Minggu, 13 Mei 2012

[Koran-Digital] Mengisi Ceruk Pasca-SJSN

AAJI menyayangkan belum ada aturan detail tentang penyelenggaraan SJSN.

TIDAK sampai dua tahun lagi, Sistem Jamin an Sosial Nasional (SJSN) akan diterapkan di In donesia. Saat SJSN berlaku, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) wajib melayani kebutuhan asuransi kesehatan seluruh masyarakat Indonesia.

Sedikit banyak, penyelenggaraan jaminan kesehatan SJSN diperkirakan akan memengaruhi perkembangan industri asuransi kesehatan. Agar pertumbuhannya tidak seret, pelaku industri tentu perlu mengan tisipasi sejak dini.

“Penyelenggaraan SJSN akan berpengaruh pada asuransi kesehatan. Seberapa besar pengaruhnya bergantung pada luas cakupan layanan yang didesain dalam program jaminan kesehatan SJSN,” ujar Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Isa Rachmawata, kepada Media Indonesia, akhir pekan lalu.

Menurut Isa, asuransi kesehatan di luar BPJS dapat saja memberikan layanan kesehatan yang belum terkover atau terlindungi oleh layanan kesehatan dari BPJS. Layanan diberi kan kepada pemegang polis yang ingin mendapatkan diatas standar layanan jaminan sosial. Hal tersebut, ujar Isa, lazim di banyak negara lain.

“Orang-orang yang mampu tetap bisa mengusahakan sendi ri layanan kesehatan di atas standar layanan jamsos kese hatan, termasuk dengan mem beli asuransi kesehatan swasta,” tuturnya.

Di lain hal, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Benny Waworuntu menyayangkan sampai sekarang pemerintah belum memiliki aturan detail tentang penyelenggaraan SJSN, seperti cakupan perlindungan kesehatan oleh BPJS, fasilitas layanan, dan nilai premi. Padahal, skema itu diperlukan pelaku industri untuk menyusun strategi mereka ke depan.

“Kita minta pemerintah meng ajak industri dalam membahas aturan SJSN sehingga saat ditetapkan, kami sudah mempersiapkan diri,” harap Benny.

Undang-Undang (UU) No 24/2011 tentang BPJS mengamanatkan peraturan pelaksanaan ditetapkan maksimal setahun setelah UU disahkan.

Artinya, peraturan pelaksanaan BPJS sudah harus ada selambatnya November 2012.

BPJS yang kelak bertanggung jawab langsung kepada Pre siden dibagi menjadi BPJS I (kesehatan) dan BPJS II (ketenagakerjaan). BPJS I, yang merupakan hasil transformasi PT Askes (persero), mulai beroperasi 1 Januari 2014. Adapun peserta Askes saat ini berjumlah kurang lebih 90 juta orang.

Inovasi Pada bagian lain, pelaku industri asuransi swasta sudah berlomba-lomba berinovasi produk sebagai antisipasi dampak penerapan SJSN. PT AXA Financial Indonesia, misalnya, mengaku merevolusi kualitas layanan kepada para pemegang polis melalui layanan Express Claim Service. Layanan itu memungkinkan pembayaran klaim nasabah dalam 30 menit dari sebelumnya 3-5 hari.

Di samping itu, kata Chief Operating Officer of AXA Financial Recardo Y Leatemia, perseroan berinovasi dengan memberi servis persetujuan aplikasi polis baru dalam tiga hari, juga menyediakan aplikasi yang bisa diunduh para pengguna smartphone. “Dengan adanya layanan BPJS, kami melihat ini sebagai potensi untuk terus berinovasi pada produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,“ kata Recardo.

Dalam hal yang sama, Asuransi Jiwa Manulife Indonesia akan mengembangkan jalur distribusi alternatif, seperti direct marketing-telemarketing (DM/TM) dan bancassurance.
Manulife juga akan menambah jumlah agen yang hingga akhir 2011 sudah mencapai 7.804 agen. “Kontributor utama pertumbuhan asuransi Manulife adalah pengembangan distribusi. Jumlah agen naik 17% dan jalur bancassurance meningkat 46%,“ ujar CEO Manulife Indonesia Alan Merten. (E-2)

http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/14/ArticleHtmls/Mengisi-Ceruk-Pasca-SJSN-14052012018005.shtml?Mode=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.