Rancunya Kebijakan BBM
Sri Adiningsih
Ekonom UGM
Selasa, 8 Mei 2012
Bahan bakar minyak (BBM) selalu menjadi isu sentral di Indonesia, namun
sayang tidak dikelola dengan baik. Di masa lalu, Indonesia pernah
menjadi eksportir minyak mentah dunia dan menjadi anggota OPEC sejak
1962 hingga 2008. Bahkan pada 1973-1981 ekspor minyak mentah Indonesia
lebih dari 1 juta barel dan produksi di atas 1,6 juta barel tiap harinya
(BP Statistical Review).
Neraca perdagangan minyak Indonesia berimbang hingga 2002-2003.
Namun, setelah itu kita selalu defisit minyak dan terus meningkat.
Bahkan, pemerintah memperkirakan defisit tahun depan bisa mencapai 617
ribu barel per hari. Jika tren ini terus berlangsung, dalam sepuluh
tahun ke depan, defisit BBM harian kita bisa lebih besar dari 1 juta
barel setiap hari. Jika demikian, berapa besarnya subsidi BBM yang harus
ditanggung? Apa dampaknya pada pembangunan ekonomi kita?
Sementara itu, tren harga BBM dalam 40 tahun terakhir terus
meningkat dari di bawah 4 dolar AS per barel pada 1970 menjadi di atas
100 dolar AS per barel di masa kini, dan diperkirakan akan terus
meningkat. Itu berarti terjadi kenaikan harga rata-rata sekitar 2 dolar
AS setiap tahunnya. Meski, harus dicermati bahwa kenaikan harga BBM
dunia secara drastis terjadi dalam satu dekade terakhir.
Lihat saja, harga minyak mentah internasional sekitar 20 dolar AS
per barel tahun 2001, sekarang sudah di atas 100 dolar AS per barel,
karena tingginya permintaan China dan India yang ekonominya bangkit.
Karena itu, subsidi BBM yang pada masa Orde Baru tidak ada, atau
kalaupun ada nilainya tidak signifikan, sejak reformasi nilai subsidi
BBM, elpiji dan bahan bakar nabati terus membengkak hingga tahun ini,
menurut pemerintah, mencapai Rp234 triliun kalau ada kebijakan
pembatasan konsumsi BBM. Tanpa pembatasan subsidi BBM, bisa mencapai Rp
242 triliun. Bandingkan dengan subsidi tahun 2005-2007 yang di bawah Rp
100 triliun.
Oleh karena itulah, pemerintah berencana menerapkan program
pembatasan konsumsi BBM bersubsidi pada akhir Mei 2012, di mana
kendaraan bermotor milik pemerintah pusat dan daerah, BUMN, BUMD
dilarang mengonsumsi BBM bersubsidi. Selain itu, akan diterapkan
kebijakan satu hari bebas BBM bersubsidi setiap satu minggu sehingga
subsidi diharapkan dihemat sekitar Rp 8 triliun. Dengan demikian, beban
BBM nanti akan ditanggung juga oleh pemda dan perusahaan pelat merah.
Sementara itu, bebas subsidi satu hari dalam seminggu diperkirakan
tidak mudah dilakukan. Apakah pada hari bebas subsidi semua harus
membeli pertamax, sementara belum semua stasiun BBM siap? Dan, dapat
dipastikan, akan banyak keruwetan dan permasalahan terjadi di lapangan.
Apa kendaraan umum juga harus membeli BBM tanpa subsidi pada hari
itu? Kalau begitu, tarif kendaraan umum apa diizinkan naik pada hari
bebas subsidi? Untuk kendaraan pribadi, tentu saja mereka bisa mengatur
pembeliannya supaya dapat subsidi, kecuali jika harus bepergian ke luar
kota. Sehingga, bisa dilihat bahwa penerapan hari bebas BBM bersubsidi
sepertinya tidak mudah diterapkan.
Hingga kini tampaknya pemerintah meski sudah punya berbagai
kebijakan energi, namun setiap mengambil kebijakan energi bersifat ad
hoc, hanya responsif dan jangka pendek. Akibatnya, kebijakan itu tidak
menyelesaikan masalah utama BBM, di mana konsumsinya terus meningkat,
produksi terus menurun, dan subsidi terus membengkak. Oleh karena itu,
pemerintah mestinya tidak lagi responsif dalam mengambil kebijakan
pengelolaan BBM ataupun kebijakan energi nasional.
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=302822
--
"One Touch In BOX"
To post : koran-digital@googlegroups.com
Unsubscribe : koran-digital-unsubscribe@@googlegroups.com
"Ketika berhenti berpikir, Anda akan kehilangan kesempatan"-- Publilius Syrus
Catatan : - Gunakan bahasa yang baik dan santun
- Tolong jangan mengiklan yang tidak perlu
- Hindari ONE-LINER
- POTONG EKOR EMAIL
- DILARANG SARA
- Opini Anda menjadi tanggung jawab Anda sepenuhnya dan atau
Moderator Tidak bertanggung Jawab terhadap opini Anda. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~------------------------------------------------------------
"Bersikaplah sopan, tulislah dengan diplomatis, meski dalam deklarasi perang sekalipun seseorang harus mempelajari aturan-aturan kesopanan." -- Otto Von Bismarck.
"Lidah orang berakal dibelakang hatinya, sedangkan hati orang dungu di belakang lidahnya" -Ali bin Abi Talib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.