar pukul 12.00 WIB Nunun langsung meninggalkan ruang sidang menuju
ruang tunggu. Dikawal puluhan polisi, dia mengabaikan semua pertanyaan
wartawan yang bertanya soal tanggapan vonis. Wajahnya mulai sedih.
Di ruang tunggu dia menangis. Anaknya terus mengikuti Nunun, dan tak
bersedia memberikan komentar kepada wartawan. Beberapa menit kemudian
wajah Nunun tampak pucat. Lantas, seorang kerabatnya mengabarkan Nunun
sakit dan harus dilarikan ke rumah sakit. Kasus ini menyeret 30 anggota
Komisi IX DPR periode 1999–2004.
Mereka sudah divonis oleh Pengadilan Tipikor dengan hukuman penjara
bervariasi. Rata-rata di bawah dua tahun penjara.Nunun menjadi salah
satu yang terberat. Vonis Nunun sama dengan Hamka Yandhu. Sementara
Endin J Soefihara divonis 1 tahun 3 bulan,Paskah 1 tahun 4 bulan, Udju
Djuhaeri 2 tahun, dan Dudhi Makmun Murod 2 tahun.
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/493587/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.