Bebaskan Diri dari Mentalitas Budak PDF Print
Saturday, 12 May 2012
"Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah, dan dua
buah bibir? Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan? Tetapi dia
tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan
yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari
perbudakan...." (QS Al-Balad: 8–13).
Maju, mundur, atau stagnasi sebuah negara sangat ditentukan oleh
mentalitas warga negara, terutama sekali para pemimpinnya. Tidak ada
negara maju yang tidak ditopang oleh mentalitas maju warga negara dan
terutama sekali para pemimpinnya. Warga dan pemimpin negara maju secara
umum memiliki kepercayaan diri untuk menempatkan diri sejajar dengan
warga bangsa yang lain dalam pergaulan internasional dalam konteks apa pun.
Bahkan dalam banyak kasus, mereka membuat semacam "rekayasa" untuk
membuat diri mereka ditempatkan dalam posisi ordinat atau di depan oleh
pihakpihak lain.Sebaliknya, negaranegara yang terbelakang adalah
negara-negara yang didominasi mentalitas inferior mereka dan sadar atau
tidak membuat mereka berada dalam posisi subordinat atau di belakang.
Mentalitas inferior sesungguhnya adalah mentalitas budak.
Disebut demikian karena secara umum budak adalah manusia yang tidak
memiliki kontrol atas diri mereka sendiri. Mereka telah kehilangan hak
sehingga membuka kesempatan eksploitasi dalam berbagai bentuk oleh
pihak-pihak lain. Dalam jangka yang panjang, para budak merasa seolah
berada dalam zona yang mau tidak mau mereka harus menikmatinya sehingga
kemudian mereka menganggapnya sebagai bagian dari "takdir" hidup.
Mereka ibarat seekor anak gajah yang ketika kecil diikat pada sebuah
pasak. Karena kekuatan anak gajah itu masih sangat terbatas,walaupun
telah berusaha berulang kali menjebol pasak itu, tetap saja tidak mampu
dan akhirnya berhenti untuk mencoba. Bahkan ketika anak gajah itu telah
menjadi dewasa, ia tidak memiliki inisiatif lagi untuk mencoba
melepaskan diri karena pengalaman masa lalu yang tidak pernah berhasil
untuk melakukannya.
Jadilah gajah yang bertubuh besar dan sesungguhnya telah memiliki
kekuatan yang berlipat-lipat dibandingkan waktu kecil itu tetap saja
terikat pada sebuah pasak yang bisa dijebol dengan satu kali tarikan
saja. Itulah gambaran sederhana sebuah proses yang menyebabkan fitrah
kemerdekaan yang ada dalam diri setiap individu manusia kemudian
sirna.Yang tinggal adalah inferioritas,lalu bertambah parah menjadi
ketundukan dan kepatuhan kepada pihak lain yang sesungguhnya berkualitas
sama.
Sifat inferior itu kemudian "diwariskan" kepada generasi
selanjutnya.Cara berpikir, bersikap, dan bertindak sebagai budak tentu
saja sangat berpengaruh pada cara berpikir, bersikap, dan bertindak
anakanak mereka.Konstruksi paradigma dan perilaku generasi sebelumnyalah
yang kemudian membangun konstruksi yang sama pada generasi selanjutnya
sehingga perbudakan kemudian menjadi tradisi yang terus berlanjut secara
turun-temurun.
Kesadaran tentang ketidakmanusiawian sistem perbudakan telah
menginspirasi para nabi dan pemikir-pemikir yang concern tentang
perlunya kesederajatan seluruh umat manusia untuk menghapuskan sistem
perbudakan. Namun,secara faktual, substansi sistem perbudakan itu tak
pernah hilang. Ia hanya mengalami semacam metamorfosis atau perubahan
bentuk dari bentuk lama ke bentuk baru dengan akibat yang tidak kalah
mengerikan, bahkan lebih mengerikan.
Lebih ironis lagi, perbudakan itu terjadi atas bukan saja orang-orang
yang lemah,tetapi juga terjadi pada orang-orang yang memiliki kekuasaan
besar (baca: pemimpin) atas sebuah wilayah yang di dalamnya terdapat
banyak sekali penduduk atau warga negara. Itu terjadi karena para
pemimpin itu terjerat dalam desain yang membuat mereka menjadi tak
berdaya untuk membuat kepemimpinan mereka fungsional untuk melakukan
perbaikan.
Salah satu sistem jeratan yang saat ini sangat tampak adalah mekanisme
pemilihan umum yang sangat liberal dan sarat politik uang. Parahnya
lagi, perbudakan model baru itu didesain secara lebih sistematik oleh
negaranegara yang mengklaim diri secara formal menginisiasi penghapusan
sistem perbudakan. Dalam konteks ini, terjadi eksploitasi atas manusia
oleh manusia lain yang dalam konteks pergaulan internasional adalah
dilakukan oleh negara atas negara lain atau aktoraktor dalam sebuah
negara,termasuk pihak swasta yang mendapatkan dukungan dari pemegang
otoritas negara.
Menjadi Wabah
Indonesia sesungguhnya adalah negara yang terkena wabah penyakit
mentalitas budak ini. Itulah penyebab Indonesia tidak juga beranjak dari
ketertinggalan walaupun secara formal telah lama menjadi negara merdeka.
Memang telah terjadi banyak kemajuan, tetapi akselerasinya kalah jauh
dibandingkan dengan negaranegara lain. Bahkan, dalam banyak sektor,
Indonesia telah kalah oleh negara-negara yang sampai pada pertengahan
tahun 1990 masih banyak berguru kepada Indonesia dengan caramengirim
para mahasiswanya kuliah di Indonesia.
Indonesia adalah negara yang sangat kaya. Jumlah warganya sangat banyak
dan sumber daya alamnya sangat melimpah. Penduduk dengan jumlah yang
besar di satu sisi memang menjadi masalah dalam aspek kependudukan. Tapi
di sisi lain merupakan potensi sumber daya,dalam konteks untuk
mendapatkan sumber sumber insani pembangunan bangsa. Dengan sumber daya
manusia yang berkualitas,sumber daya alam yang melimpah itu bisa
digunakan untuk menciptakan nilai tambah yang bisa membuat Indonesia
memiliki berbagai keunggulan dibandingkan negara-negara lain.
Keunggulan-keunggulan itulah yang akan bisa membuat Indonesia menjadi
negara yang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dalam konteks
pergaulan internasional dengan negara-negara lain. Akan terjadi proses
saling bergantung antara Indonesia dengan negara-negara lain, bukan
hanya menjadikan Indonesia sebagai negara yang selalu tergantung.
Para pendiri bangsa sesungguhnya telah memiliki cita dan paradigma besar
untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang tidak hanya merdeka
secara legal dari penjajahan negara-negara lain, tetapi juga memiliki
kemandirian dalam mengisi kemerdekaan itu. Secara tegas, itu terdapat
dalam simbolsimbol kenegaraan yang dibuat. Istana negara diberi nama
"Istana Merdeka".
Demikian juga masjid yang terletak sangat dekat dengan istana negara itu
disebut dengan "Masjid Istiqlal".Kata istiqlaladalah bahasa Arab yang
berarti merdeka atau mandiri. Karena itu, tidak ada alasan separagraf
pun untuk tidak benar-benar merdeka dan menjadi bangsa merdeka dan
mandiri, melepaskan diri dari desain eksploitatif negaranegara lain.
Perlu Perubahan
Saat ini, sebuah agenda terpenting untuk membuat Indonesia bisa menjadi
negara yang maju secara akseleratif adalah mengubah mentalitas sebagai
budak.Terlebih sebagai negara dengan mayoritas penduduk yang beragama
Islam, sesungguhnya dorongan untuk menuju pada mentalitas merdeka dan
mandiri terdapat dalam Alquran.
Jika Alquran pada empat belas abad yang lalu, dalam situasi sistem
perbudakan yang sangat mengurat dan mengakar,menegaskan bahwa tugas
berat itu adalah memerdekakan budak (QS Al-Balad: 13), maka—dalam
konteks sekarang yang secara formal tidak dikenal lagi sistem perbudakan
tetapi mentalitas itu tetap ada—mentalitas perbudakan itulah yang harus
dienyahkan.
Melepaskan budak dari perbudakan dalam seluruh ayat Alquran akan menjadi
sangat relevan jika diinterpretasi kan dalamkontekssekarangsebagai
membebaskan manusia dari mentalitas budak. Dengan demikian, tidak akan
terjadi lagi eksploitasi yang dilakukan sebuah negara atas negara
lain,sebuah korporasi atas negara,dan bentuk-bentuk lainnya yang
semuanya itu pada muaranya menyebabkan eksploitasi oleh manusia atas
manusia lain. Dengan membebaskan mereka dari mentalitas sebagai budak,
praktik perbudakan dalam arti yang seluas-luasnya dan yang sejatinya
akan bisa dihentikan. Wallahu a'lam bi al-shawab.●
DR MOHAMMAD NASIH
Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan
FISIP UMJ; Pengurus Dewan Pakar ICMI Pusat
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/494096/
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.