Rabu, 09 Mei 2012

[Koran-Digital] KPK Nilai Vonis Nunun Ringan-JPU Anggap Amar Putusan Hakim Tidak Tepat

KPK Nilai Vonis Nunun Ringan-JPU Anggap Amar Putusan Hakim Tidak Tepat

PDF Print

Thursday, 10 May 2012

JAKARTA– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan putusan majelis

hakim PengadilanTipikor yang hanya menjatuhkan hukuman dua tahun enam

bulan penjara terhadap terdakwa kasus cek pelawat Nunun Nurbaetie.



Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, hukuman terhadap istri mantan

Wakapolri Komjen (Purn) Adang Daradjatun itu sangat ringan, padahal

jaksa penuntut umum (JPU) meminta hakim menjatuhkan hukuman empat tahun

penjara. KPK akan menjadikan vonis Nunun sebagai pertimbangan dalam

pengusutan kasus tersebut. "Vonis ini akan menjadi pertimbangan KPK

dalam pengusutan kasus cek pelawat," paparnya.



Di tempat terpisah, Ketua JPU KPK pada persidangan Nunun, Muhammad Rum,

mengatakan, amar putusan hakim yang menyebut Nunun sebagai pemberi suap

cek pelawat tidak tepat.Dalam pandangannya, tim jaksa hanya

menitikberatkan pada bagian nilai keseluruhan cek Rp24 miliar. Karena

itu,dia menyayangkan vonis Nunun yang hanya dijatuhi hukuman dua tahun

enam bulan penjara.



Dalam persidangan kemarin, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi (Tipikor) Jakarta yang dipimpin Sudjatmiko menyatakan,Nunun

terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap sejumlah anggota

Komisi IX DPR 1999–2004 untuk memenangkan Miranda S Goeltom sebagai

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) pada 2004.



Nunun juga diganjar denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan. Nunun

terbukti melanggar Pasal 5 Ayat I Huruf B UU No 31/1999 jo UU No 20/2002

tentang Tindak Pidana Korupsi. Majelis hakim menyebutkan hal yang

memberatkan Nunun adalah dia tidak mendukung program pemerintah untuk

pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu tidak berterus

terang dan tidak mengaku bersalah.



Sedangkan hal yang meringankan, Nunun sudah berusia lanjut,sakit,dan

sopan selama di persidangan. Vonis Nunun lebih rendah dari tuntutan

jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntutnya empat tahun penjara ditambah

denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Majelis hakim juga tidak

memenuhi tuntutan jaksa soal uang Rp1 miliar yang berasal dari pencairan

20 lembar cek perjalanan yang masuk ke rekening Nunun agar dirampas

untuk negara.



Sebelumnya JPU meminta majelis hakim merampas uang Rp1 miliar itu untuk

negara. Menurut jaksa, uang tersebut merupakan hasil pencairan 20 lembar

cek perjalanan Bank Internasional Indonesia (BII) terkait perkara suap

cek perjalanan yang didakwakan kepada Nunun.Cek perjalanan tersebut

dalam dakwaan jaksa disebutkan merupakan bagian dari 480 lembar cek

perjalanan yang menjadi alat suap.



"Perampasan itu tidak tepat. Tidak ada bukti travel cek itu sudah sampai

ke tangan anggota DPR. Uang itu masih dalam penguasaan terdakwa," kata

hakim anggota Sofialdi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin. Dia juga

menyebutkan nominal uang tak mencapai Rp1 miliar seperti yang disebutkan

jaksa. Posisi Nunun yang merupakan pemberi suap dan bukan penerima juga

menjadi pertimbangan hakim dalam keputusan untuk tidak merampas uang

tersebut.



Nama Miranda S Goeltom juga disebutkan dalam pertimbangan majelis hakim.

Sudjatmiko menilai Nunun memfasilitasi pertemuan antara Miranda dan

sejumlah anggota Komisi IX DPR 1999–2004. Setelah majelis hakim

membacakan vonis, baik Nunun maupun JPU memutuskan untuk

pikir-pikir.Hakim memberi waktu selama tujuh hari bagi kedua belah pihak

untuk merespons vonis.



Saat vonis dibacakan Nunun tampak lemas. Ekspresinya sedih.Saat hakim

bertanya soal tanggapannya terhadap vonis, dengan suara tercekat, Nunun

menjawab,"Yang Mulia, saya mempertimbangkan dan memikirkannya dulu."

Sekitar pukul 12.00 WIB Nunun langsung meninggalkan ruang sidang menuju

ruang tunggu. Dikawal puluhan polisi, dia mengabaikan semua pertanyaan

wartawan yang bertanya soal tanggapan vonis. Wajahnya mulai sedih.



Di ruang tunggu dia menangis. Anaknya terus mengikuti Nunun, dan tak

bersedia memberikan komentar kepada wartawan. Beberapa menit kemudian

wajah Nunun tampak pucat. Lantas, seorang kerabatnya mengabarkan Nunun

sakit dan harus dilarikan ke rumah sakit. Kasus ini menyeret 30 anggota

Komisi IX DPR periode 1999–2004.



Mereka sudah divonis oleh Pengadilan Tipikor dengan hukuman penjara

bervariasi. Rata-rata di bawah dua tahun penjara.Nunun menjadi salah

satu yang terberat. Vonis Nunun sama dengan Hamka Yandhu. Sementara

Endin J Soefihara divonis 1 tahun 3 bulan,Paskah 1 tahun 4 bulan, Udju

Djuhaeri 2 tahun, dan Dudhi Makmun Murod 2 tahun.



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/493587/



--

"One Touch In BOX"



To post : koran-digital@googlegroups.com

Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com



"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus



Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun

- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu

- Hindari ONE-LINER

- POTONG EKOR EMAIL

- DILARANG SARA

- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau

Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------

"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.

"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.